Kingdom Education
Dr. Khoe Yao Tung, M.Sc.Ed., M.Ed.
Dalam
bukunya Kingdom education, Glenn Schultz [1]
menyebutkan bahwa anak-anak Kristen perlu
dididik dalam pemeliharaan dan pembentukan karakter iman Kristen. Menurutnya pendidikan
Kristen tidak bisa dipisahkan dari tiga pilar pendidikan yaitu keluarga,
gereja, dan sekolah Kristen (peran mendidika ketiganya disebut Kingdom Education). Pemeliharaan anak
dalam keluarga merupakan pendidikan yang utama bagi anak, orang tua memberikan
anak pengalaman pertama dalam pendidikan karakter. Orang tua adalah model
kesaksian dan gaya hidup Kristen bagi anak-anaknya. Kedua, gereja berperan
dalam mengajarkan apa yang dikatakan oleh Firman Tuhan dan bagaimana
mengaplikasikannya dalam hidup, memelihara iman mereka dalam hidup baru, dan
bagaimana seseorang seharusnya menjadi bagian dari tubuh Kristus. Sedangkan
sekolah Kristen berperan dalam mengajarkan anak dalam mengembangkan bakat,
minat dan talentanya melalui pembentukan akal budi Kristen (Christian mind[2])
dalam berbagai aspek kehidupan dengan berbagai berbagai disiplin ilmu.
Orang
tua, pendidik utama bagi anak
Alkitab menyatakan
bahwa tugas utama dalam mendidik anak terletak pada orang tua. Sejak anak
dibesarkan, peran orang tua tidak dapat diabaikan dalam pemberian nutrisi,
pemeliharaan, pendidikan, ataupun panutan moral bagi tumbuh kembang anaknya.
Semua peran mendidik orang tua meliputi perkembangan fisik, intelektual,
sosial, emosional dan spiritual anak.[3] Terbatasnya kemampuan
orang tua dalam berbagai aspek pengetahuan mendidik anak, mengalihkan orang tua
untuk menyerahkan sebagian tugas mendidik anaknya kepada sekolah. Namun Alkitab
menjelaskah bahwa tanggung jawab mendidik ada pada orang tua. Sekolah adalah
mitra orang tua, tempat yang diberikan dipercaya orang tua dalam peran
pendidikan anaknya.
Orang tua
merupakan penganggung jawab utama pendidikan anak-anaknya. Secara spesifik,
Alkitab menjelaskan pentingnya pembelajaran yang dilakukan dalam keluarga.
Alkitab menyebutkan orang tua berperan dalam: memelihara anak-anak (Ul. 6:6-9,
Ul 11:18-21, Ef. 6:4), mengajarkan anak-anak (Ul. 4:9, Ul 13:13), mendidik dan
melatih mereka (Ams 22:6), menyediakan kebutuhan (2 Kor. 12:14), mengontrol
kelakuan mereka (1 Tim 3:4), mengasihi mereka (Titus 2:4) dan mengoreksi
kesalahan mereka (Ams 13:24). Alkitab dalam Ulangan 6:4-9 menyatakan tugas
mendidik adalah tugas kehidupan dari umat-Nya, “Apa yang kuperintahkan kepadamu pada hari ini haruslah engkau
perhatikan, haruslah engkau mengajarkannya berulang-ulang kepada anak-anakmu
dan membicarakannya apabila engkau duduk di rumahmu, apabila engkau sedang
dalam perjalanan, apabila engkau berbaring dan apabila engkau bangun.”
Ada
pepatah mengatakan “seorang ayah yang mengajar lebih dari seratus guru”, pepatah
ini memberikan gambaran betapa pentingnya peran orang tua dalam mengajar (Ef.
6:4). Orang tua memegang peran penting bagi pendidikan anak. Sejak dari bayi
sampai memilihkan sekolah bagi anaknya. Pendidikan anak merupakan tanggung jawab terbesar orang tua.
Setiap orang tua Kristen harus menyadari bahwa mendidik anak-anak adalah
pekerjaan rumah yang Tuhan berikan, kehidupannya adalah mendidik anak-anak
mereka. Mazmur 127:5 mengatakan “Berbahagialah
orang yang telah membuat penuh tabung panahnya dengan semuanya itu. Ia tidak
akan mendapat malu, apabila ia berbicara dengan musuh-musuh di pintu gerbang.”
