Rethinking Cristian Education[1]
Dr. Khoe Yao Tung, M.Sc.Ed, M.Ed
Pendahuluan
Apa tujuan pendidikan Kristen? Sudahkah kita
memiliki pendidikan Kristen yang mengusung kebenaran Firman Tuhan? Sudahkan
kita menjalankan rencana, perintah panggilan Tuhan dalam menjalankan pendidikan
Krsiten? Apakah kebenaran firman Tuhan menjadi fondasi dan arah dalam setiap
proses pendidikan di dalam kelas? Bilakah pertanyaan itu menjadi refleksi bagi
kita. Bilakah kebenaran firman Tuhan sudah menjadi alasan bagi kita menyelenggarakan
pendidikan Kristen?
Apakah pendidikan Kristen? Dalam beberapa tahun
terakhir saya mendapatkan kata kata kunci yang sering hadir dalam definisi
pendidikan Kristen. Kata kunci tersebut antara lain pendidikan yang misioner,
panggilan, kebenaran firman Tuhan, penginjilan, memuridkan, karya penebusan
Kristus, memulihkan gambar dan rupa Allah, Christian worldview, integrasi iman
dan ilmu, Karakter Kristiani, Menyerupai Kristus, Transformasi, Creation Fall
Redemption and Consumation. Dalam implementasinya di sekolah Kristen,
implementasinya kata-kata kunci yang kembali muncul adalah filsafat Pendidikan
Kristen, Kurikulum Pendidikan Kristen, Worldview Kristen dan integrasi
Kebenaran Firman Tuhan pada subjek Pelajaran.
Rethinking
Christian Education,
memikirkan kembali esensi pendidikan Kristen, suatu refleksi para pendidik
untuk kembali meletakkan dasar-dasar kebenaran firman Tuhan pada setiap
panggilan mendidik anak, utnuk memenangkan anak bagi Tuhan. Pendidikan Kristen
harus tuntas menjawab natur anak, natur guru, natur pengetahuan dan natur
pembelajaran dalam kebenaran firman Tuhan.
Filsafat pendidikan Kristen
Setiap filsafat pendidikan berasal
dari segala sumber. Filsafat pendidikan bersumber dari
”akar" atau keyakinan filosofis umum. Filsafat
pendidikan yang dianut seseorang sebagai suatu sistem berpikir dengan cara
pandang seseorang dalam menghadapi kehidupan (worldview). Filsafat pendidikan Kristen yang berdasar pada
kebenaran Firman Tuhan menjadi dasar bagi pembentukan Christian worldview atau Biblical
woldview dalam menjalankan implementasi pendidikan Kristen.
Filsafat pendidikan mengandung
prinsip-prinsip utama yang digunakan sebagai ide, alasan, landasan utama yang
mendasari semua apa yang kita lakukan dalam pendidikan. Filsafat pendidikan
Kristen adalah filsafat mendidik yang berdasarkan pada kebenaran Firman Tuhan.
Filsafat ini akan menjawab berbagai pertanyaaan dasar (metafisika,
epistemologi, dan aksiologi) dan alasan mendidik dalam perspektif kristiani
ataupun prinsip-prinsip Alkitab yang digunakan dalam mendidik. Filsafat
pendidikan Krsiten dalam pendidikan Kristen harus dikembangkan dalam menghadapi
berbagai pandangan filsafat pendidikan sekuler seperti Idealisme, Realisme,
Neo-scholastisme, Pragmatisme, Progresivisme, Eksistensialisme, evolusi,
humanism, postmodernisme dan Neo-marxisme. Filsafat-filsafat ini menjadi
masukkan bagi pembentukan akar filsafat pendidikan masa kini.
Titik
berangkat Pendidikan Kristen
Berkhof dan Van
Til menyatakan bahwa pendidikan Kristen adalah implikasi interpretasi Allah.
Untuk memahami pengertian akan maksud Allah, dalam pandangan ini pendidikan
harus melibatkan tuntutan akan keharusan ide penciptaan dari Allah.
“But what, then do we mean by education?,
Education is implication into God’s interpretation. No narrow intellectualism
is implied in this definition. To think God’s thoughts after him. To dedicate
the universe to its Maker, and to be the vicegerent of the Ruler of all things:
this is man’s task. Man is prophet, priest, and king. It is this view of
education that is involved in and demanded by the idea of creation.”[2]
Berkhof dan Van Til mengungkapkan
bahwa titik berangkat pendidikan Kristen harus melibatkan ide penciptaan
manusia oleh Allah pencipta (Kej 1:26, 1:27, Kej. 9:6, Maz. 8:4) . Tuhan
bekerja dalam karya penciptaan dalam Creatio
Prima atau ex nihilo, bersamaan
dengan itu dalam proses penciptaan itu
yang baik dan teratur adanya dalam Creatio
Secunda serta proses Creation Tertia
berupa panggilan manusia dalam mengurus dan mengelola bumi. Realitas keluasan
(Mazmur 139) dan karya ciptaan Allah (Mazmur 104) merupakan pemberian Allah
semata.
