Sabtu, 01 Agustus 2015

Reconnecting Church, Chapel, and Classroom



Reconnecting Church, Chapel, and Classroom
 Dr. Khoe Yao Tung, MScEd, M.Ed

            Dalam suatu rapat kerohaniaan, seorang rekan mengusulkan kebaktian pembinaan kerohaniaan guru dan karyawan, perlu meng-agendakan pemahaman pendidikan Kristen (Christian Education) yaitu pemahaman pendidikan dari perspektif Kristen bagi kehidupan akademik dan kerohanian secara intensif dan berkala.  Isinya bukan lagi beririsan dengan program pembinaan kerohanian seperti gereja, namun membangun pemahaman pendidikan Kristen dalam sekolah, sehingga misi dan panggilan pendidikan Kristen terbangun di semua insan pendidik di sekolah. Idenya sangat relevan bagi para guru dan karyawan, karena panggilan kehidupan pada dasarnya adalah panggilan pendidikan, mereka harus memahami apa itu pendidikan Kristen. Ide itu pula yang akan menjembatani kehidupan spiritual dalam kebaktian gereja (church) dan pembinaan guru dalam kebaktian di sekolah (chapel) dan kehidupan pembelajaran di kelas (classroom). Kebutuhan pembinaan kerohanian dengan paparan pemahaman pendidikan Kristen, artinya topik-topik kotbah atau pembinaan iman berkaitan dengan implementasi pendidikan di dalam kelas. Hal ini dirasakan sangat mendesak berkenaan dengan penguatan misioner sekolah Kristen, mengembalikan panggilan mendidik pada guru-guru Kristen yang dirasakan sudah memudar, mengintegrasikan iman dan ilmu di dalam kelas, serta satu hal yang terpenting adalah mewujudkan the Truly Christian School dalam mandat injili orang beriman. Imersi akan pemahaman pendidikan Kristen sangat penting untuk mengawal dan menghidupi kebutuhan dari para pendidik Kristen.
Dalam hal implementasi integrasi kebenaran Firman Tuhan dalam kelas, saya jadi teringat dengan kelas pembelajaran literatur di Jerman yang mengadopsi implementasi pendidikan Kristen berupa lectio divina[1]. Pembelajaran lectio divina merupakan pembelajaran akan pemahaman, penafsiran dan kerendahatian dalam membaca literatur. Guru mendorong anak-anak untuk membaca, memahami, mengambil makna lalu mereka menuliskannya di dalam jurnal. Penulisan jurnal mulanya menunjukkan pemahaman umum tentang duni lalu mengarah pada kebiasaan dan watak yang terbentuk pada lectio divina.