Oswald Chambers merespon dengan kegundahan hatinya terhadap pendidikan anak
terkait perkembangan spiritualitas anak. Orang tua perlu membina dan
mendampingi anaknya dalam kehidupan spiritual.
Have I been able to
reproduce my own kid spiritually? If so, in a time of difficulty I will be
brought through magnificently victorious: but woe be to the spiritual man who
has never produced his own kind, when the difficulties come there is none to
assist, he is isolated and lonely[4]
Lebih lanjut Alkitab dalam 3 Yohanes 1:4,
menyatakan bahwa “Bagiku tidak ada
sukacita yang lebih besar dari pada mendengar, bahwa anak-anakku hidup dalam
kebenaran.”
Sekolah
Kristen, academic training dalam
worldview Kristen
Dalam perspektif
Kristen[5], sekolah adalah mitra
orang tua dalam mendidik anak-anak mereka. Melihat keterbatasan orang tua dalam
mendidik anak di rumah. Sekolah Kristen harus mengambil inisiatif untuk
menyelaraskan prinsip pendidikan berkaitan pengembangan karakter dan
pendisiplinan anak dari perspektif Kristen baik di sekolah dan di rumah. Sekolah harus mampu menjembataninya dengan pendidikan Kristen dalam
setiap aspek kehidupan anak, mempelajari setiap subjek keilmuan dalam perspektif
Kristen, penyelenggaraan parenting school
bagi orang tua untuk menyelaraskan pendidikan dan pembinaan karakter yang sesuai firman Tuhan baik di rumah maupun
di sekolah. Sekolah Kristen berkesempatan menggunakan
pertemuan orang tua murid sebagai sarana “parenting
school” dengan tujuannya menjalin kebersamaan dalam mengembangkan karakter,
sikap, moral, dan spiritual anak. Untuk dapat membangun hubungan tersebut
Sekolah Kristen harus memiliki filsafat dan prinsip-prinsip pendidikan Kristen
yang bersumber pada kebenaran Firman Tuhan.
Sekolah Kristen hadir karena respon dari panggilan
Allah. Kehadirannya harus bersumber pada Allah dengan proses pembelajaran yang
berpusat pada Kristus. Dr. Frank Spina, presiden dari Seatle Pacific University
memublikasikan artikel pendidikan yang berjudul “What Makes It Christian?”
“…. A Christian school is Christian if, and
only if, Christian content is central to the whole undertaking. Every subject
of study is to be seen from the perspective of Christianity.”[6]
Pendidikan Kristen memang berbeda
dengan pendidikan sekuler, Yohanes 15:19 menyatakan bahwa “Sekiranya
kamu dari dunia, tentulah dunia mengasihi kamu sebagai miliknya. Tetapi karena
kamu bukan dari dunia, melainkan Aku telah memilih kamu dari dunia, sebab
itulah dunia membenci kamu.” Pendidikan Kristen harus berdasarkan revelation dari sumber kebenaran,
berasal dari Allah dan bukan berasal dari human
inquiry manusia.[7]
Beberapa
perbedaan yang menjadi prinsip penting yang membedakan tujuan dan pengelolaan
pelayanan sekolah Kristen dengan sekolah sekuler, prinsip-prinsip itu antara
lain:
- Pelayanan
pendidikan Kristen memimpin murid untuk mengenal Kristus sebagai sumber
keselamatan, kebenaran, hikmat, dan pengetahuan. Pelayananan pendidikan haruslah
merupakan elemen pembelajaran yang kondusif bagi pertumbuhan rohani. Pengenalan
akan Kristus membutuhkan proses pemuridan dengan disiplin yang ketat, disiplin
memberikan jaminan lingkungan belajar yang baik, pemeliharaan disiplin
membangun lingkungan akademik yang baik.
