Lukisan, worldview Kristen, dan Guru Kristen
Dr. Khoe Yao Tuntg, MSc.Ed, M Ed.
Pernah melihat lukisan sekitar perang yang
fenomenal ala Fransisco Goya? Goya (1746 –1828)
adalah pelukis asal Spanyol yang objek
lukisan perang, entah pertarungan satu lawan satu, perperangan antar pasukan,
pembataian tawanan perang dan sebagainya seputar perang. Ada suatu contoh lukisan
Goya yang menarik yaitu sebuah lukisan bergambar eksekusi tembakan mati “Eksekusi
orang Spanyol oleh tentara Napoleon” yang diberikan judul The Third of May 1808, Melihat lukisan itu kita akan terjebak lama memandangi
lukisan tersebut, bisa jadi kita akan berimajinasi dalam melihat lukisan tersebut,
walaupun tidak ada unsur nilai yang diperjuangkan. Lukisannya hanya mewakili data,
fakta dan semangat awal zaman modern. Unsur-unsur dalam karya seninya subversif
dan subjektif, keahliannya dalam teknik melukis, menjadikan karyanya sebagai
acuan bagi seniman generasi selanjutnya seperti Manet dan Picasso.
Selanjutnya lukisan Joseph M. W. Turner, RA
(1775-1851) menarik untuk disimak, pelukis romantik asal Inggris, objek utama
lukisannya menekankan landscape dan
alam, ia memberikan sensasi perasaan dan nuansa pada kondisi alam, salah satu
lukisan yang menarik adalah fishermen at
the sea, beberapa pelaut tengah di ombang-ambing di tengah laut dalam
kegelapan langit dengan ombak dashyat, hanya secercah sinar yang menyinari para
pelaut. Kita akan dibawa oleh Turner ke situasi dalam keadaan tersebut. Ia
menggunakan natur alam ciptaan alam dengan sensasi perasaan dan nuansanya pada landscape-nya. Pierre Auguste Renoir
(1841-1919), pelukis impresionis asal
Perancis, ia menggunakan impresi cahaya (random
lights), untuk menimbulkan sensasi dalam lukisannya. Salah satu adalah lukisannya
adalah Luncheon of the Boating Party, sebuah lukisan pesta di
atas kapal dari sekelompok teman Renoir yang bersantai di balkon sepanjang Sungai
Seine. Dalam lukisan ini, kita akan menangkap sukacita dengan gambaran permainan
cahaya Renoir.
Henri Matisse (1869-1954) seorang pelukis Perancis
yang menggunakan lukisannya dengan ekpersi warna dan gambar untuk menampilkan
emosi, salah satu karyanya Woman with a Hat (Madame Matisse), yang
walaupun tidak sehalus lukisan realis namun memberikan kedalaman emosi dalam
lukisannya. Lain lagi dengan Pablo Ruiz Picasso (1881 –1973) ia menekankan
perspektif dan distorsi yang ada pada suatu lukisan. Gaya kubisme temuan
Picasso ini mengubah wawasan dunia akan penilaian suatu lukisan. lukisan bukan
saja sebagai keindahan seni, tetapi merupakan pula sebagai hasil penelitian dan
eksperimen. Picasso, seorang seniman
kelahiran Spanyol, ia adalah pengagas kubisme dan dikenal sebagai pelukis
revolusioner. Cobalah
perhatikan painting feather dari
Pablo Picasso lukisan-lukisannya seperti penuh dengan kemustahilan (absurdity) atau ungkapan Picasso
dengan parafrasa yang menyatakan bahwa “Art
is the lie that helps us see the truth”[1]. Ingat cerita
klasik lukisan raja bermata satu? Pada zaman dahulu ada seorang raja, raja itu
cacat, karena ia hanya memiliki satu mata. Satu matanya yang lain buta karena
pertempuran melawan musuhnya. Pada saat ulang tahunnya ia meminta para
pengalwanya untuk dicarikan para pelukis yang handal. Setelah didapatnya para
pelukis itu, disuruhlah dia untuk melukis wajah sang raja. pelukis pertama,
melukis raja apa adanya, dibuatnya pada kanvas seorang raja yang mempunyai mata
satu, raja marah dan tidak terima, lalu dibunuhlah pelukis itu. Pelukis kedua
melukis raja itu dari samping, sehingga raja tidak kelihatan cacatnya. Tapi
raja tetap marah, lalu dibunuhnya lagi
pelukis itu. Tibalah pelukis ketiga
yang sudah sangat ketakutan. Pelukis ini mempunyai ide yang cemerlang.
sedikit demi sedikit ia menyelesaikan lukisannya dan akhirnya raja senang
dengan lukisannya, karena pelukis ketiga menggambarkan raja dengan pose raja
yang sedang menembak. Seorang pelukis adalah
seniman yang terpanggil dan mengerjakan dengan hati. Juga seorang pelukis
bukanlah pelukis yang menggambarkan kebohongan untuk menolong kita melihat
suatu kebenaran seperti ungkapan Picasso.
