Sabtu, 27 Juni 2015

Godaan-godaan bagi Sekolah Kristen



Godaan-godaan bagi Sekolah Kristen
Dr. Khoe Yao Tung, M.Sc.Ed,  M.Ed
 
Pengamatan saya terhadap praksis sekolah Kristen sebagai seorang pendidik, sangat menyayangkan beberapa pengambilan keputusan operasional keseharian sekolah yang sering menggunakan referensi dan praksis manajemen sekuler. Manajemen yang digunakanpun sering kali manajemen yang berkembang dalam dunia bisnis. Saya tak memungkiri atau menampik referensi tersebut, karena seringkali prinsip manajemen dunia bisnispun terinspirasi dari prinsip kebenaran Firman Tuhan. Namun godaan dan jebakan sekularitas penyelenggaraan sekolah Kristen yang terjadi, telah mengalihkan perhatian kita pada visi dan misi pendidikan Kristen. Godaan penyelenggaraan pendidikan Kristen lebih kepada apa yang dimiliki pendidikan sekuler dalam kebutuhan kehidupan dan tren yang berkembang dalam masyarakat Godaan-godaan sekularitaspun menjadi suatu pertempuran iman dari setiap keputusan dan tanpa sadarpun kita telah terjebak dalam keputusan yang jauh dari panggilan iman Kristen.
Berikut adalah godaan-godaan penyelenggaraan pendidikan Kristen. Godaan pertama adalah penyelenggaraan pendidikan dengan manajemen modern yang tak jelas akar filsafat di balik praksis manajemen tersebut. Penggunaan manajemen sekuler akan membawa sekolah Kristen pada kerutinan manajemen dan tidak lagi berfokus untuk memenangkan anak bagi Tuhan, tidak lagi berfokus pada karya penebusan Kristus bagi murid. Pola kerja manajemen justru lebih mengandalkan proses bisnis untuk kelancaran kinerja lebih banyak berujung hanya untuk manajemen itu sendiri, lebih lagi bagi kesenangan pimpinan itu sendiri tanpa bergantung pada pimpinan Tuhan. Instrumen manajemen berupa penggunaan balance score card, sistem perbonusan, merit system, strategic management, performance management yang tergesa-gesa dan subjektif, telah membawa institusi pendidikan Kristen terjebak dalam manajemen bisnis dengan pola master-slave management, atasan bawahan dalam hubungan antar manajemen dan guru. Manajemen modern tidak semuanya sinkron satu sama lain, bahkan lebih sering intuitif, kontradiktif satu sama lain, misalnya sistem performance management (kontraskan dengan penolakan dari Edward Deming), sistem perbonusan (kontraskan dengan penolakan dari Daniel Pink), bahkan lebih banyak dijauhkan dalam manajemen terkini karena justru mendemotivasi dan meniadakan relasi dalam kerjasama organisasi.
Sebaliknya John Maxwell[1] lebih mengutamakan motivasi dan semangat. Ia menganjurkan untuk menambahkan nilai ke dalam diri orang, dorongan semangat pada kerja sama tim, dorongan semangat pada perubahan hidup, dan dorongan semangat pada tuntunan pada hal-hal yang besar dalam perspektif kristiani. Pola manajemen pendidikan sudah seharusnya berlandaskan keteladanan dalam narasi Firman Tuhan seperti keteladanan kepemimpinan hamba (Yoh 13:1-20), keteladan mengajar, keteladanan kualitas[2], keteladan rendah hati dan semua kehidupan mendidik dalam Firman Tuhan. Manajemen sudah seharusnya menjadi instrumen yang membuat suasana lebih kondusif dalam menyentuh keseharian pendidikan, relasi guru dan murid, relasi guru dan orangtua, serta relasi guru dan sesama guru, terutama relasi guru dengan Tuhan. Kekuatan sekolah Kristen berasal dari Tuhan dan bukan diri kita sendiri. Tuhan memanggil kita dengan kekuatan kelemahan kita. Ia memberkati pekerjaan kita sebagai pendidik, untuk mengubah kehidupan murid dan bukan membuat organisasi Kristen dengan manajemen sekuler yang berorientasi bisnis.
Godaan kedua adalah penekanan kesuksesan akademik. Mereka menginginkan reputasi akademik sebagai patokan kesuksesan penyelenggaraan pendidikan. Padahal mereka masih terngiang misi utama pendidikan Kristen yang keberadaannya karena suatu panggilan dalam mandat injili. Kesuksesan akademik sudah seharusnya merupakan akibat dari penyelenggaraan pendidikan Kristen yang sungguh dalam memuliakan Tuhan, Kualitas adalah hasil bawaan dari proses pendidikan yang berintegrasi dengan kebenaran Firman Tuhan. Sudah seharusnya sekolah Kristen berkualitas, namun hal itu bukanlah tujuan yang utama. Kesuksesan dalam pendidikan Kristen adalah kesuksesan membawa siswa menerima Yesus Kristus sebagai jalan kebenaran, jalan keselamatan dan kehidupan.