- Pelayanan pendidikan yang
bertujuan mengembalikan gambar dan rupa Allah pada diri manusia yang telah
rusak akibat pengaruh dosa didalam penebusan Yesus Kristus. Pendidikan Kristen
mempersiapkan anak belajar untuk kehidupan masa depannya di dunia dan kehidupan
bagi kekekalan. Pelayanan spiritual dalam sekolah Kristen merupakan “The
heartbeat of a Christian School” yang terkelola dalam ministry dan evangelism.
- Pendidikan Kristen
melengkapi anak dengan berbagai pengetahuan, keterampilan, dan pengembangan
karakter dari perspektif Kristen (worldview).
Pengajaran akademik dalam perspektif Kristen adalah bentuk pelayanan Kristen
yang efektif.
- Pendidikan Kristen
membutuhkan kurikulum berbasis Alkitab.
Perencanaan kurikulumnya terencana dan terarah agar dapat memberikan kualitas
akademik yang tertata baik dan ketat.
- Penatalayan pendidikan
Kristen harus berdasarkan filsafat pendidikan Kristen, dengan pusat
penatalayanan bersumber pada Tuhan Yesus Kristus yang diam diantara kita (Yoh.
1:14, 17).
- Pengelolaan Sekolah
Kristen harus bersandar pada kedaulatan Tuhan sebagai pencipta dari segala
sesuatu dan segala sesuatu diciptakan bagi-Nya (Kol. 1:17).
Sekolah Kristen memberikan konteks pembelajaran academic training dalam perspektif Kristen
(termasuk di dalamnya pembentukan Christian
worldview) dan spiritual nurture
bagi pembentukan Christian mind dalam
diri anak, serta mengembangkan bakat dan minat anak. Sekolah harus menjadi landscape
yang menyediakan proses penginjilan berkaitan dengan spiritual formation dan
spiritual nurture. Pengajaran di sekolah Kristen harus menanamkan identitas
anak-anak di dalam Kristus sedemikian rupa sehingga mereka memahami rencana
hidupnya bagi Kristus. Sekolah harus menyediakan latihan dan Christian mind dalam subjek pembelajaran
yang diajarkan agar terpola dalam dalam cara berpikir anak-anak di sekolah.
Gereja, hidup mengalami
Tuhan
Sebenarnya peran sekolah Kristenpun
adalah bagian dari pelayanan gereja, karena sekolah Kristen adalah
perpanjangtangan dari gereja untuk menjalankan Amanat Agung. Sekolah yang
didirikan merupakan bagian dari gereja untuk menyampaikan mandat injil yang
dipergunakan sebagai bagian pelayanan gereja. Sekolah Kristen perlu
dikembangkan dalam “ex corde ecclesiae,”[8] lahir
dari hati gereja. Dalam hati gereja, sekolah Krsiten harus menjalankan peran
memuridkan sebagai panggilan iman Kristen.
Peran dan tugas sekolah dengan gereja
memiliki peran masing-masing dalam pelayanan dengan tanggung jawab iman[9] namun
keduanya merupakan satu kesatuan dalam tubuh Kristus. Peran gereja dalam
pendidikan anak menumbuhkembangan spiritualitas anak bersama Tuhan,
mengembangkan hidup mengalami Tuhan dalam Perkabaran injil, Pembinaan
iman, Pengajaran doktrin Alkitab,
Persekutuan, Kesaksian, Pelayanan, dan Pemuridan.
Peran gereja dalam sekolah minggu
adalah hal penting untuk mengenalkan anak pada karya keselamatan Tuhan Yesus.
Peran bersama antara progam sekolah Minggu dan sekolah Kristen haruslah menjadi
satu kesatuan yang tak terpisahkan, kehadirannya saling memberikan sinergi bagi
perkembangan spiritualitas anak. Gereja tak boleh melepaskan pembinaan kepada
sekolah dan sebaliknya sekolah Kristen melepaskan diri dari gereja. Eksistensi
dari kehadiran sebuah sekolah Kristen adalah memperlengkapi dan mendukung peran
gereja dalam tugas dan perannya dalam pengajaran. Francis Curran seorang guru
besar sejarah pendidikan Amerika dalam the
churches and the Shools mengatakan bahwa gereja tidak boleh menarik
perannya dalam pendidikan, bila hal ini dilakukan, konsekuensi logisnya akan
terjadi pengabaian semual pendidikan formal yang dilakukan gereja.