Ada sebuah lukisan klasik yang
berjudul hope[2]
karya George Frederic Watts, suatu lukisan klasik yang sarat makna. Bagi
pelukisnya makna yang dimaksudkan adalah sebuah harapan yang mendalam, namun bila
diperhatikan lebih lanjut terbesit makna lain yaitu keputusasaan. Lukisan itu
bergerak antara harapan
dan keputusasaan, keduanya menyatu tergambarkan dalam
lukisan Frederic Watts, walaupun ia memberikan judul hope bagi lukisannya itu, namun cara kita menginterpretasi suatu
makna kehidupan tergantung dari worldview
yang kita gunakan. Interpretasi akan makna yang dikandung dari suatu objek
atau kejadian tergantung dari cara kita melihatnya, mirip menginterpretasikan
sebuah lukisan. Seseorang perlu memiliki
worldview dalam pekerjaan dan
pelayanannya. sebagai suatu sistem belief seseorang menghadapi keseharian hidup menurut Ronald H. Nash, worldview or
conceptual framework is that pattern of concepts (ideas) by which people organize
their beliefs and that enables them to make sense of the world[3].
Andrea
Pozzo (1642 –1709) adalah pelukis beraliran Baroque, arsitek, dekorator,
desain, dan ahli seni. Pozzo dikenal untuk lukisan nya megah menggunakan teknik
ilusi tiga dimensi yang disebut quadrature. Maha-karyanya adalah lukisan tiga
dimensi di langit-langit di gereja Saint Ignazio of Loyolla di Roma. Tekniknya
telah menjadikannya salah satu tokoh paling luar biasa di periode Barok. Pozzo
dikenal sebagai perencana arsitektur Katedral Ljubljana yang terinspirasi oleh
desain gereja Saint Ignazio di Roma. Karyanya tentang lukisan Allegory of the Jesuits' Missionnary
telah menjadi berkat karena begitu indah, megah dan memuliakan Tuhan.
Worldview menentukan arah dari pelayanan
yang kita lakukan, suatu keyakinan untuk apa kita melakukan sesuatu, mengapa
melakukan itu dan seterusnya. Worldview adalah personal, terbentuk dari
pengalaman, ide, konsep yang akhirnya menjadi belief bagi keseharian
kehidupannya. Seorang pelukis yang memiliki worldview Kristen, akan
menggunakan bakat dan talentanya bagi kemuliaan Tuhan dan menjadi berkat bagi
sesamanya.
Karya seniman besar Michael Angelo (1475-1564) termasuk
karya besar yang memiliki daya religius. Karyanya merupakan ekspresi sikap
pribadi dan jati diri kekristenannya adalah “The Prophet Jeremiah".
Karya itu terdapat di dalam Kapel Gereja Vatikan. Karya tersebut adalah master
piece yang di adaptasi oleh seniman Rodin yang amat terkenal dengan judul “thinker”
manusia sebagai makhluk yang harus selalu berpikir. Dua figur obyek karya
seni itu yang mengambil figur manusia laki-laki yang keduanya sama-sama sedang
duduk dan berpikir dengan ekspresi yang amat serius. Karya Rodin dengan figure
seorang manusia anonym dengan segala ketelanjangan dirinya yang berdiri sendiri
tanpa latar belakang. Sedangkan karya Michel Angelo mengambil figur tokoh Alkitab
yaitu Nabi Yeremia. Pada karya itu figur Yeremia sebagai obyek utama karya
seninya memiliki obyek latar belakang yang menvisualisasikan kehidupan manusia
pada zaman tersebut. Karya tersebut memperjelas para penikmatnya dalam relasi
kekristenan.
Karya lainnya yang amat terkenal dari Michael
Angelo adalah lukisan yang berjudul "Creation of Adam", lukisan
ini terdapat di Kapel Sistine, Roma, Vatikan. Karya seni lukisan di atas
dinding tembok (mural). Michael Angelo menggarapnya dengan lukisan puitik dalam
gambar Adam yang sedang berbaring menyandar pada tangan kanannya mengulurkan
tangan kirinya pada sesosok figur orang tua. Ada pula orang yang menafsirkan
orang tua tersebut adalah lambang dari Allah sendiri yang menciptakan Adam. Disamping
figur orang tua terdapat sosok figur anak kecil bersayap sebagai simbol makhluk
suci. Allah mengulurkan tangannya, dan jari telunjuknya tampak saling
bersentuhan dengan jari jemari Adam. Visualisasi yang menggambarkan perbedaan
dua dimensi yang amat berbeda. Adam yang berada di dunia nyata sedangkan figur
malaikat di surga. Keduanya terpisahkan, tapi saling menjamah, saling melakukan
komunikasi.
