Matematika dan Pendidikan
Kristen
Dr. Khoe Yao Tung, MSc.Ed, M.Ed
Subjek apa yang paling mudah menyatakan kedaulatan
Allah dalam pembelajaran kelas? Atau dengan kata lain, subjek apa yang paling
mudah diintegrasikan dengan prinsip-prinsip Alkitab? Secara mendasar, subjek matematika
dan sains![1], bukan subjek
yang lain, keduanya bukan yang tersulit tetapi justru yang paling mudah untuk
menyatakan realitas ciptaan Allah. Keberadaan alam dan berkerjanya alam dalam
suatu sistem bagi kehidupan merupakan subjek yang menunjukkan kedaulatan,
keberadaan, dan penyertaan sang Pencipta. Tak berlebihan bila fisikawan Paul
Dirac (1902-1984) mengatakan bahwa Tuhan menciptakan alam semesta dengan
perumusan matematika yang indah, “God
chose to create the universe according to very beautiful mathematics.”
Blaise Pascal (1623-1662) salah satu pemikir besar
matematika yang pernah ada, pada tahun 1659 menuliskan pemikirannya dalam the Mind of the Geometrician, ia menemukan
bahwa terdapat kerangka dasar matematika seperti geometri dan kekristenan berada
dalam kebersamaan dasar di tingkat epistemologi. Pascal menemukan bahwa
geometri merupakan definisi dari “self evidence”
kebenaran itu sendiri. Geometri tidak dapat memverifikasi kebenaran-kebenaran dalam
alasan yang sederhana. Geometri juga berdasarkan pada benda-benda yang berada
pada bagian bentuk dasar yang tidak terverifikasi. Geometri menyajikan
bentuk-bentuk realitas ciptaan Tuhan, keteraturan, pola, keindahan, simetri dan
ketelitian tinggi yang merupakan alasan bagi kebenaran itu sendiri. Perumusan
matematika seperti segitiga Pascal, deret Fibonacci, Golden Ratio, teori bilangan, fractal,
dan Mandelbrot set seharusnya dapat mengingatkan
bahwa manusia tidak lebih dari ciptaan-Nya, hanya karena manusia mengetahui
segalanya melalui deretan angka, pola, aturan, dan rumus-rumus. Sebaliknya
deretan angka dan rumus-rumus tersebut merupakan bukti bahwa segala sesuatu
telah dirancang oleh Tuhan dalam kedaulatan dan kemutlakan-Nya. Manusia hanya unfolding meaning
Keberadaan matematika tidak bisa otonomi, tidak pernah
berdiri sendiri, dan tidak pernah netral. Matematika bukanlah ditujukan bagi
keilmuan matematika itu sendiri. Dalam iman Kristen, perumusan matematika harus
dibangun dari realitas ciptaan Tuhan. Konstruksi yang selalu berpangkal dari penciptaan
Tuhan. Prinsipnya harus dibangun dari God is Designer, Creator, and Sustainer of
the Universe. Prinsip-prinsip Matematika dalam iman Kristen mengungkapkan
tiga hal. Pertama Karya Agung ciptaan Tuhan dapat dipahami dengan keteraturan dalam matematika (dalam tiga ordo Ciptaan
Tuhan yaitu Creatio prima, creatio
secunda, creatio tertia). Kedua, realitas ciptaan Tuhan terkait dengan
aturan, dan keindahan dalam hukum keteraturan ciptaan Tuhan. Ketiga, konsep-konsep
dalam matematika dalam tinjauan implementasi harus digunakan untuk menjadi
berkat bagi kehidupan manusia dan bagi kemuliaan Tuhan.
