Reconnecting Church, Chapel, and Classroom
Dr. Khoe Yao Tung, MScEd, M.Ed
Dalam suatu rapat kerohaniaan,
seorang rekan mengusulkan kebaktian pembinaan kerohaniaan guru dan karyawan, perlu
meng-agendakan pemahaman pendidikan Kristen (Christian Education) yaitu pemahaman pendidikan dari perspektif
Kristen bagi kehidupan akademik dan kerohanian secara intensif dan berkala. Isinya bukan lagi beririsan dengan program
pembinaan kerohanian seperti gereja, namun membangun pemahaman pendidikan
Kristen dalam sekolah, sehingga misi dan panggilan pendidikan Kristen terbangun
di semua insan pendidik di sekolah. Idenya sangat relevan bagi para guru dan
karyawan, karena panggilan kehidupan pada dasarnya adalah panggilan pendidikan,
mereka harus memahami apa itu pendidikan Kristen. Ide itu pula yang akan
menjembatani kehidupan spiritual dalam kebaktian gereja (church) dan pembinaan guru dalam kebaktian di sekolah (chapel) dan kehidupan pembelajaran di
kelas (classroom). Kebutuhan pembinaan kerohanian dengan paparan
pemahaman pendidikan Kristen, artinya
topik-topik kotbah atau pembinaan iman berkaitan dengan implementasi pendidikan
di dalam kelas. Hal ini dirasakan sangat mendesak berkenaan dengan penguatan
misioner sekolah Kristen, mengembalikan panggilan mendidik pada guru-guru
Kristen yang dirasakan sudah memudar, mengintegrasikan iman dan ilmu di dalam
kelas, serta satu hal yang terpenting adalah mewujudkan the Truly Christian School dalam mandat
injili orang beriman. Imersi akan pemahaman pendidikan Kristen sangat penting
untuk mengawal dan menghidupi kebutuhan dari para pendidik Kristen.
Dalam hal implementasi integrasi kebenaran Firman
Tuhan dalam kelas, saya jadi teringat dengan kelas pembelajaran literatur di
Jerman yang mengadopsi implementasi pendidikan Kristen berupa lectio divina[1].
Pembelajaran lectio divina merupakan
pembelajaran akan pemahaman, penafsiran dan kerendahatian dalam membaca
literatur. Guru mendorong anak-anak untuk membaca, memahami, mengambil makna
lalu mereka menuliskannya di dalam jurnal. Penulisan jurnal mulanya menunjukkan
pemahaman umum tentang duni lalu mengarah pada kebiasaan dan watak yang
terbentuk pada lectio divina.
Reconnecting
Church, Chapel, and Classroom
Kehidupan spiritual kekristenan dalam lembaga
pendidikan seperti sekolah, college,
dan universitas harus dihidupi dengan kuatnya panggilan iman Kristen. Tanpanya
lembaga pendidikan Kristen tersebut akan mudah terjebak menjadi sekuler. Koneksi
gereja, pembinaan guru pada kebaktian guru, dan pembelajaran dalam kelas, akan
berimbas pada kehidupan murid dalam kebaktian gereja, pembinaan spiritual murid
dalam kebaktian sekolah dan kehidupan murid dalam kelas. Koneksi ikatan antara
gereja, kebaktian sekolah dan kelas merupakan satu rangkaian panggilan yang
harus mengikat dalam pendidikan Kristen. Selanjutnya koneksi kehidupan iman
murid dalam kelaspun akan terus bergema dengan kehidupan murid dan
lingkungannya.
Gereja dan sekolah merupakan satu tubuh dalam
memuridan anak-anak Kristen, satu tubuh dalam penyembahan bagi Tuhan serta
pemeliharaan dan pembentukan karakter bagi murid-murid Kristen. Sekolah adalah
perpanjangtanganan dari gereja dalam mandat penginjilan, karena sering sekali
sekolah dibentuk oleh gereja untuk misi memelihara iman anak-anak dalam
keluarga jemaat, oleh karenanya dalam kebaktian sekolah, liturgi-liturgi gereja
harus menjadi bagian dalam liturgi kebaktian-kebaktian di sekolah.
Hubungan antara gereja dan sekolah Kristen tak
dapat dipisahkan. Saya jadi teringat kesaksian hamba Tuhan senior, Pdt Dr.
William Ho, mantan ketua sinode Gereja Kristus Yesus. Ia adalah pendiri Sekolah
Kristen IPEKA dan sekolah Kristen Gema Kasih Yobel. Dalam berbagai kesempatan,
ia memberikan kesaksian bahwa membangun gereja di suatu daerah tertentu sering
sekali sangat sulit, namun Tuhan membukakan jalan dengan memulainya mendirikan
sekolah terlebih dahulu, selang beberapa tahun setelah sekolah didirikan
barulah gereja di daerah tersebut dapat didirikan, walaupun di beberapa daerah
di Indonesia lebih banyak pendirian gereja dilakukan terlebih dahulu sebelum
pendirian sekolah.
Karena pada dasarnya satu tubuh dalam pelayanan
iman, para hamba Tuhan dan pelayan gereja merupakan bagian dari penatalayan
dalam sekolah Kristen. Penyembahan (leitourgia)
iman dalam gereja haruslah menjadi bagian dari penyembahan dalam sekolah
Kristen. Robert W. Pazmino menyatakan bahwa pendidikan Kristen memiliki lima
tugas dalam pelayanannya yaitu berpusat pada penyembahan (leitourgia). Entitas penyembahan terkait dengan komunitas
persekutuan (koinonia), pemberitaan (kerygma), nasihat (propheteia) dan pelayanan (diakonia)[2].
Penyembahan dalam sekolah Kristen mengharuskan adanya persekutuan orang-orang
beriman, membangun spiritualitas dalam persekutuan. Pemberitaan iman dalam
sekolah Kristen harus menyatakan kebenaran Firman Tuhan dan karya penebusan
Tuhan Yesus Kristus. Nasihat dalam sekolah Kristen harus membentuk karakter
kristiani atas dasar pemberitaan Firman Tuhan (2 Tim 3:16), serta diakonia
dalam membantu anak-anak Kristen dalam berbagai kesulitan kehidupan belajar di
sekolah.
Kebaktian guru dalam chapel sekolah sudah seharusnya terkoneksi dengan penyembahan iman
di gereja. Penyembahan dan pemahaman iman pada sekolah Kristen harus
tersinkronisasi dengan pengakuan iman gereja naungannya. Pemahaman iman ini berkaitan dengan pendidikan Kristen
terutama praksis pendidikan yang berkaitan visi dan misi pendidikan yang
bersama-sama dibangun dengan gereja. Pemahaman pendidikan Kristen dalam
kebaktian di chapel harus dibangun berdasarkan filsafat pendidikan Kristen Christian worldview, dan implementasi
pembelajaran yang disusun oleh sekolah. Pemahaman guru akan pemahaman pendidian
Kristen berkaitan dengan implementasi integrasi iman dan ilmu dalam subjek
pelajaran termasuk metode pembelajaran yang akan digunakannya bagi kehidupan
anak di dalam kelas.
Kebaktian murid dalam chapel sekolah seharusnya menjadi “mediating institution” antara gereja dan sekolah. yaitu memuridkan
anak di sekolah dalam penyembahan iman sesuai dengan pengakuan iman gereja.
Sekolah dapat menjadi mediasi dari gereja dalam menjalankan amanat penginjilan.
Apalagi kalau Panggilan dan pemahaman pendidikan Kristen yang tertanam pada
guru Kristen. Guru akan dapat memberikan materi pembelajaran proses
pembelajaran dari perspektif Kristen.
Dengan demikian sekolah dapat menghadirkan kehidupan iman dalam setiap
proses pembelajaran.
Penutup
Reconnecting
Church, Chapel, and Classroom, adalah suatu koneksi yang penting dalam memahami
tugas dan panggilan pelayanan pendidikan di sekolah. Pembinaan iman dalam
bentuk kebaktian guru dan karyawan dalam chapel
sekolah adalah hal yang penting dan urgent
bagi sekolah Kristen. Menghadirkan pemahaman pendidikan Kristen (Christian Education) bagi setiap
pendidik di sekolah adalah imperatif. Hal ini perlu dilakukan karena tugas
mendidik adalah tugas kehidupan.
[1]
Lectio
Divina (Dalam Bahasa Latin yang berarti "pembacaan Ilahi"). Metode
pembelajaran di era monastic, dimulai dengan doa lalu berlanjut dalam
praktik kehidupan dan perutusan. Tujuannya memberikan pengertian spiritual dan
kedamaian berdasarkan pengalaman pembelajaranni. Pembelarjan ini merupakan
suatu cara untuk berdoa, membaca Alkitab dan memanggil orang untuk mempelajari,
menyelami, mendengarkan, dan akhirnya berbuat sesuai Firman Tuhan. Istilah Lectio
Divina mulanya digagas Origenes. Menurut asal usulnya Lectio Divina adalah pembacaan
Kitab Suci oleh orang-orang Kristiani untuk memupuk iman, harapan dan kasih. (Dei
Verbum 7,10,21).
[2]
Robert W. Pazmino, God
Our Teacher, Theological Basics in Christian Education (Grand Rapids,
Michigan: Baker Bfook, 2001) Hlm 147.