Model Integrasi Iman dan Ilmu
dalam Kurikulum Kristen
Dr. Khoe Yao Tung, M.Sc.Ed, M.Ed.
Sekolah Kristen dapat dikatakan “The Truly Christian School” bila
kurikulum pendidikannya tidak terlepas dari pelaksanaan integrasi[1] prinsip
iman Kristen dalam setiap subjek pelajaran. Pelaksanaan integrasi Alkitab dalam
pembelajaran terkait dengan pembinaan murid-murid dalam Biblical worldview, Christian
Mind, Christian nurturing dan Christian formation. Sekolah Kristen
harus menyajikan integrasi subjek pelajaran yang mampu menghasilkan cara berpikir
Kristen dalam penatalayan perannya di dalam kehidupan murid-muridnya. Mereka
perlu memahami seluruh kebenaran Alkitab dalam rangkaian Creation, Fall, Redemption, and Consummation, sehingga core subjek keilmuan dapat memancar
dalam perspektif yang utuh. Keberadaan kerangka ini akan memandu setiap siswa
dalam berpikir dan berperilaku Kristen dalam menjalankan mandat budaya dan
mandat injili.
Integrasi iman dan ilmu dalam kurikulum pendidikan
Kristen harus menjadi fokus utama dalam sekolah Kristen. Menurut Robert Haris,[2]
Integrasi iman dan ilmu adalah kegiatan yang dilakukan oleh setiap orang untuk
memahami kebutuhan pada pandangan dunia yang koheren. Bagi orang yang beriman
klaim yang mempertentangkan iman dan ilmu adalah sesuatu yang tidak masuk akal.
Selanjutnya, pendidik Kristen perlu memahami iman sebagai sejumlah kepercayaan
dasar, preferensi, dan asumsi yang menuntun kehidupan seseorang. Oleh karenanya
semua pendidik Kristen perlu memahami bagaimana mengintegrasikan dan
mengimplementasikan kebenaran firman Tuhan dalam subjek pelajaran di dalam
kelas. Integrasi iman dan ilmu dalam sekolah Kristen adalah mandat penting.
Alkitab menekankan mandat tersebut dan menyatakan bahwa “Aku akan mengadakan perjanjian antara Aku dan engkau serta keturunanmu
turun-temurun menjadi perjanjian yang kekal, supaya Aku menjadi Allahmu dan
Allah keturunanmu” (Kej 17:7).
Integrasi Alkitab harus mengaitkan setiap
pembelajaran dengan mandat penciptaan, mandat budaya, dan mandat penginjilan.
Integrasi yang harus mengungkapkan kebenaran Tuhan, dan rencana Allah dalam
setiap kehidupan muridnya. Bahkan John Calvin (1509-1564) menyatakan bahwa
tidak ada bagian dari Alkitab yang tidak dapat berkontribusi yang menjadi
petunjuk bagi pembentukan perilaku dan kehidupan kita.
“There is no part of the Scripture which cannot contribute to
our instruction and the forming of our life and manners… Let us, therefore,
labor diligently to learn the contents of the Book of God, and never forget it
is the only writing in which the Creator of heaven and earth condescends to
converse with mankind.”[3]
Frank Gaebelein dalam bukunya yang sangat berpengaruh dalam
integrasi Alkitab dalam pendidikan Kristen The
Pattern of God’s Truth, menyatakan definisi integrasi sebagai suatu
kesatuan hidup dari
materi pelajaran, administrasi, dan bahkan pendidik
Kristen, dengan pola yang
kekal dan tak terbatas Kebenaran Allah.[4] Gaebelin
secara tegas menuliskan pandangannya tentang pendidikan Kristen, yang tidak
sebatas dinding sekolah, tetapi suatu
proses yang berkelanjutan dalam hidup seseorang.
Penginjilan yang tidak tertarik dalam pendidikan Kristen hanyalah setengah penginjilan.
kita terpanggil
untuk menjadi utusan-utusan Kristus yang harus menjadi perhatian, sesuatu yang begitu vital terkait dengan tujuan
kita sebagai pendidikan Kristen.
One of the commonest
misconceptions of education is that which limits it to the four walls of the
schoolroom or, to broaden the figure, to the acreage of campus. In reality,
however, education is a continuing process as broad as experience itself, and
one in which all who have contact with youth share, either consciously or
unconsciously. Therefore, it follows that a ministry not interested in
education is only half ministry, and that we who are called to be ambassadors
for Christ cannot but be deeply concerned with something so vitally linked to
our cause as Christian education.[5]
Beberapa
pandangan pendidik Kristen
pandangan
dari tokoh pendidikan Kristen tentang Integrasi kebenaran Firman Tuhan dalam
setiap subjek pembelajaran. Penggunaan Firman Tuhan dalam subjek dapat sesuai
dengan mata pelajaran tersebut, memberikan inspirasi, memberikan wawasan,
kesesuaian dan memberikan dorongan. Model integrasi Alkitab dalam subjek
pelajaran dapat dikelompokan menurut tokoh pendidikan Kristen.
Model Bryan Smith
Bryan Smith dari Bob Jones University dalam
papernya berjudul Biblical Integration:
Pitfall and Promise mengkategorikan tahapan integrasi dalam Kurikulum
Berbasis Alkitab dalam proses pembelajaran.
Bryan Smith menyebutkan empat jenis tahapan integrasi Alkitab berikut:
[6]
Tahapan 0: Relegating[7]
the Bible, Pada umumnya pendekatan ini paling
sering terjadi pada banyak sekolah Kristen. Pada tahapan ini, sekolah belum
menggunakan integrasi Alkitab dalam proses pembelajaran. Tingkatan ini ditandai
dengan melepaskan kebenaran Alkitab dalam setiap kegiatan pembelajaran. Kalaupun
ada pernyataan Alkitab yang dikutip, tidak ada
hubungan yang jelas dengan subjek pelajaran ataupun kegiatan akademik. Bryan
Smith berpendapat bahwa integrasi Alkitab belumlah terjadi sampai murid dapat
belajar bagaimana Alkitab memiliki relevansi dengan subjek yang dipelajari.
Tahapan ini dapat terjadi karena kurangnya visi dan misi pendidikan Kristen
pada sekolah. Salah satu kekeliruan besar yang sangat
mungkin terjadi dalam pendidikan Kristen saat ini adalah tidak adanya suatu
tujuan yang jelas di dalam pendidikan Kristen. Wilhoit menganalisis bahwa
banyak orang yang terlibat langsung di dalam pembelajaran seperti guru subjek,
guru Alkitab, konselor sekolah, namun mereka sering sekali tidak mempunyai
tujuan dalam keseharian yang mereka kerjakan. Mereka hanya mengatakan bahwa
mereka mengajarkan Alkitab, namun pengajaran Alkitab yang diberikan hanyalah
rutinitasnya sendiri tidak memiliki mandat injil dan bahkan mempunyai arti yang
berbeda-beda[8]
Tahapan 1: Referencing the Bible ,Pendekatan pada
tahapan ini menggunakan referensi Alkitab bersamaan mengajarkan subjek yang dipelajari. Ada dua
jenis tahapan pada integrasi jenis ini. Pertama, menggunakan analogi Alkitabiah. Bila guru mengajarkan
metamorfosis dalam sains, ia dapat menggunakan analogi pertumbuhan iman Kristen
yang kudus. Analogi Alkitabiah sangat berguna tetapi sering sekali melahirkan
permasalahan berkaitan dengan ketepatan dari analogi yang digunakan. Alasan
berikutnya analogi Alkitabiah dapat membantu murid mengingat kebenaran Alkitab
ketika murid belajar sains, sejarah ataupun bahasa. Namun analogi Alkitabiah
tidak menolong anak untuk terhubung dengan subjek pada mandat penciptaan, tidak
membantu anak dalam hidup yang telah ditebus dalam dunia yang penuh dosa.
Kedua, integrasi hanya berfokus pada kisah
Alkitabiah. Guru dapat menggunakan kisah Alkitabiah, untuk menjelaskan
beberapa konsep. Konsep tentang ironi dapat menggunakan kisah Yusuf dan Yudas.
Untuk membuktikan pengukuran π (pi), guru dapat menggunakan pembangunan bait
Allah (1 Raja-raja 7:23). Namun demikian narasi yang digunakan pada kisah
Alkitab harus memperhatikan relevansi dan kesesuaian dengan subjek pelajaran
yang sedang dipelajari.
