Rabu, 13 Juli 2016

Kingdom education



Kingdom Education
 Dr. Khoe Yao Tung, M.Sc.Ed., M.Ed.

Dalam bukunya Kingdom education, Glenn Schultz [1] menyebutkan bahwa anak-anak Kristen perlu dididik dalam pemeliharaan dan pembentukan karakter iman Kristen. Menurutnya pendidikan Kristen tidak bisa dipisahkan dari tiga pilar pendidikan yaitu keluarga, gereja, dan sekolah Kristen (peran mendidika ketiganya disebut Kingdom Education). Pemeliharaan anak dalam keluarga merupakan pendidikan yang utama bagi anak, orang tua memberikan anak pengalaman pertama dalam pendidikan karakter. Orang tua adalah model kesaksian dan gaya hidup Kristen bagi anak-anaknya. Kedua, gereja berperan dalam mengajarkan apa yang dikatakan oleh Firman Tuhan dan bagaimana mengaplikasikannya dalam hidup, memelihara iman mereka dalam hidup baru, dan bagaimana seseorang seharusnya menjadi bagian dari tubuh Kristus. Sedangkan sekolah Kristen berperan dalam mengajarkan anak dalam mengembangkan bakat, minat dan talentanya melalui pembentukan akal budi Kristen (Christian mind[2]) dalam berbagai aspek kehidupan dengan berbagai berbagai disiplin ilmu.

Orang tua, pendidik utama bagi anak
Alkitab menyatakan bahwa tugas utama dalam mendidik anak terletak pada orang tua. Sejak anak dibesarkan, peran orang tua tidak dapat diabaikan dalam pemberian nutrisi, pemeliharaan, pendidikan, ataupun panutan moral bagi tumbuh kembang anaknya. Semua peran mendidik orang tua meliputi perkembangan fisik, intelektual, sosial, emosional dan spiritual anak.[3] Terbatasnya kemampuan orang tua dalam berbagai aspek pengetahuan mendidik anak, mengalihkan orang tua untuk menyerahkan sebagian tugas mendidik anaknya kepada sekolah. Namun Alkitab menjelaskah bahwa tanggung jawab mendidik ada pada orang tua. Sekolah adalah mitra orang tua, tempat yang diberikan dipercaya orang tua dalam peran pendidikan anaknya.
            Orang tua merupakan penganggung jawab utama pendidikan anak-anaknya. Secara spesifik, Alkitab menjelaskan pentingnya pembelajaran yang dilakukan dalam keluarga. Alkitab menyebutkan orang tua berperan dalam: memelihara anak-anak (Ul. 6:6-9, Ul 11:18-21, Ef. 6:4), mengajarkan anak-anak (Ul. 4:9, Ul 13:13), mendidik dan melatih mereka (Ams 22:6), menyediakan kebutuhan (2 Kor. 12:14), mengontrol kelakuan mereka (1 Tim 3:4), mengasihi mereka (Titus 2:4) dan mengoreksi kesalahan mereka (Ams 13:24). Alkitab dalam Ulangan 6:4-9 menyatakan tugas mendidik adalah tugas kehidupan dari umat-Nya, Apa yang kuperintahkan kepadamu pada hari ini haruslah engkau perhatikan, haruslah engkau mengajarkannya berulang-ulang kepada anak-anakmu dan membicarakannya apabila engkau duduk di rumahmu, apabila engkau sedang dalam perjalanan, apabila engkau berbaring dan apabila engkau bangun.”
            Ada pepatah mengatakan “seorang ayah yang mengajar lebih dari seratus guru”, pepatah ini memberikan gambaran betapa pentingnya peran orang tua dalam mengajar (Ef. 6:4). Orang tua memegang peran penting bagi pendidikan anak. Sejak dari bayi sampai memilihkan sekolah bagi anaknya. Pendidikan anak  merupakan tanggung jawab terbesar orang tua. Setiap orang tua Kristen harus menyadari bahwa mendidik anak-anak adalah pekerjaan rumah yang Tuhan berikan, kehidupannya adalah mendidik anak-anak mereka. Mazmur 127:5 mengatakan “Berbahagialah orang yang telah membuat penuh tabung panahnya dengan semuanya itu. Ia tidak akan mendapat malu, apabila ia berbicara dengan musuh-musuh di pintu gerbang.” Oswald Chambers merespon dengan kegundahan hatinya terhadap pendidikan anak terkait perkembangan spiritualitas anak. Orang tua perlu membina dan mendampingi anaknya dalam kehidupan spiritual.
Have I been able to reproduce my own kid spiritually? If so, in a time of difficulty I will be brought through magnificently victorious: but woe be to the spiritual man who has never produced his own kind, when the difficulties come there is none to assist, he is isolated and lonely[4]
Lebih lanjut Alkitab dalam 3 Yohanes 1:4, menyatakan bahwa “Bagiku tidak ada sukacita yang lebih besar dari pada mendengar, bahwa anak-anakku hidup dalam kebenaran.”

