Kamis, 09 Juli 2015

Rethinking Christian Education



Rethinking Cristian Education[1]
Dr. Khoe Yao Tung, M.Sc.Ed, M.Ed

Pendahuluan
Apa tujuan pendidikan Kristen? Sudahkah kita memiliki pendidikan Kristen yang mengusung kebenaran Firman Tuhan? Sudahkan kita menjalankan rencana, perintah panggilan Tuhan dalam menjalankan pendidikan Krsiten? Apakah kebenaran firman Tuhan menjadi fondasi dan arah dalam setiap proses pendidikan di dalam kelas? Bilakah pertanyaan itu menjadi refleksi bagi kita. Bilakah kebenaran firman Tuhan sudah menjadi alasan bagi kita menyelenggarakan pendidikan Kristen?
Apakah pendidikan Kristen? Dalam beberapa tahun terakhir saya mendapatkan kata kata kunci yang sering hadir dalam definisi pendidikan Kristen. Kata kunci tersebut antara lain pendidikan yang misioner, panggilan, kebenaran firman Tuhan, penginjilan, memuridkan, karya penebusan Kristus, memulihkan gambar dan rupa Allah, Christian worldview, integrasi iman dan ilmu, Karakter Kristiani, Menyerupai Kristus, Transformasi, Creation Fall Redemption and Consumation. Dalam implementasinya di sekolah Kristen, implementasinya kata-kata kunci yang kembali muncul adalah filsafat Pendidikan Kristen, Kurikulum Pendidikan Kristen, Worldview Kristen dan integrasi Kebenaran Firman Tuhan pada subjek Pelajaran.
Rethinking Christian Education, memikirkan kembali esensi pendidikan Kristen, suatu refleksi para pendidik untuk kembali meletakkan dasar-dasar kebenaran firman Tuhan pada setiap panggilan mendidik anak, utnuk memenangkan anak bagi Tuhan. Pendidikan Kristen harus tuntas menjawab natur anak, natur guru, natur pengetahuan dan natur pembelajaran dalam kebenaran firman Tuhan.

Filsafat pendidikan Kristen
Setiap filsafat pendidikan berasal dari segala sumber. Filsafat pendidikan  bersumber dari ”akar" atau keyakinan filosofis umum. Filsafat pendidikan yang dianut seseorang sebagai suatu sistem berpikir dengan cara pandang seseorang dalam menghadapi kehidupan (worldview). Filsafat pendidikan Kristen yang berdasar pada kebenaran Firman Tuhan menjadi dasar bagi pembentukan Christian worldview atau Biblical woldview dalam menjalankan implementasi pendidikan Kristen.
Filsafat pendidikan mengandung prinsip-prinsip utama yang digunakan sebagai ide, alasan, landasan utama yang mendasari semua apa yang kita lakukan dalam pendidikan. Filsafat pendidikan Kristen adalah filsafat mendidik yang berdasarkan pada kebenaran Firman Tuhan. Filsafat ini akan menjawab berbagai pertanyaaan dasar (metafisika, epistemologi, dan aksiologi) dan alasan mendidik dalam perspektif kristiani ataupun prinsip-prinsip Alkitab yang digunakan dalam mendidik. Filsafat pendidikan Krsiten dalam pendidikan Kristen harus dikembangkan dalam menghadapi berbagai pandangan filsafat pendidikan sekuler seperti Idealisme, Realisme, Neo-scholastisme, Pragmatisme, Progresivisme, Eksistensialisme, evolusi, humanism, postmodernisme dan Neo-marxisme. Filsafat-filsafat ini menjadi masukkan bagi pembentukan akar filsafat pendidikan masa kini.