Bila matematika murni digunakan bagi keilmuan
teori matematika itu sendiri, akan terbentang keraguan pada sifat ilmu
pastinya. Penemuan, sejarah dan kegunaan matematika dari waktu-ke waktu
menunjukkan pemeliharaan Tuhan pada hidup manusia. James Nickel dalam Mathematics: Is God Silent? Menunjukkan
bahwa dari suatu periode ke periode berikutnya, dari satu era ke era berikutnya,
semua keteraturan, pola-pola, rumus-rumus matematika ada pada keberaturan
realitas ciptaan Allah. Perumusan dan aturan yang dinyatakan dalam bentuk
matematika oleh satu ilmuwan ke ilmuwan lain adalah penyertaan mandat budaya
yang tidak mungkin, tanpa penyertaan Tuhan di dalamnya. Tidak mungkin tanpa
kedaulatan Allah di dalamnya. Kini tulisan James Nickel tentang matematika dan
kekristenan banyak mempengaruhi bidang matematika dalam perspektif Kristen,
artikelnya bisa di download melalui
internet. Boleh jadi ia adalah seorang pendidik Kristen yang paling banyak
menulis bahan referensi bagi para guru matematika untuk topik-topik matematika
berintegrasi Alkitab.
John Byl[2]
juga menuliskan kaitan antara Alkitab dan matematika beberapa tulisannya tentang
matematika adalah “A Christian
Perspective on Math”, “Does Mathematics Need a Worldview?”, “Matter,
Mathematics, and God”. Byl berpendapat bahwa pengaruh sekulerisasi dalam matematika disebabkan
oleh tiga aliran yang mempengaruhinya yaitu naturalistik, materialisme, dan
konstruktivisme. Pandangan aliran naturalisme, telah membuat matematika menjadi
penemuan manusia seperti biasanya serta menimbulkan pertanyaan tentang
validitas matematika dan kebenaran. Sebenarnya tidak ada ruang bagi materialisme
dalam matematika yang sifatnya universal, atau bahkan mengandung kebenaran. Di sisi
lain kontruktivisme matematika tidak menghasilkan alat bantu yang cukup untuk pengembangan
fisika modern. Ketidakcukupan matematika fisika adalah argumen yang kuat bagi kegagalan
pandangan realisme. Sebagai anugerah Tuhan, matematika harus dapat dijustifikasi
kebenarannya oleh Theistik dibanding dengan filsafat naturalisme.
Realisme matematika membutuhkan
pandangan dalam worldview tentang
Tuhan, kedaulatan Allah, dan Allah yang tidak terbatas. Agustinus (354-430)
menempatkan dunia ideal dari kebenaran abadi (eternal truth) berada dalam akal budi Tuhan (mind of God). Dia berpendapat bahwa kebenaran abadi tidak dapat
dihasilkan dari benda-benda atau pemikiran manusia yang terbatas[3]. Kebenaran
matematika harus tergantung pada pikiran universal, kebenaran yang mutlak dan
tidak berubah dan mencakup semua kebenaran. Kebenaran itu hanya didapatkan pada
diri Allah.
Moris Kline[4] dalam Mathematics the loss of uncertainty
menegaskan bahwa matematika bukanlah ilmu pasti, matematika bukanlah ilmu eksak
yang kepastiannya tak diragukan dalam penalaran matematika dan dunia fisik (rejection of a divine mind). Dalam Kenyataannya,
matematika memiliki beberapa konsep matematika yang saling bertentangan dan tidak bersifat universal. Dua perkembangan
matematika abad ke kesembilan belas tentang geometri non-Euclidean dan quarternion memaksa para matematikawan menyadari
bahwa matematika bukanlah serangkaian kebenaran self-evident tentang alam oleh
penalaran tak terbantahkan.[5] Mereka mendapati beberapa geometri yang berbeda justru sesuai
dalam ruang kejadian yang sama. Kenyataan yang mengejutkan mendorong para matematikawan memeriksa kembali
aksioma dan penalaran yang tak tergoyahkan yang selama ini dipatuhi. Akhirnya mereka menemukan aksioma yang sembarang, bukti yang tidak
memadai serta tidak mendukung satu sama lain. Moris juga menyatakan bahwa ketidakpastian akan
menjadikan matematika dapat menjadi bagian dari kesesatan berpikir dalam matematika. Kurt Godel (1906-1978)
matematikawan Austria pada tahun 1931, menyatakan bahwa kita tidak dapat
membuktikan konsistensi dari sembarang sistem yang cukup besar dari aritmetika.
