Growing Greatness in Christian schools
Dr. Khoe Yao Tung, MSc.Ed., M.Ed.
Pernah membaca salah satu buku best seller dunia Good to Great dari Jim Collins? Apa yang dibutuhkan untuk menjadi hebat (great)? mengapa begitu sedikit institusi mencapai hebat? Dalam bukunya Good to Great, Jim Collins menjelaskan mengapa begitu
sedikit institusi yang menjadi hebat, ini disebabkan karena begitu banyak
institusi yang baik, mereka puas untuk “cukup mencapai baik” tidak bergerak
pencapaian lebih dari itu tidak bertransformasi menjadi “hebat”. Bahkan dalam
bahasan bab pertama Collins memberi judulnya bahwa good is the enemy of great. Dalam kalimat pembukanya Collins
menyatakan bahwa:
“We don’t have great schools, principally because
we have good schools. We don’t have great government, principally because we
have good government. Few people attain great live, in large part because it is
just so easy to settle for a good life. The vast majority of companies never
become great, precisely because the vast majority become quite good-and that it
their main problem”[1]
Apa
ukuran sebuah institusi pendidikan Kristen itu hebat atau sekedar baik? Gene
Frost dalam bukunya Learning from the
best[2]
menambahkan dimensi spiritual dengan melakukan sejumlah penelitian dari tujuh
sekolah Kristen yang dianggap cukup hebat[3]. Frost
juga mengadakan studi komprehensif dari berbagai denominasi dan asosiasi-asosiasi
sekolah Kristen internasional[4] di
Amerika serikat. Ia menyadari bahwa suatu organisasi dari baik untuk menjadi hebat
harus bergantung pada Tuhan, hal ini mengingatkan kita bahwa di luar dari Tuhan
kita tidak dapat berbuat apa-apa. Alkitab dalam Yoh. 15:5 menyatakan bahwa “Akulah pokok anggur dan kamulah
ranting-rantingnya. Barangsiapa tinggal di dalam Aku dan Aku di dalam dia, ia
berbuah banyak, sebab di luar Aku kamu tidak dapat berbuat apa-apa.”
Dalam bukunya berjudul Good to Great[5]. Jim Collins menyebutkan terdapat enam prinsip-prinsip utama dalam Good-to-great yaitu:
· Level 5 Leadership, istilah level 5 adalah sebutan yang diberikan
oleh Collins untuk menunjukkan suatu kualitas kepemimpinan dalam level yang
tertinggi. Kepemimpinan level 5 adalah kepemimpinan karismatik yang tegas (terbayangkan
George Patton dan Donald Trump). Pemimpin membawa perusahaan dari baik menjadi hebat
terpadu dengan kerendahan hati dan tekad yang tak henti-hentinya. Mereka
konsisten memberikan semua apresiasi, kredit dan bahkan menerima semua
kesalahan yang dilimpahkan untuk suatu tujuan agar menjadi hebat.
·
First Who, Then What, kebijaksanaan konvensional adalah tata letak pertama suatu perencanaan yang kemudian
menemukan orang yang tepat untuk
melaksanakan rencana tersebut. Collins
menemukan bahwa rencana yang besar akan terwujud hanya ketika kita mendapatkan
orang-orang hebat. "siapa" orang yang tepat harus tersedia yang pertama. Kemudian mereka akan membuat "apa" dari rencana yang tepat.
·
Confronting the Brutal Facts, menghadapi suatu kejadian yang buruk, organisasi harus tetap bersikap positif. Sikap yang tetap memberikan keterangan atas berita buruk yang perlu ditangani. Collins menemukan bahwa hanya ketika kita memperhatikan berita buruk, menganggapnya serius, dan menghadapinya
tanpa berfokus menyalahkan orang lain. Kita akan dapat menemukan jawaban yang tidak hanya memecahkan
masalah tetapi membawa kesuksesan.