Gagasan kesuksesan akademik tanpa kesuksesan misi injili merupakan suatu kekeliuran. Gagasan membesarkan reputasi sekolah dengan anggapan semakin diapresiasi, sekolah terjebak dalam mempersiapkan murid  masuk ke universitas favorit,  memenangkan anak dalam berbagai olimpiade akademik (apalagi dengan sistem perekrutan dan pembajakan anak-anak pemenanga olimpiade serta pelatihan instan memenangkan kompetisi akademik) telah merubah mentalitas sekolah Kristen menjadi sekolah persiapan akademik dan bukan mempersiapkan hidup bagi kekekalan. Kesuksesan akademik adalah penting bahkan suatu yang harus terjadi namun kesuksesan ini harus dicapai dari misi dan visi pendidikan Kristen, yaitu memuridkan anak bagi Kristus.
Godaan ketiga adalah pengabaian Firman Allah. Banyak sekolah Kristen terjebak dalam pendidikan yang lebih berorientasi pada kurikulum publik (baca: kurikulum nasional), walaupun mereka menyadari perlunya integrasi kebenaran firman Tuhan dalam setiap subjek pelajaran. Mereka mengaku membangun dan menggunakan integrasi Alkitab dalam pembelajaran. Namun “pengakuan” mengintegrasikan hanya dilakukan dengan menggunakan tetap kurikulum publik dan menambahkan bagian Alkitab sebagai asesoris pelengkap, sifatnya fragmentaris, tidak berarah, dan tidak mendasar. Mereka tidak benar-benar membangunnya dari Alkitab sebagi sumber hikmat dan kebenaran dengan kurikulum publik sebagai referensi urutannya. Ada yang lebih menyedihkan lagi, kalau beberapa sekolah-sekolah Kristen sebenarnya merupakan perpanjangan tangan sekolah negeri menjalankan kurikulum sekuler dengan memberikan asesoris religiositas dan simbol-simbol kekristenan. Bahkan lebih parah lagi, ada beberapa sekolah Kristen sama sekali tidak menunjukkan nilai-nilai kekristenan sekalipun hanya berbentuk religiositas kekristenan.
Sekolah Kristen telah tergoda mengabaikan kebenaran Firman Tuhan. Mereka tidak mengindahkan metode, filsafat, pedagogi berdasarkan word of God. Mereka tidak lagi berinisiatif membangun Christian worldview dalam pembelajaran di dalam kelas. Kebaktian para pendidik dan professional development tidak lagi dibangun oleh hamba-hamba Tuhan yang kompeten dan takut akan Tuhan. Topik-topik pelatihan dan pengembangan guru tidak lagi menyentuh kebutuhan guru dalam mendidik anak dalam iman Kristen. Kurikulum dan pelatihan dalam sekolah Kristen telah mengabaikan kebenaran Firman Tuhan yang merupakan hikmat Allah, tanpa-Nya kita hanyalah memiliki kebijakan common sense dari seorang manusia berdosa.
Godaan keempat adalah keyakinan akan keketatan akademis dengan disiplin dipersepsi dengan pendidikan yang baik. Pelatihan ketaatan dengan keketatan disiplin adalah latihan bagi setiap murid dalam sekolah Kristen, namun setiap disiplin sudah seharusnya dilandasi filsafat pendidikan Kristen bukan sekedar aspek psikologis ataupun berbagai filsafat sekuler (konstrukvisme, progressivisme dan behaviorisme). Tidak dengan mudah memperlakukan pendidikan bermodelkan sistem input-output sederhana, mempersiapkannya dalam lingkungan yang tepat belajar yang dapat membuat murid menjadi orang Kristen. Murid dapat saja belajar dalam pengkondisian ini seperti taat aturan, melakukan hal yang diinginkan sekolah, namun mereka tidak belajar kebenaran firman Tuhan, mereka tidak belajar untuk mengasihi Allah dan sesame manusia, mereka dapat saja belajar moralisme secara umum namun mereka tidak dilatih dalam kekristenan sejati. Mereka tidak belajar memahami kasih karunia Tuhan dalam hidup mereka, serta mengimplementasikannya di dalam hidupnya.
Godaan terakhir adalah pengaruh kebanggaan yang  menjadikan sekolah Kristen yang dipimpinnya untuk menjadi sekolah yang terbaik. Mereka membangun menaranya sendiri untuk kebangaan pribadinya. Beberapa diantaranya mengadopsi berbagai praksis pendidikan yang seolah baik, tanpa dasar yang jelas. Saya menyebutnya campur sari (ekletisme). Godaan sekolah menjadi terunggul, mental tak mau kalah dengan mengadopsi berbagai keunggulan yang dikiranya baik atau sedang trendi dalam masyarakat, seolah mengikuti arus zaman menjadi godaan iman Kristen . Sekolah Kristen adalah sekolah missioner (mission driven), sekolah Kristen tidak diatur oleh tuntutan masyarakat, kebutuhan golongan dan tuntutan persepsi marketing. Sekolah Kristen adalah sekolah yang bergerak karena misi yang dihidupi dari iman kepada Tuhan.