Titik berangkat Pendidikan Kristen
            Berkhof dan Van Til menyatakan bahwa pendidikan Kristen adalah implikasi interpretasi Allah. Untuk memahami pengertian akan maksud Allah, dalam pandangan ini pendidikan harus melibatkan tuntutan akan keharusan ide penciptaan dari Allah.
“But what, then do we mean by education?, Education is implication into God’s interpretation. No narrow intellectualism is implied in this definition. To think God’s thoughts after him. To dedicate the universe to its Maker, and to be the vicegerent of the Ruler of all things: this is man’s task. Man is prophet, priest, and king. It is this view of education that is involved in and demanded by the idea of creation.”[2]
Berkhof dan Van Til mengungkapkan bahwa titik berangkat pendidikan Kristen harus melibatkan ide penciptaan manusia oleh Allah pencipta (Kej 1:26, 1:27, Kej. 9:6, Maz. 8:4) . Tuhan bekerja dalam karya penciptaan dalam Creatio Prima atau ex nihilo, bersamaan dengan itu  dalam proses penciptaan itu yang baik dan teratur adanya dalam Creatio Secunda serta proses Creation Tertia berupa panggilan manusia dalam mengurus dan mengelola bumi. Realitas keluasan (Mazmur 139) dan karya ciptaan Allah (Mazmur 104) merupakan pemberian Allah semata.
Pemahaman panggilan pendidikan Kristen akan menolong guru memahami dunia sebagai milik Tuhan. Panggilan pendidikan Kristen adalah panggilan pendidikan yang membangun perspektif Kristen dalam diri anak (Christian worldview) dan pengasuhan anak (Christian Nurturing). Tugas pendidikan Kristen membentuk, mengisi dan membawa terang dalam pengembangan keilmuan yang berkaitan dengan ciptaan Tuhan dengan menghormati keteraturan ciptaan dan berpegang pada firman Tuhan. Tugas pendidikan Kristen mencari kebenaran akan pencipta yang merupakan sumber kebenaran. Roy W. Lowrie yang merupakan pendiri dari ACSI menuliskan, “Tidak ada satu pelajaran apapun yang dapat diajarkan dengan kebenaran tuntas bila keberadaan Sang Pencipta diabaikan”.[3]
Di satu pihak keberadaan manusia yang berdosa, membutuhkan penebusan  dalam karya penyelamatan Tuhan Yesus Kristus yang disampaikan dalam proses pembelajaran. Filsafat pendidikan Kristen harus selalu dihubungkan dengan proses penciptaan manusia dan proses kejatuhan manusia. Filsafat ini lahir dari Christian worldview yang ada, dalam diri seorang pendidik Kristen yang memunculkan ke permukaan prinsip-prinsip dasar dalam memandang suatu karya ciptaan Tuhan. “Education must share with religion or philosophy its perspective on the world at large and the human being’s place in this world…. Education as such possesses no substance of itself… Education is the instrument for carrying out society’s philosophical goals.”[4]
            Rangkaian pendidikan Kristen adalah sebuah narasi besar dimulai ketika Tuhan menciptakan dunia (creation), karenanya segala  sesuatu harus dipertanggungjawabkan pada Tuhan. Biblical Wordview, Alkitab adalah otoritas, adalah kebenaran Firman Tuhan dalam Alkitab, belajar mengacu pada Firman Tuhan, dunia milik Tuhan, semua aspek, semua kembali pada firman Tuhan, semua ciptaan Tuhan, tanpa kehadiran dan kedaulatan Tuhan, akan terjadi penyimpangan pembelajaran dalam sekolah kita. Pendidikan dalam rencana Allah merupakan suatu narasi maha besar Allah dalam skenario Creation – Fall – Redemption – Fulfillment (Consummation). Dengan demikian pendidikan Kristen adalah rencana Tuhan dalam mempersiapkan generasi mendatang dalam mengembangkan God- centered worldview dan berpikir serta bertindak menurut rencana Allah[5]

Creation
Awal pertanyaan mendasar dari pendidikan Kristen tidak dapat dilepaskan dari pertanyaan tentang “siapa itu manusia?”  Manusia diciptakan oleh Allah menurut peta dan teladan Allah (Kej. 1:26). Lalu Tuhan menghembuskan nafas kehidupan, dengan demikian manusia adalah makhluk yang hidup yang terdiri dari tubuh dan roh (Kej. 2:7). Sebagai makhluk ciptaan yang diciptakan dalam gambar dan rupa Allah, Tubuh dan roh dapat kita bedakan namun tidak dapat dipisahkan satu dengan lainnya  dalam keterpaduanya sebagai manusia. Roh manusia dalam ketaatan kepada Pencipta-Nya memancarkan segala kebajikan, kebenaran, dan kekudusan (Ef. 4:24, Kol. 3:10) di dalam dan melalui tubuhnya. Tuhan menciptakan manusia dengan baik dan sempurna, Tuhan menciptakan gambar dan rupa manusia meliputi keserupaan dalam hal aspek mental (mental likeness), moral (moral likeness), sosial (social likeness), fisik (physical likeness) dan spiritual (spiritual likeness).

·         Natur manusia berdosa
            Paulus mengatakan bahwa secara natur setiap manusia telah jatuh ke dalam dosa.  Sebab itu, sama seperti dosa telah masuk ke dalam dunia oleh satu orang, dan oleh dosa itu juga maut, demikianlah maut itu telah menjalar kepada semua orang, karena semua orang telah berbuat dosa (Rm 5:12). Lebih spesifik lagi bahwa manusia “secara natur anak-anak durhaka” dan “orang-orang yang harus dimurkai” ,  Sebenarnya dahulu kami semua juga terhitung di antara mereka, ketika kami hidup di dalam hawa nafsu daging dan menuruti kehendak daging dan pikiran kami yang jahat. Pada dasarnya kami adalah orang-orang yang harus dimurkai, sama seperti mereka yang lain. (Ef. 2:3).  Anak memiliki kemampuan dalam mengimitasi perbuatan dosa.
 “Children are gifted image bearer, but they are impacted fall and need redemption in Christ. The school should help them discover God's peace and purpose for themselves and their world as steward’s responsible to Him.[6].
            Kelanjutan dari surat Paulus di Efesus memberikan tugas panggilan pelayanan kita agar pendidikan Kristen menghadirkan pendamaian anak dengan Allah.  Proses pembelajaran Kristen harus memberikan pemahaman kebenaran dan kasih Allah harus tercermin dalam pengembangan  menanamkan karakter, pelaksanaan disiplin,  dan yang terpenting adalah menemukan karya keselamatan Kristus bagi anak.

Prinsip yang bertentangan
Pengaruh berbagai filsafat dunia dalam pendidikan Kristen telah menjadi godaan dalam misi pendidikan Kristen. Beberapa filsafat yang mempengaruhi pendidikan berkaitan dengan natur manusia. Pandangan Empirisme, John Locke (1632-1704) menyatakan bahwa bayi lahir ke dunia dengan pikiran yang benar-benar “bebas isi” seperti kertas putih, lembaran kosong, lemari kosong, tablet kosong, atau tabula rasa. Anak manusia seperti blankslate, dalam hal ini manusia dianggap netral, manusia bukanlah manusia yang telah jatuh ke dalam dosa.
Jean Jacques Rousseau (1712 - 1778), yang terkenal dengan romantisismenya, dalam pandangan ini menekankan pada perasaan manusia dan keindahan alam, manusia tumbuh dengan lingkungan hidup alamiah dan tanpa banyak intervensi, berbeda dengan arti romantisme masa kini yang berorientasi masalah percintaan. Dalam hal ini manusia pda dasarnya dilahirkan dengan baik, tidak ada yang hal yang berdosa pada diri manusia.
Sigmund Freud (1856-1939) beranggapan bahwa manusia pada dasarnya egois, agresif dan perilakunya merupakan bagian dari hewan yang telah berevolusi[7]
Tak dapat dipungkuri pengaruh John Dewey (1859 – 1952) dalam pendidikan modern diusung dengan progresivisme. Teorinya telah meniadakan autoritas seorang guru (teacher oriented) di dalam kelas dan menjadikannya student oriented. Pengaruh progresivisme pada pendidikan dipengaruhi oleh dua doktrin yang besar yaitu doktrin evolusi dan doktrin materialistik. Beberapa konsep pembelajaran dari John Dewey, Berpusat pada murid (child centered), Siswa yang aktif, Peran guru sebagai fasilitator, penasihat dan pemandu, Berfokus pada pemecahan masalah dan Sekolah kelas sosial dari yang lebih besar dari drinya. Ucapan yang sering dikutip namun menyesatkan adalah “Education is not preparation for life; education is life itself. Education, therefore, is a process of living and not a preparation for future living.”[8] Semuanya bertentangan dengan kebenaran Firman Tuhan, bila kita tidak menebusnya dalam kasih Kristus.
Pendidikan Kristen adalah pendidikan yang merupakan misi dari Tuhan, suatu mandat injili, mandat budaya. Fokus pendidikan Kristen adalah karya penebusan Tuhan Yesus.
Pendidikan Kristen adalah pendidikan yang berdasarkan pada filsafat Kristen, dengan landasan kebenaran Firman Tuhan.






·         Natur pembelajaran
Horace Bushnell (1802-1876), seorang pendidik Kristen dalam bukunya “Christian Nurture” menyebutkan bahwa pengasuhan anak di sekolah Kristen merupakan bagian dari jalan Tuhan pada pendidikan “some kind of nurture which is of the Lord… will of necessity have a method and a character peculiar to itself, or rather to Him. It will be the Lord’s way of education…terminating in results impossible to be reached by any merely human method.”[9].
Penegasan Integrasi iman dan ilmu, bukanlah isu yang utama karena memang sudah seharusnya pendidikan Kristen tidak terlepas dari integrasi, tidak terlepas dari Christian Worldview. Paul A. Kienel menyebutkan bahwa tujuan pendidikan Kristen memenangkan anak bagi Tuhan, memahami rencana Tuhan dalam kehidupannya untuk menghadapi kehidupan masa kini dan masa mendatang.
”The Purpose of Christian school education is to show children and young people how to face God and then with the vision of God in their hearts to face the present world and the world to come”.[10]
Selanjutnya Howard Hendricks dalam bukunya Mastering Teaching menyatakan bahwa
“Secular education seeks to make better, more effective, more successful, more intelligent people. The Christian educator aspires to nothing less than transformation of a believer into the image of Christ.”[11]
Prinsip utama menyatakan bahwa pendidikan Kristen di sekolah adalah tanggung jawab dari orangtua, Alkitab menyebutkan bahwa pendidikan adalah kebutuhan dan tanggung jawab dari keluarga Kristen (Kej. 17:7). Mandat utama mendidik anak di keluarga Kristen ada pada peran orang tua, lebih khusus lagi seorang ayah memegang tanggung jawab lebih, seperti yang terdapat dalam Efesus 6:4. Sekolah menjadi mitra orang tua, agar anak dalam memperoleh pendidikan Kristen.
Pendidikan Kristen harus menyediakan lingkungan kristiani bagi anak-anak. Oleh karenanya proses pembelajaran dalam kelas harus menanamkan dan mengembangkan pembentukan karakter dan  iman yang mempertemukan anak pada Kemuliaan Tuhan. Pembentukan tersebut juga dibangun dari setiap subjek keilmuan yang dipelajari dari sudut pandang Kristen. Kita terpanggil untuk melakukan proses pembelajaran dan pembinaan untuk membentuk akal budi Kristen (Christian mind) anak.  Hal ini dipertegas oleh T.S. Eliot yang mengatakan bahwa:
”The Purpose of a christian education would not be merely to make men and women pious christian.... A christian education would primarily train people to thinking Christian categories.”[12]
            Peran guru menjadi sangat penting, terutama menyampaikan kebenaran akan firman Tuhan, (pemahaman guru akan seorang guru Kristen). Guru di sekolah Kristen bukanlah seorang guru yang hanya mengajar di sekolah Kristen. Mereka harus memiliki hidup baru, dengan kehidupan baru dalam Yesus Kristus mereka dapat memancarkan keteladanan hidup bagi para muridnya. Mereka tidak bertugas memberikan ilmu saja secara akademis, akan tetapi yang lebih penting dari itu adalah mengembangkan iman dan karakter kristiani. Dalam pendidikan Kristen, guru harus dapat memberikan teladan dalam integritasi iman dan ilmu dengan pembinaan, disiplin, penilaian, serta metodologi pembelajaran yang tepat bagi sekolah Kristen.
            Penggenapan kasih Allah telah menjadikan pendidikan sebagai upaya untuk menolong siswa melihat dunia sebagai milik Tuhan. Menurut Brummelen, tugas pendidikan Kristen adalah untuk membantu dan membimbing para siswa menjadi murid Kristus yang bertanggung Jawab.[13]  Pendidikan harus mampu membentuk, mengisi dan membawa terang dalam pengembangan keilmuan yang berkaitan dengan ciptaan Tuhan dengan menghormati keteraturan ciptaan dan keindahan karya Tuhan.
            Pendidikan Kristen tidak terlepas dengan doktrin tentang Allah yang menciptakan manusia dan segala isinya. Pendidikan Kristen harus memandang manusia sebagai gambar dan rupa Allah yang telah rusak karena kejatuhan manusia ke dalam dosa. Pendidikan Kristen memulihkan gambar dan rupa Allah yang rusak karena penebusan oleh Yesus Kristus. Selanjutnya murid dapat mengenali rencana Allah dalam kehidupannya.
            Filsafat Kristen memberikan landasan dalam pembentukan Christian worldview. Pembentukan ini harus terjadi lebih dahulu dalam diri seorang pendidik Kristen. Mereka harus dapat memancarkan prinsip-prinsip kehidupan dari perspektif Kristen yang memandang realitas ciptaan Tuhan melalui proses pendidikan Kristen.
            Kerangka berpikir dari rangkaian Tuhan menciptakan dunia (creation) sampai pada tahapan penggenapan dan panggilan manusia dalam kehidupannya, inilah yang menjadi suatu dasar berpikir dalam pendidikan Kristen. H.W. Byrne menyatakan bahwa
“Philosophy is a life issue and of necessity must come from the heart by a definite choice of the person. A philosophical choice is a religious choice, for religious is the only point from which man can gain an overview of the universe”[14]
Dengan demikian pendidikan adalah sesuatu yang harus dipertanggungjawabkan pada Tuhan, sebagai mandat, panggilan dan amanat injili. Dengan demikian, pendidikan tidak lain dan tidak bukan adalah suatu pilihan religius!

-          Anak adalah ciptaan yang ditebus
            Allah sangat mengasihi manusia yang  sudah mengorbankan AnakNya yang tunggal Yesus Kristus untuk menebus, mendamaikan, dan menyelamatkan manusia. Barangsiapa percaya bahwa Yesus adalah Tuhan dan juru selamat maka ia akan mengalami kelahiran baru. Anak harus berjumpa dengan kasih dan anugerah Tuhan dalam menemukan peran dan panggilan hidupnya di dunia.
            Berdasar pada ciptaan Tuhan akan manusia yang segambar dan serupa Allah (Imago Dei) maka proses pendidikan yang berlangsung harus bertujuan pada pemulihan gambar dan rupa Allah dalam aspek mental, moral, social, fisik, dan spiritual secara utuh menurut Firman Tuhan.  Douglas Wilson dalam The case of Classical Christian education menyebutkan bahwa:
For the Christian the purpose of education is to facilitate maturation in the image of God and thus growth into true manhood and womanhood, so that the child might be able to fulfill his creation mandate in obedience to God’s word.”[15]

Natur seorang guru Kristen
George R. Knight dalam bukunya Filsafat dan Pendidikan, menyebutkan adanya keharusan yang harus dimiliki oleh seorang guru, ada persyaratan utama yang harus dipenuhi seorang guru Kristen, bahwa hanya guru-guru yang telah lahir baru di dalam Kristus yang dapat mentransmisikan kasih anugerah Tuhan pada orang lain atau melayani orang lain dalam anugerah  tersebut. Itulah sebabnya tidak ada sekolah Kristen tanpa adanya guru-guru Kristen yang telah lahir baru.
            Tanggung jawab guru Kristen yang terutama adalah tanggung jawab Amanat Agung yang harus dilakukan sebagai orang Kristen. (Mat 28: 19-20, Yoh. 10). Tugas guru Kristen harus menyampaikan berita Kerygma, yaitu pemberitaan kabar sukacita yang menyatakan melalui Tuhan Yesus Kristus, manusia telah diselamatkan dalam kasih Anugerah Allah. Oleh karenanya guru Kristen harus menjadi agen rekonsiliasi yang membawa murid kepada Kasih Anugerah Allah, mereka individu yang keluar untuk “mencari dan menyelamatkan domba yang hilang”. Mereka adalah orang yang mau bekerja dengan semangat kristiani supaya anak-anak dapat dibawa ke dalam keselamatan yang dari Tuhan melalui pengorbanan Yesus Kristus dengan mengembalikan dan memulihkan peta dan teladan Allah.[16]
Dimensi-dimensi natur seorang murid

-          Guru adalah gembala bagi anak
Guru adalah seorang yang berusaha untuk membantu mereka yang hilang dan terperangkap dalam dosa. Guru mengembalikan mereka yang tersesat, seperti domba, seperti mata uang dan anak sulung, atau seperti anak bungsu.

-          Guru rekan kerja Allah
Guru Kristen adalah mitra kerja Allah dalam mengajar dan mendidik para siswa. Guru Kristen harus menyadari hak mengajar dan mendidik diberikan oleh Allah sehingga dia harus bertanggung jawab kepada Allah. Guru Kristen harus berusaha dengan sungguh-sungguh mengajar dan mendidik para siswanya tapi dia juga harus menyadari bahwa Allahlah yang memberikan pertumbuhan. Oleh sebab itu dia juga harus berdoa, bekerja sungguh-sungguh, dan bermitra kerja dengan Allah. Guru merupakan guru yang menjadi personal Bible study bagi muridnya, selanjutnya Van Til menyatakan bahwa seorang guru haruslah menjadi terang wahyu Allah bagi muridnya.
“Christian teachers know that not a single ‘fact’ can really be known and therefore really be taught unless placed under the light of the revelation of God”[17]

-          In Loco parentis
Guru adalah rekan orang tua dalam mendidik anak mereka. Guru bertanggung jawab pada orang tua pada kepercayaan yang sudah diberikan padanya, Dalam perannya guru bertindak dan berperan sebagai orang tua di sekolah.

-          Guru memegang otoritas tertinggi dalam kelas
Guru Kristen harus menjadi teladan dalam kehidupan orang Kristen. Keteladanan dalam mendidik, membina dan membimbing anak untuk menjadi murid kristus. Penamaman dan pengembangan karakter Kristen yang dilakukan oleh seoran guru  Kristen tidak dapat tergantikan oleh perangkat apapun. (Yohanes 21). Howard Hendricks mengatakan bahwa “Good teachers can’t be focused on what they do, but on what their students are doing.”[18] Peran-peran yang dilakukan oleh seorang guru antara lain Biblical role model, Reflection of Christ, Academic leader, Spiritual leader dan seorang mentor.

Berdasarkan peran penting seorang guru, guru haruslah berperan dalam proses pembelajaran yang memulihkan gambar dan rupa Allah yang telah rusak karena dosa kembali kepada kasih Anugrerah Tuhan. Efesus 2:10 “Karena kita ini buatan Allah, diciptakan dalam Kristus Yesus untuk melakukan pekerjaan baik, yang dipersiapkan Allah sebelumnya. Ia mau, supaya kita hidup di dalamnya.”

Beberapa standar iman yang harus dimiliki oleh guru Kristen menurut Pazmino[19] adalah Beriman pada Kristus (1 Kor. 12:27-28), Terpanggil dalam pelayanan dan penginjilan (Rm 12:7; 1 Kor 12:28, Ef. 4:11-12), terus menerus menggali pada doktrin yang benar ( 1 Tim 1 : 3-7; 2 Tim 2:2), Pelayan, berotoritas, dan dewasa sebagai murid Kristus (1 Tim 3:1-7,  Yak. 3:1) serta bertanggung Jawab di hadapan Tuhan untuk kehidupan dan pengajaran (Mat 23:10, 1 Tim 4:12-16, Yak 3:1)

Natur Pengetahuan.
Pengetahuan harus bersumber pada kebenaran. Alkitab menyebutkan bahwa Firman Allah adalah kebenaran (Yoh 17:17). Konsep dasar yang membawahi kurikulum pendidikan Kristen adalah “Segala kebenaran adalah kebenaran Tuhan” dan segala pengetahuan dan kebenaran harus berdasarkan pada Alkitab[20]. Sekolah Kristen harus mengakui kedaulatan Allah, bahwa Allah adalah pencipta segala sesuatu. Oleh karenanya segala kebenaran hanya bersumber dari Tuhan. Pandangan kedua mengungkapkan kesatuan segala kebenaran adalah Alkitab. Alkitab memberikan bingkai referensi untuk memandu dan mengoreksi pengetahuan yang didapat oleh manusia. Amsal 2:6 menyebutkan bahwa karena Tuhanlah yang memberikan hikmat , dari mulutNya datang pengetahuan dan kepandaian.
Dr. Paul A Kienel, mengatakan bahwa the mission of education is the orderly transmission of truth from generation to the next. Tujuan dari pemanfatan pengetahuan adalah mandat budaya, mereka dapat mengakui, menghargai dan mengelola alam ciptaan Tuhan bagi kesejateraan umat manusia dan memuliakan Allah.

Natur Mengajar
Tuhan Yesus adalah guru yang terbesar, beberapa karakteristik perkataan yang disampaikan bersifat mengungkapkan, relevan, otoritatif dan efektif. Natur mengajar memiliki beberapa motif yang benar dalam mengajarkan pengetahuan dan kebenaran
·      Motif kasih
     Relasi mengajar Tuhan Yesus kepada murid-muridnya menekankan kasih, sama halnya dalam proses pembelajaran. Rasul Paulus dalam Yohanes 13:1 “Sama seperti Ia senantiasa mengasihi murid-murid-Nya demikianlah sekarang Ia mengasihi mereka sampai kepada kesudahannya.”
·      Motif penerimaan
     Penerimaan adalah langkah awal dalam mengajar dengan efektif.
·      Motif affirmasi
     Matius 4:19 Yesus berkata kepada mereka: "Mari, ikutlah Aku, dan kamu akan Kujadikan penjala manusia. Affirmasi membutuhkan penyertaan roh kudus. Yohanes 16:13 “Tetapi apabila Ia datang, yaitu Roh Kebenaran,  Ia akan memimpin kamu ke dalam seluruh kebenaran.

Prinsip-prinsip pengajaran yang dinamik dalam Alkitab menurut Werner C. Graendorf[21] adalah mengandalkan roh kudus dalam mencapai tujuan spiritual, menghargai dan mempunyai harapan pada murid, mendemonstrasikan kasih, menggunakan metode yang menarik dan penting, menggunakan komunikasi dengan pemahaman jelas, menjelaskan dengan mudah, sederhana, sukacita dalam menemukan, mencari dan tidak pasif, menggunakan respon emosional dan hati terhadap siswa, berespon dengan kehendak pada peluang serta menjadi teladan dalam kehidupan sehari-hari.

Natur pembelajaran
Ruth Behick dalam A Biblical Psychology of Learning menyebutkan bahwa Alkitab adalah sumber pengetahuan manusia dan memberikan dasar-dasar pembelajaran bagi murid. Mazmur 139:14 berkaitan dengan manusia yang diciptakan “fearfully and wonderfully made.” Teori pembelajaran harus dibangun dari pemahaman dari natur manusia. Dasar-dasar pembelajaran dalam Alkitab membangun kehidupan dalam kasih Tuhan meliputi kehidupan spiritual, kehidupan moral, kehidupan emosional, memotivasi dan kehidupan berpikir. [22]
-Kehidupan spiritual (Efesus 3:17),
      sehingga oleh imanmu Kristus diam di dalam hatimu dan kamu berakar serta berdasar di dalam kasih.”
-Kehidupan moral (Roma 2:15)
      “Sebab dengan itu mereka menunjukkan, bahwa isi hukum Taurat ada tertulis di dalam hati mereka dan suara hati mereka turut bersaksi dan pikiran mereka saling menuduh atau saling membela.“
-Kehidupan emosional (1 Timotius 1:5)
      “Tujuan nasihat itu ialah kasih yang timbul dari hati yang suci, dari hati nurani yang murni dan dari iman yang tulus ikhlas.”
-Memotivasi (Pengkotbah 1:13)
      “Aku membulatkan hatiku untuk memeriksa dan menyelidiki dengan hikmat segala yang terjadi di bawah langit. Itu pekerjaan yang menyusahkan yang diberikan Allah kepada anak-anak manusia untuk melelahkan diri.”
-Kehidupan berpikir (Amsal15:28)
      “Hati orang benar menimbang-nimbang jawabannya, tetapi mulut orang fasik mencurahkan hal-hal yang jahat.”