Reconnecting Church, Chapel, and Classroom
Kehidupan spiritual kekristenan dalam lembaga pendidikan seperti sekolah, college, dan universitas harus dihidupi dengan kuatnya panggilan iman Kristen. Tanpanya lembaga pendidikan Kristen tersebut akan mudah terjebak menjadi sekuler. Koneksi gereja, pembinaan guru pada kebaktian guru, dan pembelajaran dalam kelas, akan berimbas pada kehidupan murid dalam kebaktian gereja, pembinaan spiritual murid dalam kebaktian sekolah dan kehidupan murid dalam kelas. Koneksi ikatan antara gereja, kebaktian sekolah dan kelas merupakan satu rangkaian panggilan yang harus mengikat dalam pendidikan Kristen. Selanjutnya koneksi kehidupan iman murid dalam kelaspun akan terus bergema dengan kehidupan murid dan lingkungannya.
Gereja dan sekolah merupakan satu tubuh dalam memuridan anak-anak Kristen, satu tubuh dalam penyembahan bagi Tuhan serta pemeliharaan dan pembentukan karakter bagi murid-murid Kristen. Sekolah adalah perpanjangtanganan dari gereja dalam mandat penginjilan, karena sering sekali sekolah dibentuk oleh gereja untuk misi memelihara iman anak-anak dalam keluarga jemaat, oleh karenanya dalam kebaktian sekolah, liturgi-liturgi gereja harus menjadi bagian dalam liturgi kebaktian-kebaktian di sekolah.
Hubungan antara gereja dan sekolah Kristen tak dapat dipisahkan. Saya jadi teringat kesaksian hamba Tuhan senior, Pdt Dr. William Ho, mantan ketua sinode Gereja Kristus Yesus. Ia adalah pendiri Sekolah Kristen IPEKA dan sekolah Kristen Gema Kasih Yobel. Dalam berbagai kesempatan, ia memberikan kesaksian bahwa membangun gereja di suatu daerah tertentu sering sekali sangat sulit, namun Tuhan membukakan jalan dengan memulainya mendirikan sekolah terlebih dahulu, selang beberapa tahun setelah sekolah didirikan barulah gereja di daerah tersebut dapat didirikan, walaupun di beberapa daerah di Indonesia lebih banyak pendirian gereja dilakukan terlebih dahulu sebelum pendirian sekolah.
Karena pada dasarnya satu tubuh dalam pelayanan iman, para hamba Tuhan dan pelayan gereja merupakan bagian dari penatalayan dalam sekolah Kristen. Penyembahan (leitourgia) iman dalam gereja haruslah menjadi bagian dari penyembahan dalam sekolah Kristen. Robert W. Pazmino menyatakan bahwa pendidikan Kristen memiliki lima tugas dalam pelayanannya yaitu berpusat pada penyembahan (leitourgia). Entitas penyembahan terkait dengan komunitas persekutuan (koinonia), pemberitaan (kerygma), nasihat (propheteia) dan pelayanan (diakonia)[2]. Penyembahan dalam sekolah Kristen mengharuskan adanya persekutuan orang-orang beriman, membangun spiritualitas dalam persekutuan. Pemberitaan iman dalam sekolah Kristen harus menyatakan kebenaran Firman Tuhan dan karya penebusan Tuhan Yesus Kristus. Nasihat dalam sekolah Kristen harus membentuk karakter kristiani atas dasar pemberitaan Firman Tuhan (2 Tim 3:16), serta diakonia dalam membantu anak-anak Kristen dalam berbagai kesulitan kehidupan belajar di sekolah.
Kebaktian guru dalam chapel sekolah sudah seharusnya terkoneksi dengan penyembahan iman di gereja. Penyembahan dan pemahaman iman pada sekolah Kristen harus tersinkronisasi dengan pengakuan iman gereja naungannya. Pemahaman iman  ini berkaitan dengan pendidikan Kristen terutama praksis pendidikan yang berkaitan visi dan misi pendidikan yang bersama-sama dibangun dengan gereja. Pemahaman pendidikan Kristen dalam kebaktian di chapel harus dibangun berdasarkan filsafat pendidikan Kristen Christian worldview, dan implementasi pembelajaran yang disusun oleh sekolah. Pemahaman guru akan pemahaman pendidian Kristen berkaitan dengan implementasi integrasi iman dan ilmu dalam subjek pelajaran termasuk metode pembelajaran yang akan digunakannya bagi kehidupan anak di dalam kelas.
Kebaktian murid dalam chapel sekolah seharusnya menjadi “mediating institution” antara gereja dan sekolah. yaitu memuridkan anak di sekolah dalam penyembahan iman sesuai dengan pengakuan iman gereja. Sekolah dapat menjadi mediasi dari gereja dalam menjalankan amanat penginjilan. Apalagi kalau Panggilan dan pemahaman pendidikan Kristen yang tertanam pada guru Kristen. Guru akan dapat memberikan materi pembelajaran proses pembelajaran dari perspektif Kristen.  Dengan demikian sekolah dapat menghadirkan kehidupan iman dalam setiap proses pembelajaran.

Penutup
Reconnecting Church, Chapel, and Classroom, adalah suatu koneksi yang penting dalam memahami tugas dan panggilan pelayanan pendidikan di sekolah. Pembinaan iman dalam bentuk kebaktian guru dan karyawan dalam chapel sekolah adalah hal yang penting dan urgent bagi sekolah Kristen. Menghadirkan pemahaman pendidikan Kristen (Christian Education) bagi setiap pendidik di sekolah adalah imperatif. Hal ini perlu dilakukan karena tugas mendidik adalah tugas kehidupan.



[1] Lectio Divina (Dalam Bahasa Latin yang berarti "pembacaan Ilahi"). Metode pembelajaran di era monastic, dimulai dengan doa lalu berlanjut dalam praktik kehidupan dan perutusan. Tujuannya memberikan pengertian spiritual dan kedamaian berdasarkan pengalaman pembelajaranni. Pembelarjan ini merupakan suatu cara untuk berdoa, membaca Alkitab dan memanggil orang untuk mempelajari, menyelami, mendengarkan, dan akhirnya berbuat sesuai Firman Tuhan. Istilah Lectio Divina mulanya digagas Origenes. Menurut asal usulnya Lectio Divina adalah pembacaan Kitab Suci oleh orang-orang Kristiani untuk memupuk iman, harapan dan kasih. (Dei Verbum 7,10,21).

[2]   Robert W. Pazmino, God Our Teacher, Theological Basics in Christian Education (Grand Rapids, Michigan: Baker Bfook, 2001) Hlm 147.