Oleh karenanya kita tidak dapat dipastikan dengan validitas aritmetika,
walaupun terus dikerjakan sepanjang waktu. nampaknya matematika harus dapat
diterima dengan landasan iman[6]
Alkitab dalam Mazmur 139:17 menyatakan bahwa “Dan bagiku
betapa sulitnya pikiranMu ya Allah! … Karya penulis Kristen lainnya adalah Daniel
J. Cohen dalam bukunya Equations of God,
James Bradley dan Russel Howell (Mathematics
through the eyes of faith), serta karya-karya dari penulis Kristen lainnya
seperti Vern S. Poythress, John Lennox, Ivan Panin, ataupun Brendan Mackay.
Matematika adalah ilmu yang mempelajari struktur,
bentuk, simbol, pola dan hubungannya berbentuk fungsi, termasuk di dalamnya,
teori bilangan, aritmetika dan geometri. Keberpolaan matematika terlihat dari
semua ciptaan Tuhan. Melalui matematika manusia mampu melihat keteraturan,
keindahan, geometri, dan pola alam realitas ciptaan Tuhan. Bentuk keteraturan
ciptaan Tuhan dapat ditemui pada alam semua ciptaan, salah satunya perbandingan
ukuran golden ratio sebesar 1,618
atau sebesar 137,5°.
Perbandingan golden ratio nampak pada
perbandingan panjang tulang belulang tubuh manusia, bentuk rumah keong, buah nanas,
bunga matahari, mata serangga. Segala sesuatu ditopang oleh Tuhan melalui
firman Allah yang menciptakan alam dengan segala isinya dan manusia.
Penemuan perbandingan golden ratio bukanlah suatu kebetulan semata namun providensia
Allah. Penyertaan dan kedaulatan Allah pada manusia menyertai keberhasilan
perumusan para ilmuwan mulai dari segitiga Pascal, deret Fibbonaci, berlanjut
dengan golden ratio. Dan kini hampir
semua bentuk desain, arsitektur, aestetika bangunan, lukisan, bahkan nada musik
yang diciptakan manusia menggunakan proporsi, keindahan dan harmonisasi golden ratio. Sesungguhnya mempelajari
matemaika adalah mempelajari ciptaan Tuhan dalam kasih anugeran-Nya,
mempelajari pikiran Allah di hadapan-Nya. “Sebab
apa yang tidak nampak dari pada-Nya, yaitu kekuatan-Nya yang kekal dan
keilahian-Nya, dapat nampak kepada pikiran dari karya-Nya sejak dunia
diciptakan…” (Rom 1:20).
Matematika sudah dikenal sejak manusia mengenal
bahasa dan simbol-simbol tulisan, berbagai bangunan besar seperti Piramid,
Sphinx, Partenon semuanya adalah sisa-sisa penggunaan matematika pada kehidupan
manusia, walaupun saat itu belum dituliskan secara ilmiah. Filsafat matematika
yang pertama dinyatakan oleh Pythagoras (570-497 BC), ia menyakini
bahwa seluruh jagad raya dapat dijelaskan dalam perhitungan bilangan (rules of universe), “Bless us divine number, thou who generates god and men”[7]. Senada dengan
Pythagoras, Spinoza dan Emanuel Kant menyatakan bahwa bilangan adalah kekal, “Number is eternal”.
Selanjutanya GW Leibnitz (1646-1716) dalam The
Number World Theory menyatakan bahwa matematika menyediakan cerminan dari
pengalaman dan pemikiran yang belum teramati, adanya besaran yang independen
yang membuat pengamatan menjadi mungkin. “Mathematics
treats the reflection in our experience and thought of a realm of unobservable,
independent entities which make observable things possible”
Pertanyaan tentang matematika dan
perspektif kristiani menjadi latar belakang dari pemikiran Kristen akan
matematika. Dalam tahun 1948 Herman Weyl (1885-1955) salah satu dari ahli
matematika abad 20 yang terkenal menuliskan kata-kata untuk menjelaskan
matematika berkaitan dengan kemampuan kita memahaminya. “Pertanyaan yang paling
mendasar dan makna terpenting dalam matematika tetap menjadi masalah yang
terbuka, kita tidak tahu ke arah mana kita akan menemukan solusinya atau bahkan
menemukan tujuan akhir dengan jawaban yang dapat diduga keseluruhannya.”The question of
the ultimate foundation and the ultimate meaning in mathematics remain an open
problem; we do not know in what direction it will find its solution nor even
whether a final objective answer can be expected at all.[8]
Sebelumnya ahli filsafat J.S. Mill (1806-1873) menyatakan bahwa setetes air
ditambah dengan setetes air tetaplah merupakan tetesan air, ia menyatakan bahwa
matematika merupakan persepsi dan tergantung dari indera manusia. “Mathematics views which is controlled by
the perspective that says the nature of reality is exclusively sensory.”