Memulihkan gambar dan rupa Allah.  
Tugas utama dari sekolah Kristen adalah menemukan rencana Allah dalam kehidupan muridnya, mempersiapkan anak untuk menemukan kehidupan dalam kasih anugerah Allah serta menemukan tempat bagi anak di dalam pelayanan kepada orang lain.
“For the Christian the purpose of education is to facilitate maturation in the image of God and thus growth into true manhood and womanhood, so that the child might be able to fulfill his creation mandate in obedience to God’s word.  It follows from this that the kind of education we give our children must be one which is thoroughly grounded in the Christian worldview  . . . to deny our children such an education is to abandon our responsibilities as the covenant people of God.”[23]

Pendidikan Kristen harus tersusun dalam kurikulum dari perspektif Kristen yang  memberikan pengetahuan dan kebenaran dalam kerangka kerja Alkitab. Tujuan pendidikan Kristen merupakan proses memfasilitasi pemulihan gambar dan rupa Allah.

John Milton dalam buku klasiknya Of Education, menuliskan
“The end then of learning is to repair the ruins of our first parents by regaining to know God aright and out of that knowledge to love Him, to imitate Him, to be like Him….[24]

Gene Garick mengatakan bahwa proses pembelajaran menghadirkan roh kudus dalam relasi dengan Allah.
“The entire process of education is seen as a means used by the Holy Spirit to bring the student into fellowship with God, to develop a Christian mind in him an to train him in godly living, so that he can fulfill God’s total purpose for his life personally and vocationally”[25]

Tujuan pendidikan Kristen harus berpangkal ketika Tuhan menciptakan segala sesuatu, alam semesta dan isinya. Rangkaian proses penciptaan, dimulai ketika Allah menciptakan alam semesta dengan segala isinya. Puncaknya Tuhan menciptakan manusia menurut gambar dan Rupa Allah,  kesemuanya sempurna dan amat sangat baik adanya. Pembahasan akan pendidikan dan alasan mendidik harus dimulai ketika Tuhan menciptakan manusia. Penggalan Grand Story berikutnya, mengisahkan kejatuhan manusia pertama yang jatuh ke dalam dosa dan telah mengakibatkan mengakibatkan manusia jatuh dalam kerusakan total (total depravity) dan berakibat pada rusaknya gambar dan rupa Allah.
            Dampak dosa bersifat menyentuh seluruh ciptaan sehingga tidak ada sesuatu yang diciptakan yang tidak tersentuh oleh dampak yang merusak akibat kejatuhan manusia dalam dosa.  Kerusakan ini hanya dapat dipulihkan oleh Allah sendiri. Hanya karena kasih Anugerah Allah melalui penebusan Yesus Kristus telah membawa manusia kembali kepada rencana Allah. Penebusan Kristus bersifat menyeluruh artinya penebusan yang mencakup pemulihan seluruh ciptaan. Penebusan Kristus, mengembalikan esensi kebaikan semula dari suatu ciptaan mula-mula sebelum rusak oleh dosa. Proses selanjutnya berupa Konsumasi atau penggenapan kasih Allah, yaitu kesadaran interdepensi ini berkaitan dengan penebusan Kristus yang memperbaharui hati dan pikiran. Penebusan yang mampu melihat dengan benar dunia realitas ciptaan Allah sesuai dengan maksud dan tujuan penciptaan Allah.  Konsumasi ini merupakan panggilan bagi setiap umat Allah untuk hidup memuliakan Allah dengan menjadi berkat bagi sesama.
            Rangkaian inilah yang mendasari Stephen C. Perks mendefinisikan tugas dan arti mendidik. Perks menyatakan bahwa tugas utama dari sekolah Kristen adalah menemukan rencana Allah dalam hidup seorang anak, mempersiapkan mereka untuk kehidupan dalam kasih anugerah Allah dan menemukan tempat bagi anak di dalam pelayanan kepada orang lain. Pendidikan Kristen harus tersusun dalam kurikulum dengan perspektif Kristen yang memberikan pengetahuan dan kebenaran dalam kerangka kerja Alkitabiah. Dengan demikian tujuan pendidikan Kristen berupa proses pemulihan, memfasilitasi, merestorasi gambar dan rupa Allah kembali pada kebaikan mula-mula.
“For the Christian the purpose of education is to facilitate maturation in the image of God and thus growth into true manhood and womanhood, so that the child might be able to fulfill his creation mandate in obedience to God’s word.  It follows from this that the kind of education we give our children must be one which is thoroughly grounded in the Christian worldview  . . . to deny our children such an education is to abandon our responsibilities as the covenant people of God.”[26]

Penutup
Sudahkah kita menjadikan sekolah Kristen sebagai panggilan dalam menjalankan misi menggenapkan rencana Allah? Sudahkan kita memikirkan kembali visi, misi pendidikan Kristen dalam rencana Tuhan?
           