Pemahaman
panggilan pendidikan Kristen akan menolong guru memahami dunia sebagai milik
Tuhan. Panggilan pendidikan Kristen adalah panggilan pendidikan yang membangun
perspektif Kristen dalam diri anak (Christian
worldview) dan pengasuhan anak (Christian
Nurturing). Tugas pendidikan Kristen membentuk, mengisi dan membawa terang
dalam pengembangan keilmuan yang berkaitan dengan ciptaan Tuhan dengan
menghormati keteraturan ciptaan dan berpegang pada firman Tuhan. Tugas
pendidikan Kristen mencari kebenaran akan pencipta yang merupakan sumber
kebenaran. Roy W. Lowrie yang merupakan pendiri dari ACSI menuliskan, “Tidak
ada satu pelajaran apapun yang dapat diajarkan dengan kebenaran tuntas bila
keberadaan Sang Pencipta diabaikan”.[3]
Di satu pihak keberadaan manusia yang berdosa, membutuhkan
penebusan dalam karya penyelamatan Tuhan
Yesus Kristus yang disampaikan dalam proses pembelajaran. Filsafat pendidikan
Kristen harus selalu dihubungkan dengan proses penciptaan manusia dan proses
kejatuhan manusia. Filsafat ini lahir dari Christian
worldview yang ada, dalam diri seorang pendidik Kristen yang memunculkan ke
permukaan prinsip-prinsip dasar dalam memandang suatu karya ciptaan Tuhan. “Education must share with religion or
philosophy its perspective on the world at large and the human being’s place in
this world…. Education as such possesses no substance of itself… Education is
the instrument for carrying out society’s philosophical goals.”[4]
Rangkaian pendidikan Kristen adalah sebuah narasi besar
dimulai ketika Tuhan menciptakan dunia (creation),
karenanya segala sesuatu harus
dipertanggungjawabkan pada Tuhan. Biblical
Wordview, Alkitab adalah otoritas, adalah kebenaran Firman Tuhan dalam
Alkitab, belajar mengacu pada Firman Tuhan, dunia milik Tuhan, semua aspek,
semua kembali pada firman Tuhan, semua ciptaan Tuhan, tanpa kehadiran dan
kedaulatan Tuhan, akan terjadi penyimpangan pembelajaran dalam sekolah kita.
Pendidikan dalam rencana Allah merupakan suatu narasi maha besar Allah dalam
skenario Creation
– Fall – Redemption – Fulfillment (Consummation). Dengan demikian pendidikan Kristen adalah rencana Tuhan dalam
mempersiapkan generasi mendatang dalam mengembangkan God- centered worldview dan berpikir serta bertindak menurut
rencana Allah[5]
Creation
Awal pertanyaan mendasar
dari pendidikan Kristen tidak dapat dilepaskan dari pertanyaan tentang “siapa
itu manusia?” Manusia diciptakan oleh
Allah menurut peta dan teladan Allah (Kej. 1:26). Lalu Tuhan menghembuskan nafas
kehidupan, dengan demikian manusia adalah makhluk yang hidup yang terdiri dari
tubuh dan roh (Kej. 2:7). Sebagai makhluk ciptaan yang diciptakan dalam gambar
dan rupa Allah, Tubuh dan roh dapat kita bedakan namun tidak dapat dipisahkan
satu dengan lainnya dalam keterpaduanya
sebagai manusia. Roh manusia dalam ketaatan kepada Pencipta-Nya memancarkan
segala kebajikan, kebenaran, dan kekudusan (Ef. 4:24, Kol. 3:10) di dalam dan
melalui tubuhnya. Tuhan menciptakan manusia dengan baik dan sempurna, Tuhan
menciptakan gambar dan rupa manusia meliputi keserupaan dalam hal aspek mental
(mental likeness), moral (moral likeness),
sosial (social likeness), fisik (physical likeness) dan spiritual (spiritual likeness).
·
Natur manusia berdosa
Paulus
mengatakan bahwa secara natur setiap manusia telah jatuh ke dalam dosa. Sebab itu, sama seperti
dosa telah masuk ke dalam dunia oleh satu orang, dan oleh dosa itu juga maut,
demikianlah maut itu telah menjalar kepada semua orang, karena semua orang
telah berbuat dosa (Rm 5:12). Lebih spesifik lagi bahwa manusia “secara natur
anak-anak durhaka” dan “orang-orang yang harus dimurkai” , Sebenarnya
dahulu kami semua juga terhitung di antara mereka, ketika kami hidup di dalam
hawa nafsu daging dan menuruti kehendak daging dan pikiran kami yang jahat.