Bertrand Russell
(1872-1970), ilmuwan dan matematikawan ateis pernah menyatakan bahwa matematika
sama dengan atau turunan dari logika. Matematika adalah logika dan sejumlah
symbol “All of math as either identical
with or derivative from logic.” Russel menekankan subjek mata pelajaran matematika
yang mencakup aspek observasi dan kemampuan bernalar. John Dewey (1859-1952)
seorang pendidik progesif menyatakan bahwa dua ditambah dua adalah empat, namun
nilai empat itu tidak berarti selama hasil dari penjumlahan itu tidak ada
gunanya. Dewey yang pandangannya bertentangan dengan Firman Tuhan
mempertanyakan kegunaan dari matematika, ia menekankan pragmatisme dari suatu
hasil perhitungan yang diperoleh. Filsafat dari para tokoh di atas kembali
mempertanyakan substansi matematika dalam kehidupan manusia.
Dalam perspektif Kristen, matematika
merupakan anugerah Allah dalam kehidupan manusia. Matematika digunakan untuk
memuliakan Tuhan dan menjadi berkat bagi sesama. Tuhan menyertai dan memelihara
manusia dengan berbagai keteraturan, keindahan, ketelitian, dalam berbagai
ukuran, berat dan dengan bilangan. Pemahaman manusia akan matematika sudah
seharusnya memberikan apresiasi kepada Allah pencipta, memberikan kemuliaan
bagi karya-Nya dan bukan sebaliknya. Cobalah lihat karya keterkaitan matematika
dengan kekristenan dalam situs-situs seperti
christian
perspective.net, transformingteachers.org, situsnya John Byl (reformation.edu/scripture-science-byl.),
project Kuyers Institute[9]
yang dikelola oleh Prof. David Smith, dari Calvin College (calvin.edu/kuyers/resources.php). Melalui
karya-karya di atas, kita mendapatkan sumber-sumber pembelajaran matematika
dari perspektif Kristen.
Pemahaman matematika
sebagai subjek dalam perspektif Alkitab, antara lain: Matematika menunjukkan konsistensi
kebenaran matematika dalam keteraturan, ketelitian dan keindahan ciptaan Tuhan.
Pembelajaran matematika membangkitkan apresiasi kepada karya cipta Allah.
Kreativitas matematika merupakan kepemilikan Allah yang menuntut manusia
membutuhkan pemahaman matemtika dengan sungguh. Tuhan menciptakan manusia sebagai
makhluk yang kreatif. Pemahaman konsep matematika memberikan keluasan atau ekspresi
dalam bidang lain dalam keseharian hidup. Berikut adalah panduan tentang pengembangan sebuah
matematika dengan rujukan Alkitab.
Prinsip Referensi Alkitab - Matematika
|
Rujukan Alkitab
|
Tuhan memahami semua
konsep bilangan karena ia adalah pencipta, Dia menyimpan semua rahasia
penciptaan termasuk semua rahasia bilangan.
|
Mazmur
147: 4; Lukas 12: 7
|
Allah memperhatikan
manusia untuk tidak terlalu
mengandalkan banyaknya
dalam jumlah atau ukuran
|
1 Samuel
14: 6; 17: 1-51; 1 Raja-raja 18: 17-41; Yohanes 6: 9-13
|
Allah memperhatikan
bahwa perbuatan manusia dengan teliti, dan akurat, termasuk dalam penggunaan
berat, ukuran dan bilangan
|
Imamat 19:
35-36
|
Konsep Jumlah berawal
dari Allah.