Tahapan 2: Responding with the Bible,
Pendekatan pada tahapan ini merupakan respon terhadap Alkitab dalam
kegiatan akademik. Pendekatan jenis ini menggunakan Alkitab sebagai panduan
untuk setiap disiplin akademik dalam situasi kehidupan keseharian. Guru dapat
menggunakan Alkitab untuk menolong murid dalam menghubungkan setiap kegiatan
akademik dengan menaati mandat penciptaan dan mengasihi sesama manusia. Seorang
guru sains akan dapat mengajarkan muridnya pada penggunaan energi yang ramah
lingkungan. Seorang guru literatur dapat menggunakan puisi untuk menolong
manusia berhadapan dengan kenyataan setelah kematian. Pada tingkatan ini guru
dapat mengajarkan muridnya untuk menggunakan panduan Alkitab bagi subjek
akademik untuk Kemuliaan Tuhan. Pendekatan ini akan lebih efektif bila pembelajaran
berkaitan dengan keseharian hidup murid. Namun demikian guru tidak dapat
mengharapkan referensi tentang mandat penciptaan atau memuliakan Tuhan secara
eksplisit dalam keseharian pembelajaran.
Tahapan 3: Rebuilding with the Bible, Pendekatan ini membangun kembali ground motive dari subjek pelajaran yang
sekuler dalam kerangka dan perspektif Alkitab. Kejatuhan manusia dalam dosa
berakibat pada tercemarnya akal budi manusia dalam dosa, termasuk dalam
aktivitas kegiatan manusia dan sekularisasi subjek pelajaran yang diberikan.
Langkah pertama yang dapat dilakukan dengan memulai pertanyaan tentang asumsi yang digunakan. Pertanyaan-pertanyaan
yang digunakan berkaitan dengan perbandingan entitas religius dan sekuler berkaitan
dengan kebenaran (kemutlakan, keobjektifan), pengetahuan, iman, dan akal
budi. Dalam pendekatan ini para guru
berupaya untuk mengembalikan atau menguduskan pemikiran sekuler muridnya ke
subjek akademik dengan presuposisi kerangka Alkitabiah. Dalam kata-kata yang
disampaikan oleh John Henry Newman, ”Religious
truth is not only a portion but a condition of general knowledge”[9]
Integrasi iman dalam subjek
pelajaran harus dapat menjelaskan suatu subjek pembelajaran, proses-proses creation, fall, redemption, dan consummation menjadi ide sentral
pendidikan dalam perspektif iman Kristen. Ide ini dilanjutkan dengan penjelasan
kedalaman hati manusia dan keluasan ciptaan Tuhan di dalam berbagai aspek
realitas ciptaan Tuhan. Integrasi iman dan ilmu dapat diperankan melalui
kehidupan dan keteladanan pendidik (life
of the teacher), kurikulum, budaya,
dan kebijakan sekolah serta teachable moment[10].
Model
Martha Macculough
Martha E. Macculough, Ed.D dari Philadelphia College of Biblical Graduate
School, Center for Leadership Development (sekarang Cairn University)
menyebutkan bahwa integrasi Alkitab dapat merupakan integrasi berjenis subject to subject, subject to life dan subjek to worldview. Dalam bahasan
integrasi ke dalam subjek pelajaran
terdiri atas tiga model integrasi.[11] Model
interpersonal, model ini mengasumsikan bahwa guru dapat dengan sendirinya
mengintegrasikan bagian Alkitab dalam tema bahasan. Guru membuat relasi yang
menghasilkan integrasi iman dalam subjek pelajaran. Model interpersonal bukanlah model yang ideal
bagi sekolah Kristen. Misi sekolah Kristen tidaklah cukup dipenuhi dengan
kebergantungan dari guru Kristen semata, tidak cukup hanya menempelkan
seperangkat nilai yang pada tema yang dibahas. Integrasi harus merupakan suatu
keutuhan, hal ini dapat dicapai melalui desain strategis dari suatu kurikulum.
Model paralel, model ini menyatakan ada
keparalelan dari dua subjek pelajaran yang pemahaman berjalan beriringan. Model
paralel menganalogikan dua pemahaman seperti dua garis paralel yang tidak
pernah bersinggungan. Kedua garis paralel
ini berupa dua pemahaman paralel antara prinsip iman dengan pengetahuan
sekuler, pengetahuan publik dan spesifik, rasio dan iman, ataupun wahyu umum
dan wahyu khusus. Namun demikian hal ini dapat mengakibatkan penyimpangan dalam
prinsip kekristenan, tidak ada dua hal yang terpisah dalam perspektif iman,
oleh karenanya perlu usaha terencana untuk membawa kedua hal tersebut di atas
kepada suatu kesatuan dalam perspektif kristiani. Prinsip iman Kristen harus mengupayakan
sumber-sumber pengetahuan dalam pemahaman kerangka Alkitab sebagai sumber
kebenaran.