Pada dasarnya kami adalah orang-orang yang harus dimurkai, sama seperti mereka
yang lain. (Ef. 2:3). Anak memiliki kemampuan dalam mengimitasi
perbuatan dosa.
“Children are gifted image bearer, but they
are impacted fall and need redemption in Christ. The school should help them
discover God's peace and purpose for themselves and their world as steward’s
responsible to Him.[6].
Kelanjutan dari surat Paulus di Efesus memberikan tugas
panggilan pelayanan kita agar pendidikan Kristen menghadirkan pendamaian anak
dengan Allah. Proses pembelajaran
Kristen harus memberikan pemahaman kebenaran dan kasih Allah harus tercermin
dalam pengembangan menanamkan karakter,
pelaksanaan disiplin, dan yang
terpenting adalah menemukan karya keselamatan Kristus bagi anak.
Prinsip yang bertentangan
Pengaruh berbagai filsafat dunia dalam pendidikan Kristen telah
menjadi godaan dalam misi pendidikan Kristen. Beberapa filsafat yang
mempengaruhi pendidikan berkaitan dengan natur manusia. Pandangan Empirisme, John Locke (1632-1704)
menyatakan bahwa bayi lahir ke dunia dengan
pikiran yang benar-benar “bebas isi” seperti kertas
putih, lembaran kosong, lemari kosong, tablet kosong, atau tabula rasa. Anak manusia seperti blankslate, dalam hal ini manusia dianggap
netral, manusia bukanlah manusia yang telah jatuh ke dalam dosa.
Jean Jacques Rousseau (1712 - 1778), yang terkenal dengan romantisismenya,
dalam
pandangan ini menekankan pada perasaan manusia dan keindahan alam, manusia
tumbuh dengan lingkungan hidup alamiah dan tanpa banyak intervensi, berbeda
dengan arti romantisme masa kini yang berorientasi masalah percintaan. Dalam
hal ini manusia pda dasarnya dilahirkan dengan baik, tidak ada yang hal yang
berdosa pada diri manusia.
Sigmund Freud (1856-1939) beranggapan bahwa manusia pada dasarnya egois,
agresif dan perilakunya merupakan bagian dari hewan yang telah berevolusi[7]
Tak
dapat dipungkuri pengaruh John Dewey (1859 – 1952) dalam pendidikan modern
diusung dengan progresivisme. Teorinya telah meniadakan autoritas seorang guru
(teacher oriented) di dalam kelas dan menjadikannya student oriented. Pengaruh
progresivisme pada pendidikan dipengaruhi oleh dua doktrin yang besar yaitu
doktrin evolusi dan doktrin materialistik. Beberapa konsep pembelajaran dari
John Dewey, Berpusat pada murid (child
centered), Siswa yang aktif, Peran guru
sebagai fasilitator, penasihat dan pemandu, Berfokus pada pemecahan masalah dan
Sekolah kelas sosial dari yang lebih besar dari drinya. Ucapan yang sering
dikutip namun menyesatkan adalah “Education
is not preparation for life; education is life itself. Education, therefore, is
a process of living and not a preparation for future living.”[8]
Semuanya
bertentangan dengan kebenaran Firman Tuhan, bila kita tidak menebusnya dalam
kasih Kristus.
Pendidikan
Kristen adalah pendidikan yang merupakan misi dari Tuhan, suatu mandat injili,
mandat budaya. Fokus pendidikan Kristen adalah karya penebusan Tuhan Yesus.
Pendidikan
Kristen adalah pendidikan yang berdasarkan pada filsafat Kristen, dengan
landasan kebenaran Firman Tuhan.

·
Natur pembelajaran
Horace Bushnell (1802-1876), seorang pendidik Kristen dalam
bukunya “Christian Nurture”
menyebutkan bahwa pengasuhan anak di sekolah Kristen merupakan bagian dari
jalan Tuhan pada pendidikan “some kind of
nurture which is of the Lord… will of necessity have a method and a character
peculiar to itself, or rather to Him. It will be the Lord’s way of
education…terminating in results impossible to be reached by any merely human
method.”[9].
Penegasan
Integrasi iman dan ilmu, bukanlah isu yang utama karena memang sudah seharusnya
pendidikan Kristen tidak terlepas dari integrasi, tidak terlepas dari Christian Worldview. Paul A. Kienel
menyebutkan bahwa tujuan pendidikan Kristen memenangkan anak bagi Tuhan,
memahami rencana Tuhan dalam kehidupannya untuk menghadapi kehidupan masa kini
dan masa mendatang.