Penutup
Seringkali jebakan sekuler menjadi musuh utama dari sekolah Kristen. Godaan-godaan bagi sekolah Kristen tidak akan lenyap namun inilah tantangan para pendidik Kristen untuk terus merefleksikan kebenaran firman Tuhan dalam pelayanan Firman Tuhan. Pelayananan pendidikan bersumber dari Firman Tuhan, panggilan dari Tuhan untuk menuntaskan rencana Tuhan dalalm kehidupan manusia. Pelayanan itu harus hidup dalam keseharian guru dan murid, tidak melulu terlena dengan kenikmatan godaan sekuler dengan bungkus kerohainan.
Murid kita di sekolah adalah seorang manusia ciptaan Allah, ia adalah gambar dan rupa Allah. Pandangan terhadap siapa manusia dalam pendidikan Kristen merupakah hal yang harus terjawab, apalagi ketika gambar dan rupa Allah telah rusak akibat dosa. Tugas utama dari Pendidikan Kristen haruslah menjawab pemulihan gambar dan rupa Allah yang telah rusak dengan karya penebusan Kristus. Sekolah Kristen adalah sekolah yang memuridkan sekolah yang menjalan misi Amanat Agung.




[1]   Serial Kepemimpinan Kristen seperti: Encouragemet Changes Everything, Winning with People, the 17 indisputable Laws of Teamwork, dan buku best seller John Maxwell lainnya
[2]   Melakukan seolah untuk Tuhan (Kol. 3:23), dituntut satu mil berjalan dua mil (Mat 5:41), keunggukan kumulatif dalm efek Matius (Matius 13:12 dan 25:29).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar