Otoritas dan Keteladanan
Pendidik
Dr. Khoe Yao Tung, M.Sc.Ed, M.Ed
Alexander Sutherland
Neill (1883 - 1973) adalah seorang tokoh pendidikan progresif Skotlandia. Neil sendiri
adalah pendiri Summerhill school pada 1960. Ia terkenal sebagai
seorang penganjur pendidikan yang berbasis kebebasan pribadi untuk anak-anak. Neill
pernah mengatakan bahwa kasih dan otoritas adalah dua entitas yang saling
bertentangan. Ia menyatakan bahwa seseorang baik guru atau orangtua tidak akan
dapat menunjukkan keduanya. Dalam proses pembelajaran, Neill menentang
keberadaan seseorang yang menjadi otoritas dalam proses pembelajaran “I believe that to impose anything by
authority is wrong. The child should not do anything until he comes to the
opinion- his own opinion – that it should be done.”[1]
Pendapat Neil jelas sangat
menyesatkan. Alkitab menjelaskan bahwa seorang guru harus memiliki otoritas, ia
tidak saja menjadi penanggung jawab proses pembelajaran tetapi penatalayan
pekerjaan Tuhan. Otoritas merupakan
konsep kekristenan yang berasal dari Tuhan. Otoritas didelegasikan
kepada kita oleh Tuhan, secara langsung dan tidak langsung. Tuhan memberikan
otoritas kepada orang tua, pekerja Tuhan dan siapa saja yang dipanggil Tuhan
dalam tugas yang khusus seperti mengajar. Otoritas dapat didefinisikan sebagai
keputusan tepat yang memberikan pengaruh pilihan pada orang lain[2].
Alkitab menyebutkan bahwa Tuhan
sendiri yang mengangkat pengajar-pengajar bagi pekerjaannya, “Dan Ialah yang memberikan baik rasul-rasul
maupun nabi-nabi, baik pemberita-pemberita Injil maupun gembala-gembala dan
pengajar-pengajar, untuk memperlengkapi orang-orang kudus bagi pekerjaan
pelayanan, bagi pembangunan tubuh Kristus, sampai kita semua telah mencapai
kesatuan iman dan pengetahuan yang benar tentang Anak Allah, kedewasaan penuh,
dan tingkat pertumbuhan yang sesuai dengan kepenuhan Kristus” (Ef.
4:11-13). Guru Kristen adalah guru yang berotoritas. Otoritasnya diberikan oleh
Tuhan untuk mengajarkan murid-muridnya dalam kebernaran Firman Tuhan.
Otoritas apa yang didelegasikan
pada seorang guru dalam suatu proses pembelajaran? Dalam bukunya the Emperor’s New Clothes: The Naked Truth
About New Psychology, William Kilpatrick (1985), menyatakan bahwa guru dan
orangtua yang harus memiliki otoritas, namun Kilpatrick menyatakan bahwa
otoritas legal tanpa otoritas moral akan menyebabkan murid mengalami
penyimpangan perilaku. Guru memiliki kewajiban dan tanggung jawab moral dalam
menjalankan tugasnya. Mereka tidak berperan sebagai penanggungjawab pendidikan
semata tetapi berfungsi sebagai pemimpin yang melayani (servant-leader), terutama penatalayan dalam panggilan untuk mendidik.
Otoritas guru Kristen ditunjukkan
dalam kasih dan keteladanannya . Firman Tuhan memperlihatkan kasih sempurna
seperti yang diperagakan Tuhan Yesus, pelayan yang rendah hati dan Tuhan
menjadi manusia tetap memiliki otoritas. Alkitab dalam Yohanes 13,
memperlihatkan Tuhan Yesus melayani dengan hati dan berbuat, dengan membasuh
kaki para murid-murid-Nya. Sesudah itu Yesus mengatakan “…Sama seperti Ia senantiasa mengasihi murid-murid-Nya demikianlah
sekarang Ia mengasihi mereka sampai kepada kesudahannya” (Yoh 13:1),
rangkaian ini belanjut dengan “Kamu
menyebut Aku Guru dan Tuhan, dan katamu itu tepat, sebab memang Akulah Guru dan
Tuhan” (Yoh. 13:13). Kemudian Tuhan memberikan perintah “sebab Aku telah memberikan suatu teladan
kepada kamu, supaya kamu juga berbuat sama seperti yang telah Kuperbuat
kepadamu” (Yoh 13:15), “Jikalau kamu
tahu semua ini, maka berbahagialah kamu, jika kamu melakukannya” (Yoh
13:17).
Tuhan Yesus selalu mengingatkan
akan peran pemimpin yang melayani, Ia mengingatkan akan godaan memiliki otoritas
dan kekuasaan. Alkitab dalam Markus 10:42-45 menyebutkan "Kamu tahu, bahwa mereka yang disebut
pemerintah bangsa-bangsa memerintah rakyatnya dengan tangan besi, dan pembesar-pembesarnya
menjalankan kuasanya dengan keras atas mereka. Tidaklah demikian di antara kamu. Barangsiapa ingin
menjadi besar di antara kamu, hendaklah ia menjadi pelayanmu, dan barangsiapa ingin menjadi yang terkemuka di antara kamu,
hendaklah ia menjadi hamba untuk semuanya. Karena Anak
Manusia juga datang bukan untuk dilayani, melainkan untuk melayani dan untuk
memberikan nyawa-Nya menjadi tebusan bagi banyak orang." Sikap dalam menggembalakan dalam pelayanan rohani disampaikan oleh
rasul Petrus dalam bagian Firman Tuhan, 1 Peterus 5:2-3, “Gembalakanlah kawanan domba Allah yang ada
padamu, jangan dengan paksa, tetapi dengan sukarela sesuai dengan kehendak
Allah, dan jangan karena mau mencari keuntungan, tetapi dengan pengabdian diri.
Janganlah kamu berbuat seolah-olah kamu mau memerintah atas mereka yang
dipercayakan kepadamu, tetapi hendaklah kamu menjadi teladan bagi kawanan domba
itu.”
Rasul Paulus dalam 1
Tesalonika 2:7-12 menyatakan perilaku-perilaku penting dalam pemberitaan Injil,
“Tetapi
kami berlaku ramah di antara kamu, sama seperti seorang ibu mengasuh dan
merawati anaknya. Demikianlah kami, dalam kasih sayang yang besar akan kamu,
bukan saja rela membagi Injil Allah dengan kamu, tetapi juga hidup kami sendiri
dengan kamu, karena kamu telah kami kasihi. Sebab kamu masih ingat,
saudara-saudara, akan usaha dan jerih lelah kami. Sementara kami bekerja siang
malam, supaya jangan menjadi beban bagi siapapun juga di antara kamu, kami
memberitakan Injil Allah kepada kamu. Kamu adalah saksi, demikian juga Allah,
betapa saleh, adil dan tak bercacatnya kami berlaku di antara kamu, yang
percaya. Kamu tahu, betapa kami, seperti bapa terhadap anak-anaknya, telah
menasihati kamu dan menguatkan hatimu seorang demi seorang, dan meminta dengan
sangat, supaya kamu hidup sesuai dengan kehendak Allah, yang memanggil kamu ke
dalam Kerajaan dan kemuliaan-Nya.”
Dalam bukunya, Making it Till Friday[3],
pendidik Long dan William menuliskan kembali peran kasih dalam penatalayanan
pembelajaran
“We regard love as an
attitude that expresses itself in a helping action. On the other hand, liking
is an attitude that expresses itself in feeling on attraction to or fondness
for others. It would be nice to feel attracted to or fond of everyone, because
helping them would then be easier. But is it really possible to be attracted to
everyone at all times? Probably not. Furthermore pretending that one can like
every student equally could eventually lead to disillusionment when that
standard cannot be met. Teachers, however, can take actions in the best
interests of students- regardless of how cantankerous or unlikeable students
may be at a given moment. To us, that is love. As a matter of fact,
philosopher-scholar C.S. Lewis (1952) says that loving your enemies is easier
when you recognize that you do not have to be fond of them.”
Terjemahan
bebasnya sebagai berikut, "Kami menganggap
kasih sebagai sikap menyatakan diri dalam tindakan menolong. Di sisi
lain, keinginan adalah sikap yang menyatakan diri dalam perasaan daya tarik atau kesukaan orang lain.
Akan lebih baik untuk merasa tertarik atau menyukai semua orang, karena akan membantu
mereka dengan lebih mudah kemudian. Tapi apakah mungkin itu benar-benar menarik
semua orang ssetiap saat? Mungkin tidak. Selain berpura-pura bahwa yang satu
dapat seperti setiap murid sama-sama dapat akhirnya
menyebabkan kekecewaan ketika standar itu tidak dapat dipenuhi. Namun, guru
dapat mengambil tindakan bagi kepentingan terbaik muridnya terlepas dari
bagaimana bantahan atau ketidaksukaan murid
pada saat yang diberikan. Bagi kami, itu adalah kasih. Sebagai soal fakta,
filsuf-sarjana C.S. Lewis (1952) mengatakan bahwa mencintai musuh lebih mudah
ketika kita menyadari bahwa kita tidak memiliki keharusan menyukai
mereka."
Selain berotoritas, seorang
guru Kristen harus mengajarkan kebenaran melalui keteladanan hidup-Nya. Keteladanan
guru Kristen adalah keteladan yang
memancarkan kehidupan barunya bersama Kristus. Bagi guru Kristen pendidikan
adalah menjalankan mandat injili melalui otoritasnya dalam kebenaran dan
keteladanan hidupnya. otoritas dan kasih adalah dua entitas yang jelas harus terdapat
pada guru Kristen, keduanya menyatu dalam kehidupan belajar di sekolah Kristen.
Kasih dan otoritas berjalan berdampingan, seiring sekata. Guru adalah pemimpin
yang melayani, guru yang mengasihi dan
guru yang berotoritas. Dalam hal ini A.S Neill jelas telah salah!
[1] Joy A. Palmer (ed),
Fifty Modern Thinkers on Education, From Piaget to the Present, London:
Routledge, 2003.
Bandingkan dengan www.parentingscience.com/Summerhill-School.html
(diakses 3
September 2014)
[2] Joy D. McCullough, Kingdom Living in Your Classroom (Colorado Springs: Purposeful
Design Publication, 2008), hlm. 56
[3]
James D. Long dan Robert L. Williams, Making It Till Friday: Your Guide to
Effective Classroom Management, (New Jersey: Princeton Book Company, 19855),
hlm 15-16