”The Purpose of Christian school education is to
show children and young people how to face God and then with the vision of God
in their hearts to face the present world and the world to come”.[10]
Selanjutnya
Howard Hendricks dalam bukunya Mastering Teaching menyatakan bahwa
“Secular education seeks to make better, more
effective, more successful, more intelligent people. The Christian educator
aspires to nothing less than transformation of a believer into the image of
Christ.”[11]
Prinsip
utama menyatakan bahwa pendidikan Kristen di sekolah adalah tanggung jawab dari
orangtua, Alkitab menyebutkan bahwa pendidikan adalah kebutuhan dan tanggung
jawab dari keluarga Kristen (Kej. 17:7). Mandat utama mendidik anak di keluarga
Kristen ada pada peran orang tua, lebih khusus lagi seorang ayah memegang
tanggung jawab lebih, seperti yang terdapat dalam Efesus 6:4. Sekolah menjadi
mitra orang tua, agar anak dalam memperoleh pendidikan Kristen.
Pendidikan
Kristen harus menyediakan lingkungan kristiani bagi anak-anak. Oleh karenanya
proses pembelajaran dalam kelas harus menanamkan dan mengembangkan pembentukan
karakter dan iman yang mempertemukan
anak pada Kemuliaan Tuhan. Pembentukan tersebut juga dibangun dari setiap
subjek keilmuan yang dipelajari dari sudut pandang Kristen. Kita terpanggil
untuk melakukan proses pembelajaran dan pembinaan untuk membentuk akal budi
Kristen (Christian mind) anak. Hal ini dipertegas oleh T.S. Eliot yang
mengatakan bahwa:
”The Purpose of a christian education would not be merely to make men and
women pious christian.... A christian education would primarily train people to
thinking Christian categories.”[12]
Peran guru menjadi sangat penting,
terutama menyampaikan kebenaran akan firman Tuhan, (pemahaman guru akan seorang
guru Kristen). Guru di sekolah Kristen bukanlah seorang guru yang hanya
mengajar di sekolah Kristen. Mereka harus memiliki hidup baru, dengan kehidupan
baru dalam Yesus Kristus mereka dapat memancarkan keteladanan hidup bagi para
muridnya. Mereka tidak bertugas memberikan ilmu saja secara akademis, akan tetapi
yang lebih penting dari itu adalah mengembangkan iman dan karakter kristiani.
Dalam pendidikan Kristen, guru harus dapat memberikan teladan dalam integritasi
iman dan ilmu dengan pembinaan, disiplin, penilaian, serta metodologi
pembelajaran yang tepat bagi sekolah Kristen.
Penggenapan kasih
Allah telah menjadikan pendidikan sebagai upaya untuk menolong siswa melihat
dunia sebagai milik Tuhan. Menurut Brummelen, tugas pendidikan Kristen adalah
untuk membantu dan membimbing para siswa menjadi murid Kristus yang bertanggung
Jawab.[13] Pendidikan harus mampu membentuk, mengisi dan
membawa terang dalam pengembangan keilmuan yang berkaitan dengan ciptaan Tuhan
dengan menghormati keteraturan ciptaan dan keindahan karya Tuhan.
Pendidikan
Kristen tidak terlepas dengan doktrin tentang Allah yang menciptakan manusia
dan segala isinya. Pendidikan Kristen harus memandang manusia sebagai gambar
dan rupa Allah yang telah rusak karena kejatuhan manusia ke dalam dosa.
Pendidikan Kristen memulihkan gambar dan rupa Allah yang rusak karena penebusan
oleh Yesus Kristus. Selanjutnya murid dapat mengenali rencana Allah dalam
kehidupannya.
Filsafat Kristen
memberikan landasan dalam pembentukan Christian
worldview. Pembentukan ini harus terjadi lebih dahulu dalam diri seorang
pendidik Kristen. Mereka harus dapat memancarkan prinsip-prinsip kehidupan dari
perspektif Kristen yang memandang realitas ciptaan Tuhan melalui proses
pendidikan Kristen.
Kerangka berpikir
dari rangkaian Tuhan menciptakan dunia (creation)
sampai pada tahapan penggenapan dan panggilan manusia dalam kehidupannya,
inilah yang menjadi suatu dasar berpikir dalam pendidikan Kristen. H.W. Byrne
menyatakan bahwa
“Philosophy is a life issue and of necessity must
come from the heart by a definite choice of the person. A philosophical choice
is a religious choice, for religious is the only point from which man can gain
an overview of the universe”[14]
Dengan demikian pendidikan adalah sesuatu yang harus
dipertanggungjawabkan pada Tuhan, sebagai mandat, panggilan dan amanat injili.