Sekolah Kristen, academic training dalam worldview Kristen
Dalam perspektif Kristen[5], sekolah adalah mitra orang tua dalam mendidik anak-anak mereka. Melihat keterbatasan orang tua dalam mendidik anak di rumah. Sekolah Kristen harus mengambil inisiatif untuk menyelaraskan prinsip pendidikan berkaitan pengembangan karakter dan pendisiplinan anak dari perspektif Kristen baik di sekolah dan di rumah. Sekolah harus mampu menjembataninya dengan pendidikan Kristen dalam setiap aspek kehidupan anak, mempelajari setiap subjek keilmuan dalam perspektif Kristen, penyelenggaraan parenting school bagi orang tua untuk menyelaraskan pendidikan dan pembinaan karakter  yang sesuai firman Tuhan baik di rumah maupun di sekolah. Sekolah Kristen berkesempatan menggunakan pertemuan orang tua murid sebagai sarana “parenting school” dengan tujuannya menjalin kebersamaan dalam mengembangkan karakter, sikap, moral, dan spiritual anak. Untuk dapat membangun hubungan tersebut Sekolah Kristen harus memiliki filsafat dan prinsip-prinsip pendidikan Kristen yang bersumber pada kebenaran Firman Tuhan.
Sekolah Kristen hadir karena respon dari panggilan Allah. Kehadirannya harus bersumber pada Allah dengan proses pembelajaran yang berpusat pada Kristus. Dr. Frank Spina, presiden dari Seatle Pacific University memublikasikan artikel pendidikan yang berjudul “What Makes It Christian?”
 “…. A Christian school is Christian if, and only if, Christian content is central to the whole undertaking. Every subject of study is to be seen from the perspective of Christianity.”[6]
            Pendidikan Kristen memang berbeda dengan pendidikan sekuler, Yohanes 15:19 menyatakan bahwaSekiranya kamu dari dunia, tentulah dunia mengasihi kamu sebagai miliknya. Tetapi karena kamu bukan dari dunia, melainkan Aku telah memilih kamu dari dunia, sebab itulah dunia membenci kamu.” Pendidikan Kristen harus berdasarkan revelation dari sumber kebenaran, berasal dari Allah dan bukan berasal dari human inquiry manusia.[7]
Beberapa perbedaan yang menjadi prinsip penting yang membedakan tujuan dan pengelolaan pelayanan sekolah Kristen dengan sekolah sekuler, prinsip-prinsip itu antara lain:
-   Pelayanan pendidikan Kristen memimpin murid untuk mengenal Kristus sebagai sumber keselamatan, kebenaran, hikmat, dan pengetahuan. Pelayananan pendidikan haruslah merupakan elemen pembelajaran yang kondusif bagi pertumbuhan rohani. Pengenalan akan Kristus membutuhkan proses pemuridan dengan disiplin yang ketat, disiplin memberikan jaminan lingkungan belajar yang baik, pemeliharaan disiplin membangun lingkungan akademik yang baik.
-   Pelayanan pendidikan yang bertujuan mengembalikan gambar dan rupa Allah pada diri manusia yang telah rusak akibat pengaruh dosa didalam penebusan Yesus Kristus. Pendidikan Kristen mempersiapkan anak belajar untuk kehidupan masa depannya di dunia dan kehidupan bagi kekekalan. Pelayanan spiritual dalam sekolah Kristen merupakan The heartbeat of a Christian School” yang terkelola dalam ministry dan evangelism.
-   Pendidikan Kristen melengkapi anak dengan berbagai pengetahuan, keterampilan, dan pengembangan karakter dari perspektif Kristen (worldview). Pengajaran akademik dalam perspektif Kristen adalah bentuk pelayanan Kristen yang efektif.
-   Pendidikan Kristen membutuhkan  kurikulum berbasis Alkitab. Perencanaan kurikulumnya terencana dan terarah agar dapat memberikan kualitas akademik yang tertata baik dan ketat.
-   Penatalayan pendidikan Kristen harus berdasarkan filsafat pendidikan Kristen, dengan pusat penatalayanan bersumber pada Tuhan Yesus Kristus yang diam diantara kita (Yoh. 1:14, 17).
-   Pengelolaan Sekolah Kristen harus bersandar pada kedaulatan Tuhan sebagai pencipta dari segala sesuatu dan segala sesuatu diciptakan bagi-Nya (Kol. 1:17).

Sekolah Kristen memberikan konteks pembelajaran academic training dalam perspektif Kristen (termasuk di dalamnya pembentukan Christian worldview) dan spiritual nurture bagi pembentukan Christian mind dalam diri anak, serta mengembangkan bakat dan minat anak. Sekolah harus menjadi landscape yang menyediakan proses penginjilan berkaitan dengan spiritual formation dan spiritual nurture. Pengajaran di sekolah Kristen harus menanamkan identitas anak-anak di dalam Kristus sedemikian rupa sehingga mereka memahami rencana hidupnya bagi Kristus. Sekolah harus menyediakan latihan dan Christian mind dalam subjek pembelajaran yang diajarkan agar terpola dalam dalam cara berpikir anak-anak di sekolah.           

Gereja, hidup mengalami Tuhan
            Sebenarnya peran sekolah Kristenpun adalah bagian dari pelayanan gereja, karena sekolah Kristen adalah perpanjangtangan dari gereja untuk menjalankan Amanat Agung. Sekolah yang didirikan merupakan bagian dari gereja untuk menyampaikan mandat injil yang dipergunakan sebagai bagian pelayanan gereja. Sekolah Kristen perlu dikembangkan dalam “ex corde ecclesiae,”[8] lahir dari hati gereja. Dalam hati gereja, sekolah Krsiten harus menjalankan peran memuridkan sebagai panggilan iman Kristen.
Peran dan tugas sekolah dengan gereja memiliki peran masing-masing dalam pelayanan dengan tanggung jawab iman[9] namun keduanya merupakan satu kesatuan dalam tubuh Kristus. Peran gereja dalam pendidikan anak menumbuhkembangan spiritualitas anak bersama Tuhan, mengembangkan hidup mengalami Tuhan dalam Perkabaran injil, Pembinaan iman,  Pengajaran doktrin Alkitab, Persekutuan, Kesaksian, Pelayanan, dan Pemuridan.
            Peran gereja dalam sekolah minggu adalah hal penting untuk mengenalkan anak pada karya keselamatan Tuhan Yesus. Peran bersama antara progam sekolah Minggu dan sekolah Kristen haruslah menjadi satu kesatuan yang tak terpisahkan, kehadirannya saling memberikan sinergi bagi perkembangan spiritualitas anak. Gereja tak boleh melepaskan pembinaan kepada sekolah dan sebaliknya sekolah Kristen melepaskan diri dari gereja. Eksistensi dari kehadiran sebuah sekolah Kristen adalah memperlengkapi dan mendukung peran gereja dalam tugas dan perannya dalam pengajaran. Francis Curran seorang guru besar sejarah pendidikan Amerika dalam the churches and the Shools mengatakan bahwa gereja tidak boleh menarik perannya dalam pendidikan, bila hal ini dilakukan, konsekuensi logisnya akan terjadi pengabaian semual pendidikan formal yang dilakukan gereja.
“If the church withdraws from one division of education, the logical consequence will be the ultimate abandonment of all formal education by the church.”[10]
Sekolah Kristen harus dapat menemukan dirinya dalam relasi yang kuat dengan  gereja dalam mencari kebenaran Alkitab. Prinsip pendidikan Kristen menjadi fondasi yang kuat dalam hubungan antara sekolah dan gereja. Banyak masalah filosofis dan praktis yang dapat terselesaikan ketika sekolah dan gereja mempunyai tujuan yang sama yaitu melakukan amanat agung seperti yang diperintahkan Tuhan.
            Gereja dan sekolah mememiliki wilayah pijakan pelayanan dan titik berat pelayanannya sendiri-sendiri. Keduanya memiliki cakupan kerja yang mirip, karena sekolah bagian dari gereja, apabila keduanya mengambil panggilan satu dengan yang lain atau saling tumpang tindih dalam pelayanannya, hal ini bukanlah masalah yang berarti. Irisan dalam pelayanan ini tak bisa dihindari karena memang keduanya tak dapat dipisahkan sebagai alat Tuhan dalam mewujudkan mandat injili yang diperintahkan Tuhan.  Lebih lanjut Derek Keenan yang menyimpulkan hubungan gereja dan sekolah yang merupakan satu tubuh dalam Kristus dalam pelatihan orang-orang muda.
“A strong school-church relationship is a wonderful opportunity for young people to see the Body of Christ, with its diversity of gifts and personalities, functioning together.”[11]