Sukses bisnis sering dikaitkan dengan kecerdikan, kekuatan
dan efektivitas. Namun Collins memilih simbol landak, untuk melakukan sesuatu hal yang baik untuk
dapat menghalanginya musuhnya setiap waktu. Landak dapat menggulung seperti
bola dan menggunakan durinya yang tajam pada kesempatan yang tepat. Perusahaan
yang hebat memiliki bakat luar biasa
untuk memahami apa yang baik padanya dan berpegang teguh pada itu. Collins
membuktikan bahwa perusahaan hebat yang
benar-benar baik dapat menemukan bahwa hal yang baik ("prinsip
landak") dari kompleksitas tiga hal yang sangat berbeda: yang paling
mereka paling sukai, yang palint terbaik dari kompentensi mereka, dan sumber
daya yang paling mereka miliki.
·
Technology
accelerators, Collins membedakan teknologi yang dapat menciptakan momentum dan teknologi yang dapat mempercepat momentum. Teknologi yang menciptakan momentum memiliki
periode pendek
dan menciptakan jenis perubahan seperti ledakan dot com yang keciriannya mudah digantikan
dengan terobosan teknologi berikutnya. Teknologi
sebagai alat untuk mempercepat momentum yang seperti hedgehog concept
yang menyebabkan
perubahan yang lebih lama.
· The flywheel –
seperti
roda gila, perusahaan beralih dari good-to-great yang dipelajari Collins telah menghabiskan banyak waktu awal untuk bergerak agar menggulirkan
usaha yang baik.
Berkat tekanan tak henti-hentinya (terus melakukan hal yang benar), roda mulai
berputar dari waktu ke waktu sampai menjadi hampir
tak dapat terbendung. Analogi ini
tampaknya menjelaskan kurva keberhasilan perusahaan good-to-great.
Gene Frost dalam bukunya Learning
from the best memberikan dimensi lain dari prinsip-prinsip good-to-great Jim Collins. Frost mengambil prinsip-prinsip
dari kebenaran Alkitab berkaitan dengan membesarkan sekolah menjadi sekolah unggulan,
ia menuliskannya dalam buku Growing
Greatness in Christian schools
·
Servant leadership sebagai ganti dari
Level 5 Leadership. Servant leadership adalah pemimpin yang melayani,
pemimpin yang rendah hati tetapi menentukan standar yang tinggi dan setiap
orang ingin melayani untuk sukses bersamanya. Servant leadership menyiapkan penerus untuk kesuksesan organisasi,
dengan tiga kecirian, kerendah-ha tian, keinginan, dan melayani di bawah
kendali Tuhan. Pemimpin yang hebat menyadari mereka tidak dapat menjalankan
sekolah yang hebat tanpa orang-orang hebat. Engan pemikiran tersebut, kita akan
melangkah dari prinsip good to great,
mencari orang-orang yang tepat dan menenpatkannya dalam posisi yang tepat.[7]
Keinginan profesional
|
Kerendahan hati Pribadi
|
Menciptakan hasil yang unggul, katalis yang jelas dalam transisi membentuk good to great.
|
Menunjukkan ketulusan,
kerendahan hati dengan menghindari pujian
berlebihan masyarakat.
|
Menunjukkan tekad yang teguh untuk melakukan apapun yang harus dilakukan
untuk menghasilkan yang terbaik bagi suatu hasil jangka panjang, siap menghadapi
tantangan yang sulit.
|
kepemimpinan tenang, tekad menjalankan
dengan bergantung pada standar, ketulusan, motivasi
dan tidak inspirasi karisma.
|
Menetapkan standar untuk membangun perusahaan hebat yang kuat dan kokoh.
|
Ambisi membesarkan perusahaan dan bukan diri sendiri; menyiapkan penerus untuk keberhasilan yang lebih hebat pada generasi berikutnya.
|
Melihat cermin, bukan melihat ke luar jendela, untuk membagi tanggung jawab atas hasil yang
buruk, tidak pernah menyalahkan
orang lain, faktor eksternal, atau nasib buruk.