Dengan demikian, pendidikan tidak lain dan tidak bukan adalah suatu pilihan
religius!
-
Anak adalah ciptaan yang ditebus
Allah
sangat mengasihi manusia yang sudah
mengorbankan AnakNya yang tunggal Yesus Kristus untuk menebus, mendamaikan, dan
menyelamatkan manusia. Barangsiapa percaya bahwa Yesus adalah Tuhan dan juru
selamat maka ia akan mengalami kelahiran baru. Anak harus berjumpa dengan kasih
dan anugerah Tuhan dalam menemukan peran dan panggilan hidupnya di dunia.
Berdasar
pada ciptaan Tuhan akan manusia yang segambar dan serupa Allah (Imago Dei) maka
proses pendidikan yang berlangsung harus bertujuan pada pemulihan gambar dan
rupa Allah dalam aspek mental, moral, social, fisik, dan spiritual secara utuh
menurut Firman Tuhan. Douglas Wilson
dalam The case of Classical Christian
education menyebutkan bahwa:
“For the Christian the purpose of education is to facilitate maturation in the image of God and
thus growth into true manhood and womanhood, so that the child might be able to fulfill his creation mandate in
obedience to God’s word.”[15]
Natur seorang guru Kristen
George R. Knight dalam bukunya Filsafat dan
Pendidikan, menyebutkan adanya keharusan yang harus dimiliki oleh seorang guru,
ada persyaratan utama yang harus dipenuhi seorang guru Kristen, bahwa hanya
guru-guru yang telah lahir baru di dalam Kristus yang dapat mentransmisikan
kasih anugerah Tuhan pada orang lain atau melayani orang lain dalam
anugerah tersebut. Itulah sebabnya tidak ada
sekolah Kristen tanpa adanya guru-guru Kristen yang telah lahir baru.
Tanggung jawab guru Kristen yang
terutama adalah tanggung jawab Amanat Agung yang harus dilakukan sebagai orang
Kristen. (Mat 28: 19-20, Yoh. 10). Tugas guru Kristen harus menyampaikan berita
Kerygma,
yaitu pemberitaan kabar sukacita yang menyatakan melalui Tuhan Yesus Kristus,
manusia telah diselamatkan dalam kasih Anugerah Allah. Oleh karenanya guru
Kristen harus menjadi agen rekonsiliasi yang membawa murid kepada Kasih
Anugerah Allah, mereka individu yang keluar untuk “mencari dan menyelamatkan
domba yang hilang”. Mereka adalah orang yang mau bekerja dengan semangat
kristiani supaya anak-anak dapat dibawa ke dalam keselamatan yang dari Tuhan
melalui pengorbanan Yesus Kristus dengan mengembalikan dan memulihkan peta dan
teladan Allah.[16]
Dimensi-dimensi natur seorang murid
-
Guru
adalah gembala bagi anak
Guru
adalah seorang yang berusaha untuk membantu mereka yang hilang dan terperangkap
dalam dosa. Guru mengembalikan mereka yang tersesat, seperti domba, seperti
mata uang dan anak sulung, atau seperti anak bungsu.
-
Guru rekan kerja Allah
Guru Kristen adalah mitra kerja Allah dalam
mengajar dan mendidik para siswa. Guru Kristen harus menyadari hak mengajar dan
mendidik diberikan oleh Allah sehingga dia harus bertanggung jawab kepada Allah.
Guru Kristen harus berusaha dengan sungguh-sungguh mengajar dan mendidik para
siswanya tapi dia juga harus menyadari bahwa Allahlah yang memberikan
pertumbuhan. Oleh sebab itu dia juga harus berdoa, bekerja sungguh-sungguh, dan
bermitra kerja dengan Allah. Guru merupakan guru yang menjadi personal Bible study bagi muridnya,
selanjutnya Van Til menyatakan bahwa seorang guru haruslah menjadi terang wahyu
Allah bagi muridnya.
“Christian teachers know that not a
single ‘fact’ can really be known and therefore really be taught unless placed
under the light of the revelation of God”[17]
-
In
Loco parentis
Guru
adalah rekan orang tua dalam mendidik anak mereka. Guru bertanggung jawab pada
orang tua pada kepercayaan yang sudah diberikan padanya, Dalam perannya guru
bertindak dan berperan sebagai orang tua di sekolah.
-
Guru
memegang otoritas tertinggi dalam kelas
Guru Kristen
harus menjadi teladan dalam kehidupan orang Kristen. Keteladanan dalam
mendidik, membina dan membimbing anak untuk menjadi murid kristus. Penamaman
dan pengembangan karakter Kristen yang dilakukan oleh seoran guru Kristen tidak dapat tergantikan oleh
perangkat apapun. (Yohanes 21). Howard Hendricks mengatakan bahwa “Good teachers can’t be focused on what they
do, but on what their students are doing.”[18]
Peran-peran yang dilakukan oleh seorang guru antara lain Biblical role model, Reflection of Christ,
Academic leader, Spiritual leader dan seorang
mentor.
Berdasarkan peran penting seorang guru, guru
haruslah berperan dalam proses pembelajaran yang memulihkan gambar dan rupa
Allah yang telah rusak karena dosa kembali kepada kasih Anugrerah Tuhan. Efesus
2:10 “Karena kita ini buatan Allah,
diciptakan dalam Kristus Yesus untuk melakukan pekerjaan baik, yang dipersiapkan Allah sebelumnya. Ia mau, supaya kita
hidup di dalamnya.”
Beberapa standar iman yang harus dimiliki oleh
guru Kristen menurut Pazmino[19] adalah
Beriman pada Kristus (1 Kor. 12:27-28), Terpanggil dalam pelayanan dan
penginjilan (Rm 12:7; 1 Kor 12:28, Ef. 4:11-12), terus menerus menggali pada
doktrin yang benar ( 1 Tim 1 : 3-7; 2 Tim 2:2), Pelayan,
berotoritas, dan dewasa sebagai murid Kristus (1 Tim 3:1-7, Yak. 3:1) serta bertanggung Jawab di hadapan Tuhan untuk
kehidupan dan pengajaran (Mat 23:10, 1 Tim 4:12-16, Yak 3:1)
Natur Pengetahuan.
Pengetahuan harus bersumber pada kebenaran.
Alkitab menyebutkan bahwa Firman Allah adalah kebenaran (Yoh 17:17). Konsep
dasar yang membawahi kurikulum pendidikan Kristen adalah “Segala kebenaran
adalah kebenaran Tuhan” dan segala pengetahuan dan kebenaran harus berdasarkan
pada Alkitab[20].
Sekolah Kristen harus mengakui kedaulatan Allah, bahwa Allah adalah pencipta
segala sesuatu. Oleh karenanya segala kebenaran hanya bersumber dari Tuhan.
Pandangan kedua mengungkapkan kesatuan segala kebenaran adalah Alkitab. Alkitab
memberikan bingkai referensi untuk memandu dan mengoreksi pengetahuan yang
didapat oleh manusia. Amsal 2:6 menyebutkan bahwa karena Tuhanlah yang
memberikan hikmat , dari mulutNya datang pengetahuan dan kepandaian.
Dr. Paul A Kienel, mengatakan bahwa the mission of education is the orderly transmission of truth from
generation to the next. Tujuan dari pemanfatan pengetahuan adalah mandat
budaya, mereka dapat mengakui, menghargai dan mengelola alam ciptaan Tuhan bagi
kesejateraan umat manusia dan memuliakan Allah.
Natur Mengajar
Tuhan Yesus adalah guru yang terbesar, beberapa karakteristik
perkataan yang disampaikan bersifat mengungkapkan, relevan, otoritatif dan
efektif. Natur mengajar memiliki beberapa motif yang benar dalam mengajarkan pengetahuan
dan kebenaran
· Motif kasih
Relasi mengajar Tuhan
Yesus kepada murid-muridnya menekankan kasih, sama halnya dalam proses
pembelajaran. Rasul Paulus dalam Yohanes 13:1 “Sama seperti Ia senantiasa mengasihi murid-murid-Nya demikianlah
sekarang Ia mengasihi mereka sampai kepada kesudahannya.”
· Motif
penerimaan
Penerimaan adalah
langkah awal dalam mengajar dengan efektif.
· Motif
affirmasi
Matius 4:19 Yesus
berkata kepada
mereka: "Mari, ikutlah Aku, dan kamu akan Kujadikan penjala manusia.
Affirmasi membutuhkan penyertaan roh kudus. Yohanes 16:13 “Tetapi apabila Ia
datang, yaitu Roh Kebenaran, Ia akan
memimpin kamu ke dalam seluruh kebenaran.
Prinsip-prinsip
pengajaran yang dinamik dalam Alkitab menurut Werner C. Graendorf[21] adalah
mengandalkan roh kudus dalam mencapai tujuan spiritual, menghargai dan
mempunyai harapan pada murid, mendemonstrasikan kasih, menggunakan metode yang
menarik dan penting, menggunakan komunikasi dengan pemahaman jelas, menjelaskan
dengan mudah, sederhana, sukacita dalam menemukan, mencari dan tidak pasif,
menggunakan respon emosional dan hati terhadap siswa, berespon dengan kehendak
pada peluang serta menjadi teladan dalam kehidupan sehari-hari.