Model inti terintegrasi (The integrating core model). Pada model inti terintegrasi ini,
setiap bahasan dimulai dari suatu kesatuan atau keutuhan presuposisi Kristen tentang dunia dan
kehidupan keseharian. Inti dalam suatu keutuhan itu mengarah pada pengetahuan,
berlanjut pada keahlian dan sikap dalam berbagai subjek pelajaran. Kemudian
keahlian dan sikap direfleksikan kembali sampai didapatkan subjek pelajaran
yang terintegrasi pada kebenaran firman Tuhan. Maccullough berpendapat bahwa
model ini adalah dasar dari pengajaran. Murid dapat mengembagkan pemahaman
keutuhan kebenaran dan pembelajaran.
Model “makanan” Harro Van
Brummelen
Harro Van Brummelen[12], mantan
dekan fakultas pendidikan pada Trinity Western University, Langley British
Colombia, Kanada menyebutkan bahwa terdapat empat model integrasi berkaitan
dengan isi subjek pelajaran. Karakteristik dari integrasi kurikulum dapat
dimasukkan dalam empat tipe makanan yaitu “turkey
dinner”, pizza, soup dan potluck
dinner.[13]
Model integrasi “turkey dinner” mengintegrasikan isi pelajaran dari berberapa subjek pelajaran sedemikian rupa sehingga tema-tema yang serupa dapat dipadukan. Guru menyelaraskan isi kurikulum sehingga mereka hanya berurusan dengan tema yang sama di bidang studi yang
berbeda. Piring berisi beberapa makanan yang terpisah
digabungkan
dan diidentifikasi dalam sekali makan malam.
Model integrasi pizza memiliki program studi tertentu atau disiplin subjek sebagai isi utama, dengan topping
tambahan ditambahkan untuk membumbui presentasi dan menambahkan asesoris
pembeda. Dalam pelajaran bahasa, beberapa unit pengajaran membahas isi dasar bahasa yaitu sastra, bahasan sastra terkait membahas perspektif lain
seperti seni, musik, dan peristiwa sejarah dari
sezaman penulis.
Model integrasi soup melibatkan keterampilan mencampur dua atau
lebih mata pelajaran dalam suatu proyek
sehingga mata pelajaran asalnya dengan sendirinya hampir tidak nampak. integrasinya lebih terfokus
pada hasil gabungannya. Proyek integrasi tersebut mengambil perencanaan yang khusus dalam blok waktu yang lebih panjang. Sementara murid menikmati pengalaman belajar yang luar biasa dari jenis ini, struktur isi pembelajaran
asalnya hilang, isinya sedikit berkurang, mengharuskan murid untuk mengambil tes perkembangan
prestasi.
Model integrasi keempat dalam terminologi Van Brummelen adalah potluck dinner (makan malam seadanya). Ia menggunakan metafora ini untuk menggambarkan
rancangan
unit tematik untuk meningkatkan upaya murid lebih baik lagi dalam proses pembelajaran berikutnya. Dalam perayaan hari Kartini, model integrasi potluck
dinner memulainya dengan perencanaan dan penyiapan kostum khusus, makanan, seni, drama produksi,
dan pembuatan video sejarahnya.
Model subjek terpisah Allan
Glatthorn[14]
Allan A. Glatthorn, guru besar
emeritus pada jurusan pendidikan East Carolina University, menyebutkan terdapat
empat cara untuk mengintegrasikan kurikulum dengan mempertahankan subjek
pelajaran yang terpisah.
Correlation (Korelasi), metode korelasi digunakan untuk memastikan bahwa kurikulum dari dua subjek
pelajaran terkait (seperti ilmu pengetahuan dan
matematika atau ilmu sosial dan seni bahasa Inggris ) dapat dikembangkan
sehingga isi materi pembelajaran saling mendukung satu sama lain. Sebagai contoh, murid membaca sastra kolonial di kelas bahasa Inggris saat mereka sedang
mempelajari masa kolonial dalam studi sosial.
Skills
across the curriculum (Keterampilan di seluruh kurikulum), kurikulum dapat dibuat lebih kohesif sehingga subjek pelajaran memastikan terdapat keterampilan seperti membaca, menulis, dan kemampuan belajar yang memperkuat seluruh kurikulum tidak terbatas
pada apresiasi bahasa dan tata
bahasa.