|
Melihat ke luar jendela, bukan ke cermin, tujuannya membagi kredit
dan apresiasi bagi keberhasilan perusahaan, orang lain, faktor eksternal, dan
keberuntungan.
|
Prinsip-prinsip
Alkitab yang terdapat dalam Good-to-great
berhubungan dengan kepemimpinan servant
leadership. Sekolah Kristen harus memiliki perangkat baik menjadi hebat
dengan prinsip kepemimpinan “servant
leadership”. Suatu kepemimpinan yang diteladani oleh Tuhan Yesus (Yoh. 13)
·
The Importance of the
Teacher in the Christian School Enterprise sebagai ganti dari First Who, Then What.
Pentingnya guru dalam sekolah Kristen dicontohkan ketiaka Wheaton
Academy mencari Christ-like model untuk guru dan murid-muridnya. Guru-guru
dapat merefleksikan misi sekolah untuk kualitas unggul, relasi dan pelayanan. Dalam
kitab 1 Korintus, Paulus mengingatkan kita agar
menjadi pengikutnya seperti Paulus mengikuti Kristus. Hal ini harus harus
berlaku sebagai guru. Guru adalah pemimpin yang harus memberikan contoh bagaimana
meereka berusaha untuk mengajar. Mereka adalah guru-guru yang dipimpin oleh roh
kudus. Paul W. Cates[8]
dalam A Christian Philosophy of Education
menyatakan terdapat enam kualifikasi sebagai guru Kristen.
-
Guru adalah komunikator
kebenaran, terbuka dan berkarakter Kristen yang kuat.
-
Setiap guru harus
memahami Alkitab, karena Firman Tuhan adalah sumber kebenaran yang relevan untuk setiap subjek pelajaran.
-
Guru Kristen adalah guru
yang berkomitmen menjalankan kebenaran dalam setiap aspek kehidupan dan pekerjaan,
-
Guru adalah
pembelajar seumur hidup yang selalu mencapai keunggulan bagi kemuliaan Allah, dan seorang
guru Kristen harus hidup
berkecukupan dari keunggulannya
ini
-
Guru Kristen adalah guru
yang mencintai murid-muridnya, mencari
jalan kebaikan ketika mereka menghadapi kesulitan dan memahami mereka.
-
Guru Kristen berserah pada
Tuhan sebagai gembala agung, selalu menurutui firman Tuhan, mendengarkan suara Tuhan dan Roh Kudus, mengajarkan
kebenaran Firman Tuhan dalam setiap subjek pelajaran
Roy Zuck[9] membantu kita untuk mengingatkan
guru Kristen pada harapan yang dibebankan padanya berkaitan dengan pendidikan
Kristen.
- Pendidikan Kristen adalah tugas spiritual (supranatural task). Kehadiran Roh Kudus dalam proses pembelajaran menunjukkan ahwa pendidikan Kristen lebih dari sekadar kurikulum, metodologi, dan teknik.
- Guru Kristen adalah seorang yang mengandalkan bimbingan dan arahan dari Roh Kudus. Guru harus tunduk dan bergantung sebagai rekan sekerja Allah.
- Guru berhubungan Firman Tuhan untuk memberikan pengalaman kepada murid-muridnya. pemahaman murid yang tepat berasal dari karya Roh Kudus dengan penyediaan guru Kristen.
- Guru memberikan arahan dan roh Kudus yang bekerja dalam pertumbuhan spiritual murid. Seorang guru harus terus-menerus menguji ajarannya untuk melihat apakah itu mengakibatkan pertumbuhan rohani pada bagian muridnya.
- Guru harus menyadari bahwa guru yang sesungguhnya adalah Allah, menjadi alat bagi tugas menanam dan menyiram pertumbuhan muridnya. Efektivitas spiritual kerja guru sepenuhnya bertumpu pada bimbingan roh kudus.