Tuhan memulainya dari
awal.
|
Kejadian
1, 4, 5
|
Pembelajaran Matematika
harus menghasilkan
apresiasi terhadap karya
Allah dalam ciptaan-Nya.
|
Mazmur 8:
3-9; Yeremia 33:22
|
Pemahaman konsep-konsep
matematika tentang penjumlahan memberikan pemahaman kepada manusia pernyataan
akan kehidupan bergantung kepada Tuhan
Penjumlahan
|
Matius
6:33; Amsal 3: 2-3;
|
Perkalian (positif)
|
Kisah Para
rasul 6: 1-7; 12:24
|
Perkalian (negatif)
|
Mazmur 16:
4; Yesaya 59:12
|
Prinsip
utama berdasarkan matematika
Tuhan telah
memberkati ciptaan-Nya dengan kemampuan untuk menghitung, memahami waktu, dan
membuat perubahan. Ini bukan hal yang kebetulan tetapi adalah cerminan dari
kebaikan Allah. Sebagai murid, anak belajar menghargai karunia Tuhan tentang
penjumlahan dan menggunakan penambahan, pengurangan, perkalian, dan pembagian
bagi kehidupannya. Mereka secara bersamaan harus mengembangkan hati yang
memumji dan ucapan syukur dalam matematika. Dalam Matematika siswa akan melihat
kebenaran bahwa urutan segala sesuatu telah diciptakan oleh Allah. Sama seperti
Alkitab mengatakan " Sebab harus ini harus itu, mesti begini
mesti begitu, tambah ini, tambah itu!" (Yes. 28:10). Murid dapat
membangun konsep berdasarkan konsep penjumlahan
dan pengurangan dalam matematika.
Sampai sekarang munculnya komputasi paralel,
penggunaan super computer untuk perhitungan
numerik semakin memungkinkan manusia untuk memproses informasi dalam
membuktikan suatu dalil, peraturan, rumus, dan hukum-hukum matematika.
Berkembangnya perangkat lunak pendukung dan grafis bagi komputasi numerik
grafikal seperti perangkat lunak wolfram, mathematica, geogebra, menambah daya
dobrak keampuhan matematika menyelesaikan persoalan manusia. Namun di
balik itu, bagaimana semua perangkat
tersebut dilihat sebagai anugerah Tuhan yang dapat digunakan bagi kesejahteraan
manusia dan memuliakan Tuhan.
Penutup
Tidak ada
subjek mata pelajaran yang lebih mencerminkan kemuliaan Tuhan dibandingkan
matematika. Pembelajaran matematika adalah belajar tentang Tuhan, belajar
tentang realitas penciptaan. Hukum-hukum matematika adalah ciptaan Tuhan dan
yang benar-benar absolut dan berlaku pada semua hukum matematika. Tugas manusia
adalah untuk mencari dan memanfaatkan hukum alam semesta, Keduanya mencakup
aspek keilmuan dan secara matematika. matematika merupakan alat manusia
mengungkapkan makna (unfolder meaning)
dari karya cipta Tuhan dalam keindahan, kemuliaan dan keteratuan. Galileo Galilei
(1564-1642) pernah berujar bahwa matematika adalah bahasa yang digunakan Tuhan
untuk menuliskan alam semesta. “Mathematics
is the language with which God has written the universe."
[1] Frank
E. Gaebelein, The Pattern of God’s Truth:
Integration of Faith and Learning (Colorado Springs: ACSI, 1968), hlm. 57
[2] John Byl dari Trinity Western University, ia
tidak hanya menulis matematika dengan kekristenan, namun berbagai subjek dari
perspektif Kristen. Situsnya dapat dilihat di reformation.edu/scripture-science-byl/pages/01-perspective-on-math.htm;
www.csc.twu/ca/byl
[3] John Byl, A Christian Perspective on Math, Reformed perspective, vol.27 (no.4). hlm 9-13
[4] Morris Kline dari New York University, Courant
Institute of Mathematical Science serta associate
editor dari Mathematic Magazine dan
Archive for History Exact Sciences.
[5] Matematika menggunakan aksioma yaitu hukum
dasar yang didasarkan pada himpunan
kebenaran yang tak diragukan dan menggunakan prinsip self evidence.
[6] ibid., hlm 10
[7] Cited
in Stanley L. Jaki, The relevance of Physics (Edinburgh: Scottish Academic Press, 1992)
[8] Herman Weyl, Philosophy of Mathematics and Natural
science (Princeton: Princeton University Press, 1948), hlm. 219