Natur pembelajaran
Ruth Behick dalam A Biblical Psychology of Learning menyebutkan bahwa Alkitab adalah
sumber pengetahuan manusia dan memberikan dasar-dasar pembelajaran bagi murid.
Mazmur 139:14 berkaitan dengan manusia yang diciptakan “fearfully and wonderfully made.” Teori pembelajaran harus dibangun
dari pemahaman dari natur manusia. Dasar-dasar pembelajaran dalam Alkitab
membangun kehidupan dalam kasih Tuhan meliputi kehidupan spiritual, kehidupan
moral, kehidupan emosional, memotivasi dan kehidupan berpikir. [22]
-Kehidupan spiritual (Efesus 3:17),
“sehingga oleh imanmu Kristus diam di dalam
hatimu dan kamu berakar serta berdasar di dalam kasih.”
-Kehidupan moral (Roma 2:15)
“Sebab dengan itu mereka menunjukkan,
bahwa isi hukum Taurat ada tertulis di dalam hati mereka dan suara hati mereka
turut bersaksi dan pikiran mereka saling menuduh atau saling membela.“
-Kehidupan emosional (1 Timotius 1:5)
“Tujuan nasihat itu ialah kasih yang timbul dari hati yang
suci, dari hati nurani yang murni dan dari iman yang tulus ikhlas.”
-Memotivasi (Pengkotbah 1:13)
“Aku membulatkan hatiku untuk memeriksa
dan menyelidiki dengan hikmat segala yang terjadi di bawah langit. Itu
pekerjaan yang menyusahkan yang diberikan Allah kepada anak-anak manusia untuk
melelahkan diri.”
-Kehidupan berpikir (Amsal15:28)
“Hati orang benar menimbang-nimbang jawabannya, tetapi
mulut orang fasik mencurahkan hal-hal yang jahat.”
Memulihkan gambar dan rupa
Allah.
Tugas
utama dari sekolah Kristen adalah menemukan rencana Allah dalam kehidupan
muridnya, mempersiapkan anak untuk menemukan kehidupan dalam kasih anugerah
Allah serta menemukan tempat bagi anak di dalam pelayanan kepada orang lain.
“For the Christian the purpose of education is to facilitate
maturation in the image of God and thus growth into true manhood and womanhood,
so that the child might be able to fulfill his creation mandate in obedience to
God’s word. It follows from this that
the kind of education we give our children must be one which is thoroughly
grounded in the Christian worldview . .
. to deny our children such an education is to abandon our responsibilities as
the covenant people of God.”[23]
Pendidikan Kristen harus tersusun dalam kurikulum
dari perspektif Kristen yang memberikan
pengetahuan dan kebenaran dalam kerangka kerja Alkitab. Tujuan pendidikan
Kristen merupakan proses memfasilitasi pemulihan gambar dan rupa Allah.
John
Milton dalam buku klasiknya Of Education,
menuliskan
“The end then of learning is to repair the ruins of our first
parents by regaining to know God aright and out of that knowledge to love Him,
to imitate Him, to be like Him….“[24]
Gene Garick mengatakan bahwa proses pembelajaran menghadirkan roh
kudus dalam relasi dengan Allah.
“The entire process of education is seen as a
means used by the Holy Spirit to bring the student into fellowship with God, to
develop a Christian mind in him an to train him in godly living, so that he can
fulfill God’s total purpose for his life personally and vocationally”[25]
Tujuan pendidikan Kristen harus berpangkal ketika Tuhan
menciptakan segala sesuatu, alam semesta dan isinya. Rangkaian proses
penciptaan, dimulai ketika Allah menciptakan alam semesta dengan segala isinya.
Puncaknya Tuhan menciptakan manusia menurut gambar dan Rupa Allah, kesemuanya sempurna dan amat sangat baik
adanya. Pembahasan akan pendidikan dan alasan mendidik harus dimulai ketika
Tuhan menciptakan manusia. Penggalan Grand
Story berikutnya, mengisahkan kejatuhan manusia pertama yang jatuh ke dalam
dosa dan telah mengakibatkan mengakibatkan manusia jatuh dalam kerusakan total
(total depravity) dan berakibat pada rusaknya
gambar dan rupa Allah.
Dampak dosa
bersifat menyentuh seluruh ciptaan sehingga tidak ada sesuatu yang diciptakan
yang tidak tersentuh oleh dampak yang merusak akibat kejatuhan manusia dalam
dosa. Kerusakan ini hanya dapat
dipulihkan oleh Allah sendiri. Hanya karena kasih Anugerah Allah melalui
penebusan Yesus Kristus telah membawa manusia kembali kepada rencana Allah.