·
Being Honest About the
Difficulties
Being
honest about the difficulties sebagai ganti dari Confronting the Brutal Facts memberikan pandangan menghadapi brutal facts tidak sama dengan mencari
kesalahan, Collins menawarkan empat struktur dalam menghadapi kejadian-kejadian
buruk yaitu:
-
Memimpin
dengan pertanyaan, bukan jawaban
-
Terlibat
dalam dialog dan debat, bukan memaksakann
-
Melakukan
otopsi tanpa menyalahkan.
-
Membangun
mekanisme red-flag yang mengubah
informasi menjadi informasi yang tidak dapat diabaikan
Alkitab dalam 2 Korinstus
4:17-19, menyatakan bahwa “Sebab
penderitaan ringan yang sekarang ini, mengerjakan bagi kami kemuliaan kekal
yang melebihi segala-galanya, jauh
lebih besar dari pada penderitaan kami. Sebab kami tidak memperhatikan yang
kelihatan, melainkan yang tak kelihatan, karena yang kelihatan adalah
sementara, sedangkan yang tak kelihatan adalah kekal.”
·
The Centrality of Mission
to the Christian School
Konsep
Hedgehog Collins, dimodifikasi oleh Forst dengan memadukan tiga entitas penting
yaitu passion, being the best dan resources. Ketiga entitas ini memiliki
himpunan yang saling beririsan satu sama lain dengan irisan pusat adalah pusat
atau sentralitas perwujudan misi sekolah Kristen. Passion dari sekolah Kristen harus berpusat pada pencapaian misi,
keunggulan academik, fasilitas yang lengkap dan baik, pencapaian proses
akademik yang baik harus berpusat pada pencapaian misi dan visi sekolah
Kristen. Lutheran High School memulai rapat kerja dan rapat koordinasi dengan
selalu membacakan pernyataan misi untuk mengingatkan betapa pentingnya misi
sekolah untuk diwujudkan. Being the best
berisi orang-orang dan program sekolah unggulan yang dijalankan oleh sekolah.
Wheaton Academy menempatkan orang-orang yang terpanggil untuk tujuan misi,
mereka adalah guru-guru yang merefleksikan nilai keunggulan, pelayanan dan
relasi yang kuat semuanya bagi kemuliaan Tuhan. Resources adalah sumber daya terkait pendanaan dalam mengerjakan
semua pekerjaan terbaiknya dengan anggaran budget yang seimbang. Bruce
Lockerbie[10]
dalam manual unggulannya “From Candy
sales to Committed Donors” mengingatkan bahwa sekolah Kristen yang
melakukan pekerjaan yang luar biasa membutuhkan dukungan pengembangan keuangan
yang kuat. Beberapa sekolah membebankan kenaikan 5% dari total biaya yang
dibayarkan murid bagi penyediaan program beasiswa. Namun kondisi keuangan yang
berbeda dengan hal yang dilakukan di sekolah di Amerika. Bagi sekolah-sekolah
swasta Kristen di Indonesia, biaya yang dikeluarkan orangtua dalam bentuk uang
sekolah digunakan bagi operasional keseharian sekolah, sedangkan uang sumbangan
yang dibebankan orangtua agar anaknya dapat masuk ke suatu sekolah, digunakan
untuk pengembangan sekolah, pembangunan sekolah, pembangunan sumber daya
manusia dan fasilitas persekolahan. Komitmen dan disiplin menjalankan ketiga
entitas passion, being the best dan resources adalah bukti untuk membesarkan
sebuah sekolah Kristen menjadi hebat.