Penutup:
Kingdom education, adalah pendidikan bagi warga kerajaan Tuhan, suatu pendidikan Kristen yang akan berhasil dengan peran serta orang tua, sekolah, dan gereja. Ketiga pilar ini bersatu berpadu dalam mengembangkan spiritualitas anak, sehingga mereka mengenal jalan kebenaran dan hidup (Yoh. 14:6) dalam kehidupannya. Anak berkembang dalam talenta dan potensinya serta mendedikasikan hidupnya bagi Tuhan, mereka mengenal rencana hidupnya dalam Tuhan. Orang tua adalah pendidik utama yang bertanggung jawab dalam pendidikan dan kehidupan anaknya. Sekolah Kristen mengembangkan pengembangan bakat dan minat dalam pelatihan akademik yang berkualitas dari perspektif kristiani. Gereja menuntaskan keseluruhan perannya agar anak dapat hidup bersama mengalami Tuhan Tuhan, menikmati kasih-Nya dalam keseharian hidupnya.



[1] Kingdom education, second edition (Colorado Springs: Purposeful Design, 2003)
[2] Beberapa referensi menyamakan antara Christian mind dengan Christian worldview.
[3] Menyadari pentingnya pendidikan keluarga pemerintah membentuk direktorat pendidikan keluarga melalui Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan nomor 11 tahun 2015 Direktorat Pembinaan Pendidikan Keluarga
[4]     Oswald Chambers, The  Complete Works of Oswald Chambers (Grand Rapids: Discovery House publisher, 2000), hlm. 537
[5]     Walaupun tidak pernah disebutkan ada kata “sekolah” di dalam  Alkitab, dan  hanyalah suatu produk budaya manusia dalam anugerah wahyu umum.
[6]     Frank Spina, “What Makes It Christian” Moody Monthly (Chicago: Moody Press, March 1993), hlm. 43
[7] J. Wilhoit, Christian Education and the search for meaning (Grand Rapids: Baker Book House, 1991), hlm. 95

[8]   Istilah yang digunakan Paus Yohanes Paulus II, ex corde ecclesiae, Aposlitic Constitution on Catholic University, 1990.
[9]   Richard A. Riesen, Piety and Philosophy, A Primer for Christian Schools (Phoenix, Arizona: ACW Press, 2002), hlm. 121-123
[10] Glenn Schultz, Kingdom education, second edition (Colorado Springs: Purposeful design, 1998), hlm. 225
[11] Derek J. Keenan, A crucial Relantionship” Christian school Education 1, no.2 (1997-98), hlm. 4

Tidak ada komentar:

Posting Komentar