“If the church withdraws
from one division of education, the logical consequence will be the ultimate
abandonment of all formal education by the church.”[10]
Sekolah
Kristen harus dapat menemukan dirinya dalam relasi yang kuat dengan gereja dalam mencari kebenaran Alkitab.
Prinsip pendidikan Kristen menjadi fondasi yang kuat dalam hubungan antara sekolah
dan gereja. Banyak masalah filosofis dan praktis yang dapat terselesaikan
ketika sekolah dan gereja mempunyai tujuan yang sama yaitu melakukan amanat
agung seperti yang diperintahkan Tuhan.
Gereja dan sekolah mememiliki
wilayah pijakan pelayanan dan titik berat pelayanannya sendiri-sendiri.
Keduanya memiliki cakupan kerja yang mirip, karena sekolah bagian dari gereja,
apabila keduanya mengambil panggilan satu dengan yang lain atau saling tumpang
tindih dalam pelayanannya, hal ini bukanlah masalah yang berarti. Irisan dalam pelayanan
ini tak bisa dihindari karena memang keduanya tak dapat dipisahkan sebagai alat
Tuhan dalam mewujudkan mandat injili yang diperintahkan Tuhan. Lebih lanjut Derek Keenan yang menyimpulkan
hubungan gereja dan sekolah yang merupakan satu tubuh dalam Kristus dalam
pelatihan orang-orang muda.
“A strong school-church relationship is a
wonderful opportunity for young people to see the Body of Christ, with its
diversity of gifts and personalities, functioning together.”[11]
Penutup:
Kingdom
education,
adalah pendidikan bagi warga kerajaan Tuhan, suatu pendidikan Kristen yang akan
berhasil dengan peran serta orang tua, sekolah, dan gereja. Ketiga pilar ini
bersatu berpadu dalam mengembangkan spiritualitas anak, sehingga mereka
mengenal jalan kebenaran dan hidup (Yoh. 14:6) dalam kehidupannya. Anak
berkembang dalam talenta dan potensinya serta mendedikasikan hidupnya bagi
Tuhan, mereka mengenal rencana hidupnya dalam Tuhan. Orang tua adalah pendidik
utama yang bertanggung jawab dalam pendidikan dan kehidupan anaknya. Sekolah
Kristen mengembangkan pengembangan bakat dan minat dalam pelatihan akademik
yang berkualitas dari perspektif kristiani. Gereja menuntaskan keseluruhan
perannya agar anak dapat hidup bersama mengalami Tuhan Tuhan, menikmati
kasih-Nya dalam keseharian hidupnya.
[1] Kingdom education, second edition (Colorado Springs: Purposeful
Design, 2003)
[2] Beberapa referensi menyamakan
antara Christian mind dengan Christian worldview.
[3] Menyadari pentingnya
pendidikan keluarga pemerintah membentuk direktorat pendidikan keluarga melalui
Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan nomor 11 tahun 2015 Direktorat
Pembinaan Pendidikan Keluarga
[4] Oswald
Chambers, The Complete Works of Oswald Chambers (Grand
Rapids: Discovery House publisher, 2000), hlm. 537
[5]
Walaupun
tidak pernah disebutkan ada kata “sekolah” di dalam Alkitab, dan
hanyalah suatu produk budaya manusia dalam anugerah wahyu umum.
[6] Frank
Spina, “What Makes It Christian”
Moody Monthly (Chicago: Moody Press, March 1993), hlm. 43
[7] J.
Wilhoit, Christian Education and the
search for meaning (Grand Rapids: Baker Book House, 1991), hlm. 95
[8] Istilah yang digunakan Paus Yohanes Paulus II, ex corde ecclesiae, Aposlitic
Constitution on Catholic University, 1990.
[9] Richard A. Riesen, Piety and
Philosophy, A Primer for Christian Schools (Phoenix, Arizona: ACW Press,
2002), hlm. 121-123
[10] Glenn Schultz, Kingdom
education, second edition (Colorado Springs: Purposeful design, 1998), hlm.
225
[11] Derek J. Keenan, A crucial
Relantionship” Christian school Education 1, no.2 (1997-98), hlm. 4