Unified
curricula (mempersatukan kurikulum). Istilah
ini menunjuk desain kurikulum untuk mata pelajaran yang diberikan sehingga pembagian subjek dapat diminimalkan dan lebih
menekankan sifat keseluruhan. kurikulum terpadu dapat berupa penggunaan tematik bagi subjek bahasa dan ilmu pengetahuan.
Informal
integration (Integrasi informal). Dalam model ini, guru membawa konten dari satu subjek, sementara
menekankan keterampilan dan konsep-konsep lain . Dengan demikian, seorang guru
SD mengajar materi pengetahuan sosial tentang Korea, namun secara informal akan memberikan pengetahuan tentang seni dan
musik negara Korea.
Model Vee dari Harold
Klassen
Model “Vee” Klassen[15]
mengacu pada rumusan kerangka narasi besar Creation,
Fall, Redemption, and consummation (CFRC)[16].
Klassen menggambarkan integrasi sebagai garis yang mula-mula menaik dalam karya
ciptaan Allah, kemudian membentuk huruf Vee disebabkan jatuhnya manusia dalam
dosa, yang kemudian dipulihkan dalam kasih Allah dalam karya penebusan Yesus
Kristus. Arah horisontal semakin menaik karena penebusan dan penggenapan
rencana Allah pada hidup manusia.
Model “Vee” Klassen memberikan kerangka
integrasi praktis dalam pembelajaran sesuai dengan grandstory CFRC. Klassen membukukannya dalam visual valet yang
merupakan bantuan personal bagi guru dan pemikir Kristen. Model ini memberikan
panduan dalam bentuk tanya jawab reflection, distortion, revelations, dan
application untuk memandu mata
pelajaran terpadu dengan Biblical
integration.
Model Fase
Integrasi
Selama interaksi tim pengembangan
kurikulum pendidikan Kristen dalam berproses untuk menggarap perangkat
kurikulum bagi pelayanan sekolah Kristen IPEKA, pelaksanaan integrasi
Alkitab dalam setiap subjek pelajaran di
sekolah Kristen meliputi tiga fase.
Fase pemahaman integrasi, fase ini
berupa penjajakan, awal pemahaman para pendidik Kristen tentang kurikululum
sekolah kristen yang tidak lain adalah sekolah Kristen harus mengintegrasikan
kebenaran firman Tuhan dalam setiap subjek pelajaran. Dalam tahapan ini proses
pembelajaran untuk memahami esensi pendidikan Kristen terjadi, interaksi dan
diskusi dari para pengembang kurikulum sering berlangsung tidak lancar, sampai
akhirnya mereka menemukan prinsip dan konsep tentang filsafat pendidikan
Kristen yang sesuai untuk mendasari implemetasi di sekolah. Pemahaman yang
mendasar tentang worldview, prolegomena,
grandstory CFRC, Christian nurturing, wisdom by design, Christian formation,
enkapsis dan konsep inti lainnya
dalam pendidikan Kristen merupakan istilah yang lebih familiar. Pada tahapan
ini tidak semua guru memiliki pemahaman yang sama tentang kurikulum berbasis
Alkitab. Para pemimpin membutuhkan perhatian untuk melakukan pelatihan bagi
guru-guru. Pelatihan ini memotivasi guru -guru untuk memiliki pemahaman dan
kerinduan mengimplementasikan di dalam kelas, termasuk didalamnya penamaan
program dari implementasi ini
Fase awal implementasi integrasi, fase
ini ditandai dengan uji coba implementasi administrasi dan metode yang akan
digunakan dalam proses pembelajaran yang berbentuk keseluruhan atau berbentuk
rujukan permata pelajaran. Pada dasarnya implementasi dapat berupa Kurikulum
berbasis Alkitab secara keseluruhan atau produk referensi Alkitab yang
mendampingi setiap mata pelajaran dengan prinsip-prinsip Alkitab berbentuk Biblically Integrated. Implementasi dari
fase ini berkaitan dengan diskusi tentang pelaksanaan keefektifan di dalam
kelas. Pendampingan implementasi merupakan kunci keberhasilan di dalam kelas,
termasuk pembuatan buku-buku konsep integrasi (filsafat pendidikan Kristen),
modul pelatihan, jurnal pendidikan Kristen termasuk penyusunan buku-buku
pelajaran untuk murid dari perspketif Kristen. Silang pendapat, diskusi serta
perubahan beberapa administrasi
implementasi kurikulum terjadi, beberapa diantaranya pendampingan yang
hanya menempelkan penggunaan ayat alkitab dalam kolom integrasi Alkitab di
silabus, penggunaan jurnal murid dalam implementasi pembelajaran, termasuk nama
atribut, dan seberapa jauh konsep-konsep pembelajaran yang perlu
diimplementasikan.
Fase implementasi integrasi, fase ini
ditandai dengan implementasi metode, administrasi dan evaluasi yang digunakan
untuk memperbaiki proses pembelajaran dari perspektif Kristen. Implementasi
dari fase ini berkaitan berlangsungnya pelatihan guru dengan pola dan materi
yang sudah disesuaikan agar dapat digunakan di dalam kelas. Guru-guru memiliki
kerinduan yang sama dalam pelayanan memenangkan anak bagi Tuhan dalam proses
akademik yang unggul. Integrasi Alkitab memberikan pengetahuan, membentuk pola
pikir murid dalam segala kehidupannya dalam perspektif Kristen. Implementasi
sudah mencakup keseluruhan proses pendidikan dengan berbagai perangkat
pembinaan dan pembimbingan pada anak. Integrasi Alkitab diberlakukan lebih
lagi, dengan memuridkan setiap pimpinan sekolah adalah pemimpin dalam kurikulum
berbasis Alkitab. Setiap pemimpin pendidikan adalah kurikulum yang hidup dan
dibenarkan dalam firman Tuhan.
Penutup
Segala sesuatu dalam sekolah Kristen
harus berdasarkan pada Alkitab. Tujuan, perencanaan, materi pembelajaran,
proses pembelajaran, penilaian yang berasal dari sumber lainnya harus dievaluasi
melalui kebenaran Alkitab. Setiap guru Kristen sudah seharusnya mengambil
bagian untuk mengintegrasikan setiap proses pembelajarannya dengan cara
berpikir Kristen, sebagai bagian dari misi kehidupan barunya. Filsafat
pendidikan Kristen memandu proses pembelajaran yang mengungkapkan rencana Allah
dalam setiap kehidupan murid dan pendidik di sekolah. Integrasi Alkitab dalam
subjek pelajaran merupakan karakteristik “vital
distinction” yang membedakan dari proses pendidikan umumnya. Implementasi
yang segera dan penting dilakukan bagi sekolah Kristen untuk menjalankan misi
mandat injili dan mandat budaya.
[1]
Integrasi berasal dari kata latin
“integritas” yang berarti keutuhan, kelengkapan, keseluruhan.
[2] www.virtualsalt.com/int/intdef.pdfIntegrasi
[3] Paul A Kienel, Gibbs Ollie E. and Berry Sharon E. editors, Philosophy of Christian School Education,
(Colorado: ACSI publisher, 1982), hlm.315
[4]
Gaebelein (Colorado Springs: Association of Christian Schools
International, 2002), hlm. 9
[5] ibid.,
hlm 7.
[7] Relegating = mengasingkan,
mengisolasikan
[8] Wilhoit, James C., Christian Education and the Search for Meaning, 2nd edition (Grand Rapids, MI: Baker Book
House, 1991), hlm. 9-11.
[9]
John Henry Cardinal Newman, The
Idea of a University, (London, 1901), hlm.70
[10] Teachable moment adalah penggunaan
situasi sebagai sarana memberikan Firman Tuhan. Ketika Nikodemus datang pada
Tuhan Yesus, Ia mengajarkan kelahiran baru
[11]
Martha Maccullough, Developing a
Worldview Approach to Biblical Integration (Philadelphia: Philadelphia
Biblical University School of Education, 2008)
[12] Harro Van Brummelen (1942-2014) Penulis buku
kurikulum Kristen seperti Steppingstones
to curriculum: A Biblical Path, Walking
with God in the classroom: the Christian Approach to Teaching and Learning.
[13] Kenneth
S. Colley, The Helmsman Leading with
Courage and Wisdom, (Colorado Springs: Purposeful Design Publication,
2006), hlm 81
[14] Allan
A. Glatthorn, Differentiated Supervision
(Alexandria, VA: Association for Supervision and Curriculum Development, 1984),
hlm. 78-79
Tidak ada komentar:
Posting Komentar