Karya Michael Angelo merupakan visualisasi yang
diangkat dari Perjanjian Lama "Creation of Adam". Karya
tersebut memberikan ide kepada seniman Lorenzo Ghiberthi untuk membuat karya
seni pahat ukir berbentuk panel yang juga diberi judul The Creation.
Karya Ghiberti merupakan salah satu bagian dari sepuluh karyanya yang tergabung
dalam "Paradise Gate". Karyanya mengisahkan kebahagiaan dari
kesembuhan orang-orang yang beriman dan yang membawa mereka surge nanti.
Karyanya ini disimpan di Gereja Kathedral Baptis, Florence, Italia. Pada karya
ini tampak Tuhan Yesus Kristus divisualisasikan sedang menjamah tangan orang
yang tak berdaya, Karya-karya Gibherti memiliki napas Kristiani dan merupakan
suatu kesaksian dari diri sang senimannya, realitas nyata sebagai bagian dari
identitas dirinya.[4]
Bagaimana dengan “seniman” Kristen yang menjadi pendidik Kristen?
Apa syaratnya? Pendidik Kristen adalah seseorang yang lahir karena kesaksian, panggilan
dalam amanat penginjilan, mencintai Allah dan sesama manusia. Saya sering
mengkategorikan guru-guru Kristen dalam tiga kategori. Pertama, guru yang
terpanggil mengasihi Tuhan dan sesama, kedua, guru dengan “kepuasan batin”
alasannya memuaskan bakat dan talentanya dengan mengajar murid-murid, dan ketiga,
guru yang hanya menjalankan pekerjaannya untuk kehidupan.
Saya terhenyak kaget ada seorang rekan yang menganalogikan guru
yang hanya mengajar untuk menyambung hidup seperti analogi pelacur. Ia
melakukan pekerjaan yang tak dapat dihindari hanya untuk menyambung
kehidupannya. Tidak ada antusiasme, tidak ada spirit dan semangat bagi guru
ini, dan kegiatannya hanya pekerjaan mengajar rutin semata. Dan itupun tidak
nampak kemajuan dari yang selama ini diajarkan, ia hanya menyambung hidup tanpa
tujuan bagi “pelayanannya” itu. Untuk guru dengan alasan kepuasan batin,
hidupnya seperti analogi seorang pelukis berbakat yang melukis di atas kanvas,
tanpa tujuan, ia bekerja untuk pekerjaan itu sendiri, mengekspresikan diri
dalam bidangnya. Namun benarkah ada tujuan yang mulia selain pujian dan decak
kagum karya lukisannya. Adakah mandat dan misi yang “beyond” dari sekedar lukisan indah yang dibuatnya.? Apakah
hasilnya untuk kebanggan diri, untuk aktualisasi diri, untuk bayaran, di bayar
untuk melukis atau menjadi berkat dan memuliakan Tuhan.
Penutup
Seni rupa, guru Kristen, dan worldview Kristen adalah tiga entitas yang tak terpisahkan dalam
pelajaran seni rupa di sekolah Kristen. Guru yang mengajar seni rupa dari
perspektif Kristen adalah juga seniman yang menggambarkan lukisan di hati
murid-muridnya. Ia melukiskan kasih Tuhan dengan menggambarkannya dalam suatu
misi, dengan suatu kesaksisan, dengan suatu mandat penginjilan, akankah kita
menjadi guru yang melukis di hati anak-anak tentang kebenaran, jalan
keselamatan, hikmat dan kebenaran?
[1] Karen L. Mulder, Christian Worldview ant the Arts dalam
Charles Colson, editor, Shaping a Christian Wolrdview
(Nashville, Tennessee: Broadman & Holman Publisher, 2002) hlm 204.
[2] George Frederic Watts (1817-1904) adalah
pelukis dan pematung Inggris Victoria dalam aliran gerakan simbolis. Watts
terkenal dalam karya alegoris, seperti hope
(1886) serta love and life (1884-5)
[3] Ronald H. Nash, The Meaning of History (Nashville, Tennessee: Broadman and Holman
Publishing, 1998), hlm.13
[4] adaptasi dari
alkitab.sabda.org/resource.php?topic=416&res=jpz