·
Accelerators of success
Tidak
dapat dipungkiri bahwa teknologi inflrormasi akan dapat membantu guru mengajar lebih efektif dan efisien, namun
tanpa adanya guru yang dapat menguasai penggunaan teknologi tersebut , teknologi
itu sekedar alat bantu yang tidak dapat berbuat banyak. Keberadaan teknologi
bukan saja menambah nilai komersialiasi suatu sekolah namun memberikan komitmen
professional tugas pendidikan. Pengadaan teknologi tidaklah dapat menggantikan
seorang guru. Collins menambahkan terdapat tiga faktor utama sebagai fungsi
percepatan sukses. Tidak seperti teknologi, fungsi tersebut memiliki potensi
penggerak kesuksesan. Ketiga faktor Akselerasi sukses sebagai ganti dari technology accelerators
itu adalah pengembangan kurikulum (curriculum
development), panduan sekolah
(college guidance) dan keterlibatan orangtua (parent involvement). Curriculum development menyediakan kurikulum
juga bertanggung jawab pada materi pelatihan dan mengimplementasikan filsafat
pendidikan di sekolah dan kesemua
kurikulum integrasi Christian Worldview. College guidance, dapat memberikan value added berupa administrasi,
panduan, prosedur, yang menjadi percepatan di tangan orang yang tepat.
Barangkali
Parent involvement dapat menjadi
percepatan sukses yang terbesar, relasi dan keterlibatan yang sehat serta positif
akan memberikan dukungan bagi keberhasilan pendidikan anak-anaknya.
·
The Power of Doing the
Right Things the Right Way Over Time.
Komitmen
ini sebagai ganti dari The flywheel model
Collins. Frost memberikan
implementasi Wheaton Academy “policing themselves” diantara murid-murid mereka
karena pentingnya mengerjakan sesuatu dengan benar dengan cara yang benar dan
tekun. Wheaton Academy memiliki suatu peraturan yang diimplementasikan sebagai
tanggung jawab (from rulses to
responsibility), dan King’s Academy dari suatu pendisiplinan pengurangan
nilai menjadi suatu relasi (demerit to
relantionship).
Penutup
Terlepas
dari the Search for Greatness Christian
School, pencapaian dari suatu pelayanan yang hebat, bukanlah untuk
memegahkan diri, bukanlah untuk suatu kemasyuran namun perluasan pelayanan
pendidikanbagi mandat injili, suatu panggilan sekolah Kristen bagi kebesaran
kerajaan Surga. Firman Tuhan dalam Matius 20:26-28 menyatakan bahwa “Tidaklah demikian di antara kamu. Barangsiapa ingin
menjadi besar di antara kamu, hendaklah ia menjadi pelayanmu, dan barangsiapa
ingin menjadi terkemuka di antara kamu, hendaklah ia menjadi hambamu; sama
seperti Anak Manusia datang bukan untuk dilayani, melainkan untuk melayani dan
untuk memberikan nyawa-Nya menjadi tebusan bagi banyak orang."
[1] Jim Collins, Good to Great
(New York: Harper Business, an Imprint of Harper Collins Publishers, 2001),
hlm.1
[2] Gene Frost, Learning from
the Best (Grand Rapids, Michigan: CSI and Colorado Springs: ACSI publisher,
2010), hlm.11
[3] Ketujuh sekolah tersebut adalah Wheaton Academy, Illinois;
Westminster Christian Academy, Missouri; Bellevue Christian High School,
Washington; First Presbyterian Day school, Georgia; Annapolis Area Christian
School, Maryland; Cincinnati Hills Christian Academy, Ohio; The King’s Academy,
Florida.
[4] Association of Christian School International (ACSI), Christian
School Internasional (CSI), Association of Lutheran Secondary Schools; Seventh
Day Adventist Nort American Office of Education; National Catholic Educational
Association; Paidea, Inc; National Association of Episcopal Schools.
[5] Jim Collins sepeti yang dikutif Gene Frost,
hlm 17-18
[6] Landak, mamalia dengan kulit berduri dipunggungnya. Kita
melihat analogi kecerdikan dan keefektifan kerja dari landak dalam
mempertahankan hidup
[7] Frost, hlm 25
[8]
http://www.transformingteachers.org
[9] Zuck, Roy B. The Holy Spirit in Your Teaching, 1963, hlm.
167-168
[10] Pendiri Paideia, Inc, salah satu tokoh dan
penulis buku pendidikan Kristen