Referensi

Berkhof Louis and Cornelius Van Til, Foundation of Christian Education: Adresses to Christian Teachers, ed. Dennis E. Johnson. Phillipsburg, N.J.: Presbyterian and Reformde Publishing Co, 1990
Bradley James, Layman Jack, White Ray editors, Foundations of Christian School Education, Colorado Springs: Purposeful design, 1982.
Brummelen, Harro Van. Walking with God in the Classroom – Christian approaches to Learning and Teaching, Second edition.  Seattle, Washington: Alta Vista College Press, 1998.
Edlin Richard, The Cause of Christian Education, 3rd edition. Colorado Springs, CO: Association of Christian Schools International, 1999.
Graendorf, Werner C. Introduction to Biblical Education. Chicago: Moody Press, 1981
Kenneth O. Gangel, ed, Called to Lead, understanding and fulfilling your role as an educational leader, terjemahan. Surabaya: ACSI, 2009.
Knight, George R. Philosophy and education an introduction in Christian Perspective, fourth edition. Berien Springs: Andrews university Press, 2006), p. 256
Kienel Paul A., Gibbs Ollie E. and Berry Sharon E. editors, Philosophy of Christian School Education, Colorado: ACSI publisher, 1982.
Lockerbie, D. Bruce A Passion for Learning: A History of Christian Thought on Education. Colorado Springs: Purposeful Design,2007.
Pazmino Robert W, Foundational issues in Christian Education, 2nd ed. Grand Rapids, Michigan: Baker Books, 1997.
Lockerbie D. Bruce, Who Educate Your Child? Colorado Springs: Purposeful Design,2005.
Schultz Glen, Kingdom education, second edition. Colorado Springs: Purposeful Design, 1998.
Wilson Douglas. The Case for Classical Christian Education. Wheaton, Illinois: Crossway Books, 2002



[1] Disampaikan dalam Seminar Pendidikan Sekolah Kristen Kalam Kudus, Pematang Siantar, 2 Juli 2015
[2]   Louis Berkhof and Cornelius Van Til, Foundation of Christian Education: Adresses to Christian Teachers, ed. Dennis E. Johnson (Phillipsburg, N.J.: Presbyterian and Reformde Publishing Co, 1990), hlm. 44
[3]   Kenneth O. Gangel, ed, Called to Lead, understanding and fulfilling your role as an educational leader, terjemahan, (Surabaya: ACSI, 2009), hlm. 4
[4]   D Bruce Lockerbie, Who Educate Your Child?, hlm 46.
[5]   Glen Schultz, Kingdom education, second edition (Colorado Springs: Purposeful Design, 1998), hlm. 49
[6]  James Bradley, Layman Jack, White Ray editors, Foundations of Christian School Education, (Colorado Springs: Purposeful design, 1982.), p. 77
[7]  Martha E. MacCullough, By Design, (Philadelphia, Langhorne: Cairn University Press, 2013), hlm 73.
[8]   John Dewey, “My Pedagogic Creed,” Kaleidoscope: readings in education, (Boston, NY: Houghton Mifflin Company, 1897), hlm. 282
[9]       D. Bruce Lockerbie, A Passion for Learning: A History of Christian Thought on Education (Colorado Springs: Purposeful Design,2007), hlm.297
[10]     Kienel Paul A, Gibbs Ollie E. and Berry Sharon E. editors, Philosophy of Christian School Education (Colorado: ACSI publisher, 1982), hlm.107
[11]     Mastering Teaching, (Nashville: Thomas Nelson, 2010) hlm. 15
[12]     Ibid., hlm.185
[13]     Harro Van Brummelen, Walking with God in the Classroom – Christian approaches to Learning and Teaching, Second edition (Seattle, Washington: Alta Vista College Press, 1998), hlm. 18.

[14] Ibid. hlm. 33
[15]     Douglas Wilson, The case for Classical Christian Education (Wheaton, Illinois:  Crossway Books, 2002), hlm. 68
[16]     George R. Knight, Philosophy and education an introduction in Christian Perspective, fourth edition (Berien Springs: Andrews university Press, 2006), hlm. 256
[17]     Douglas Wilson, The case for Classical Christian Education (Wheaton, Illinois: Crossway Books, 2002}, hlm. 69
[18]     Paul A Kienel, , Gibbs Ollie E. and Berry Sharon E. editors (Philosophy of Christian School Education, Colorado: ACSI publisher, 1982), hlm. 123
[19]   Robert W Pazmino,. Foundational issues in Christian Education, 2nd ed. Grand Rapids, Michigan:
      Baker Books, 1997.
[20]   Richard Edlin, The Cause of Christian Education, 3rd edition. (Colorado Springs, CO: Association of Christian Schools International, 1999), hlm. 57
[21]     Werner C. Graendorf, Introduction to Biblical Education (Chicago: Moody Press, 1981), hlm. 68
[22]     Paul A Kienel, hlm. 190
[23]     Douglas Wilson, The case for Classical Christian Education, (Wheaton, Illinois: Crossway Books, 2002), hlm. 68
[24]     Hlm.17
[25] ibid., hlm. 136.
[26]   Menurut Stephen C Perks seperti yang dikutip oleh Douglas Wilson, The Case for Classical Christian    Education (Wheaton, Illinois: Crossway Books, 2002), hlm.68

1 komentar: