Kamis, 09 Juni 2016

Otoritas dan keteladanan pendidik


Otoritas dan Keteladanan Pendidik
Dr. Khoe Yao Tung, M.Sc.Ed, M.Ed


Alexander Sutherland Neill (1883 - 1973) adalah seorang tokoh pendidikan progresif Skotlandia. Neil sendiri adalah pendiri Summerhill school pada 1960. Ia terkenal sebagai seorang penganjur pendidikan yang berbasis kebebasan pribadi untuk anak-anak. Neill pernah mengatakan bahwa kasih dan otoritas adalah dua entitas yang saling bertentangan. Ia menyatakan bahwa seseorang baik guru atau orangtua tidak akan dapat menunjukkan keduanya. Dalam proses pembelajaran, Neill menentang keberadaan seseorang yang menjadi otoritas dalam proses pembelajaran “I believe that to impose anything by authority is wrong. The child should not do anything until he comes to the opinion- his own opinion – that it should be done.”[1]
Pendapat Neil jelas sangat menyesatkan. Alkitab menjelaskan bahwa seorang guru harus memiliki otoritas, ia tidak saja menjadi penanggung jawab proses pembelajaran tetapi penatalayan pekerjaan Tuhan. Otoritas merupakan  konsep kekristenan yang berasal dari Tuhan. Otoritas didelegasikan kepada kita oleh Tuhan, secara langsung dan tidak langsung. Tuhan memberikan otoritas kepada orang tua, pekerja Tuhan dan siapa saja yang dipanggil Tuhan dalam tugas yang khusus seperti mengajar. Otoritas dapat didefinisikan sebagai keputusan tepat yang memberikan pengaruh pilihan pada orang lain[2].
Alkitab menyebutkan bahwa Tuhan sendiri yang mengangkat pengajar-pengajar bagi pekerjaannya, “Dan Ialah yang memberikan baik rasul-rasul maupun nabi-nabi, baik pemberita-pemberita Injil maupun gembala-gembala dan pengajar-pengajar, untuk memperlengkapi orang-orang kudus bagi pekerjaan pelayanan, bagi pembangunan tubuh Kristus, sampai kita semua telah mencapai kesatuan iman dan pengetahuan yang benar tentang Anak Allah, kedewasaan penuh, dan tingkat pertumbuhan yang sesuai dengan kepenuhan Kristus” (Ef. 4:11-13). Guru Kristen adalah guru yang berotoritas. Otoritasnya diberikan oleh Tuhan untuk mengajarkan murid-muridnya dalam kebernaran Firman Tuhan.
Otoritas apa yang didelegasikan pada seorang guru dalam suatu proses pembelajaran? Dalam bukunya the Emperor’s New Clothes: The Naked Truth About New Psychology, William Kilpatrick (1985), menyatakan bahwa guru dan orangtua yang harus memiliki otoritas, namun Kilpatrick menyatakan bahwa otoritas legal tanpa otoritas moral akan menyebabkan murid mengalami penyimpangan perilaku. Guru memiliki kewajiban dan tanggung jawab moral dalam menjalankan tugasnya. Mereka tidak berperan sebagai penanggungjawab pendidikan semata tetapi berfungsi sebagai pemimpin yang melayani (servant-leader), terutama penatalayan dalam panggilan  untuk mendidik.
Otoritas guru Kristen ditunjukkan dalam kasih dan keteladanannya . Firman Tuhan memperlihatkan kasih sempurna seperti yang diperagakan Tuhan Yesus, pelayan yang rendah hati dan Tuhan menjadi manusia tetap memiliki otoritas. Alkitab dalam Yohanes 13, memperlihatkan Tuhan Yesus melayani dengan hati dan berbuat, dengan membasuh kaki para murid-murid-Nya. Sesudah itu Yesus mengatakan “…Sama seperti Ia senantiasa mengasihi murid-murid-Nya demikianlah sekarang Ia mengasihi mereka sampai kepada kesudahannya” (Yoh 13:1), rangkaian ini belanjut dengan “Kamu menyebut Aku Guru dan Tuhan, dan katamu itu tepat, sebab memang Akulah Guru dan Tuhan” (Yoh. 13:13). Kemudian Tuhan memberikan perintah “sebab Aku telah memberikan suatu teladan kepada kamu, supaya kamu juga berbuat sama seperti yang telah Kuperbuat kepadamu” (Yoh 13:15), “Jikalau kamu tahu semua ini, maka berbahagialah kamu, jika kamu melakukannya” (Yoh 13:17).
Tuhan Yesus selalu mengingatkan akan peran pemimpin yang melayani, Ia mengingatkan akan godaan memiliki otoritas dan kekuasaan. Alkitab dalam Markus 10:42-45 menyebutkan "Kamu tahu, bahwa mereka yang disebut pemerintah bangsa-bangsa memerintah rakyatnya dengan tangan besi, dan pembesar-pembesarnya menjalankan kuasanya dengan keras atas mereka. Tidaklah demikian di antara kamu. Barangsiapa ingin menjadi besar di antara kamu, hendaklah ia menjadi pelayanmu, dan barangsiapa ingin menjadi yang terkemuka di antara kamu, hendaklah ia menjadi hamba untuk semuanya. Karena Anak Manusia juga datang bukan untuk dilayani, melainkan untuk melayani dan untuk memberikan nyawa-Nya menjadi tebusan bagi banyak orang." Sikap dalam menggembalakan dalam pelayanan rohani disampaikan oleh rasul Petrus dalam bagian Firman Tuhan, 1 Peterus 5:2-3, “Gembalakanlah kawanan domba Allah yang ada padamu, jangan dengan paksa, tetapi dengan sukarela sesuai dengan kehendak Allah, dan jangan karena mau mencari keuntungan, tetapi dengan pengabdian diri. Janganlah kamu berbuat seolah-olah kamu mau memerintah atas mereka yang dipercayakan kepadamu, tetapi hendaklah kamu menjadi teladan bagi kawanan domba itu.”
Rasul Paulus dalam 1 Tesalonika 2:7-12 menyatakan perilaku-perilaku penting dalam pemberitaan Injil, Tetapi kami berlaku ramah di antara kamu, sama seperti seorang ibu mengasuh dan merawati anaknya. Demikianlah kami, dalam kasih sayang yang besar akan kamu, bukan saja rela membagi Injil Allah dengan kamu, tetapi juga hidup kami sendiri dengan kamu, karena kamu telah kami kasihi. Sebab kamu masih ingat, saudara-saudara, akan usaha dan jerih lelah kami. Sementara kami bekerja siang malam, supaya jangan menjadi beban bagi siapapun juga di antara kamu, kami memberitakan Injil Allah kepada kamu. Kamu adalah saksi, demikian juga Allah, betapa saleh, adil dan tak bercacatnya kami berlaku di antara kamu, yang percaya. Kamu tahu, betapa kami, seperti bapa terhadap anak-anaknya, telah menasihati kamu dan menguatkan hatimu seorang demi seorang, dan meminta dengan sangat, supaya kamu hidup sesuai dengan kehendak Allah, yang memanggil kamu ke dalam Kerajaan dan kemuliaan-Nya.”
Dalam bukunya, Making it Till Friday[3], pendidik Long dan William menuliskan kembali peran kasih dalam penatalayanan pembelajaran
“We regard love as an attitude that expresses itself in a helping action. On the other hand, liking is an attitude that expresses itself in feeling on attraction to or fondness for others. It would be nice to feel attracted to or fond of everyone, because helping them would then be easier. But is it really possible to be attracted to everyone at all times? Probably not. Furthermore pretending that one can like every student equally could eventually lead to disillusionment when that standard cannot be met. Teachers, however, can take actions in the best interests of students- regardless of how cantankerous or unlikeable students may be at a given moment. To us, that is love. As a matter of fact, philosopher-scholar C.S. Lewis (1952) says that loving your enemies is easier when you recognize that you do not have to be fond of them.”
Terjemahan bebasnya sebagai berikut, "Kami menganggap  kasih sebagai sikap menyatakan diri dalam tindakan menolong. Di sisi lain, keinginan adalah sikap yang menyatakan diri  dalam perasaan daya tarik atau kesukaan orang lain. Akan lebih baik untuk merasa tertarik atau menyukai semua orang, karena akan membantu mereka dengan lebih mudah kemudian. Tapi apakah mungkin itu benar-benar menarik semua orang ssetiap saat? Mungkin tidak. Selain berpura-pura bahwa yang satu dapat seperti setiap murid sama-sama dapat akhirnya menyebabkan kekecewaan ketika standar itu tidak dapat dipenuhi. Namun, guru dapat mengambil tindakan bagi kepentingan terbaik muridnya terlepas dari bagaimana bantahan atau ketidaksukaan murid pada saat yang diberikan. Bagi kami, itu adalah kasih. Sebagai soal fakta, filsuf-sarjana C.S. Lewis (1952) mengatakan bahwa mencintai musuh lebih mudah ketika kita menyadari bahwa kita tidak memiliki keharusan menyukai mereka."
Selain berotoritas, seorang guru Kristen harus mengajarkan kebenaran melalui keteladanan hidup-Nya. Keteladanan guru Kristen  adalah keteladan yang memancarkan kehidupan barunya bersama Kristus. Bagi guru Kristen pendidikan adalah menjalankan mandat injili melalui otoritasnya dalam kebenaran dan keteladanan hidupnya. otoritas dan kasih adalah dua entitas yang jelas harus terdapat pada guru Kristen, keduanya menyatu dalam kehidupan belajar di sekolah Kristen. Kasih dan otoritas berjalan berdampingan, seiring sekata. Guru adalah pemimpin yang melayani, guru yang mengasihi dan  guru yang berotoritas. Dalam hal ini A.S Neill jelas telah salah!



[1] Joy A. Palmer (ed), Fifty Modern Thinkers on Education, From Piaget to the Present, London: Routledge, 2003.
  Bandingkan dengan www.parentingscience.com/Summerhill-School.html (diakses 3 September 2014)
[2] Joy D.  McCullough, Kingdom Living in Your Classroom (Colorado Springs: Purposeful Design Publication, 2008), hlm. 56
[3] James D. Long dan Robert L. Williams, Making It Till Friday: Your Guide to Effective Classroom Management, (New Jersey: Princeton Book Company, 19855), hlm 15-16