Penebusan Kristus bersifat menyeluruh artinya penebusan yang mencakup pemulihan
seluruh ciptaan. Penebusan Kristus, mengembalikan esensi kebaikan semula dari
suatu ciptaan mula-mula sebelum rusak oleh dosa. Proses selanjutnya berupa
Konsumasi atau penggenapan kasih Allah, yaitu kesadaran interdepensi ini
berkaitan dengan penebusan Kristus yang memperbaharui hati dan pikiran. Penebusan
yang mampu melihat dengan benar dunia realitas ciptaan Allah sesuai dengan
maksud dan tujuan penciptaan Allah.
Konsumasi ini merupakan panggilan bagi setiap umat Allah untuk hidup
memuliakan Allah dengan menjadi berkat bagi sesama.
Rangkaian inilah
yang mendasari Stephen C. Perks mendefinisikan tugas dan arti mendidik. Perks
menyatakan bahwa tugas utama dari sekolah Kristen adalah menemukan rencana
Allah dalam hidup seorang anak, mempersiapkan mereka untuk kehidupan dalam
kasih anugerah Allah dan menemukan tempat bagi anak di dalam pelayanan kepada
orang lain. Pendidikan Kristen harus tersusun dalam kurikulum dengan perspektif
Kristen yang memberikan pengetahuan dan kebenaran dalam kerangka kerja
Alkitabiah. Dengan demikian tujuan pendidikan Kristen berupa proses pemulihan,
memfasilitasi, merestorasi gambar dan rupa Allah kembali pada kebaikan
mula-mula.
“For the Christian the purpose of education is to
facilitate maturation in the image of God and thus growth into true manhood and
womanhood, so that the child might be able to fulfill his creation mandate in
obedience to God’s word. It follows from
this that the kind of education we give our children must be one which is
thoroughly grounded in the Christian worldview
. . . to deny our children such an education is to abandon our
responsibilities as the covenant people of God.”[26]
Penutup
Sudahkah kita menjadikan sekolah Kristen sebagai panggilan dalam
menjalankan misi menggenapkan rencana Allah? Sudahkan kita memikirkan kembali
visi, misi pendidikan Kristen dalam rencana Tuhan?
Referensi
Berkhof Louis and Cornelius Van Til, Foundation of Christian Education: Adresses to Christian Teachers,
ed. Dennis E. Johnson. Phillipsburg, N.J.: Presbyterian and Reformde Publishing
Co, 1990
Bradley James, Layman Jack, White Ray editors, Foundations of Christian School
Education,
Colorado Springs: Purposeful design, 1982.
Brummelen,
Harro Van. Walking with God in the
Classroom – Christian approaches to Learning and Teaching, Second edition. Seattle, Washington: Alta Vista College
Press, 1998.
Edlin Richard, The
Cause of Christian Education, 3rd edition. Colorado Springs, CO:
Association of Christian Schools International, 1999.
Graendorf,
Werner C. Introduction to Biblical
Education. Chicago: Moody Press, 1981
Kenneth O. Gangel, ed, Called
to Lead, understanding and fulfilling
your role as an educational leader, terjemahan. Surabaya: ACSI, 2009.
Knight, George R. Philosophy
and education an introduction in Christian Perspective, fourth edition.
Berien Springs: Andrews university Press, 2006), p. 256
Kienel
Paul A., Gibbs Ollie E. and Berry Sharon E. editors, Philosophy of Christian School Education, Colorado: ACSI publisher,
1982.
Lockerbie,
D. Bruce A Passion for Learning: A
History of Christian Thought on Education. Colorado Springs: Purposeful
Design,2007.
Pazmino Robert W, Foundational issues in Christian Education, 2nd ed.
Grand Rapids, Michigan: Baker Books, 1997.
Lockerbie
D. Bruce, Who Educate Your Child? Colorado
Springs: Purposeful Design,2005.
Schultz Glen, Kingdom
education, second edition. Colorado Springs: Purposeful Design, 1998.
Wilson
Douglas. The Case for Classical Christian
Education. Wheaton, Illinois: Crossway Books, 2002
[1] Disampaikan dalam Seminar
Pendidikan Sekolah Kristen Kalam Kudus, Pematang Siantar, 2 Juli 2015
[2] Louis
Berkhof and Cornelius Van Til, Foundation
of Christian Education: Adresses to Christian Teachers, ed. Dennis E.
Johnson (Phillipsburg, N.J.: Presbyterian and Reformde Publishing Co, 1990), hlm.
44
[3] Kenneth
O. Gangel, ed, Called to Lead, understanding
and fulfilling your role as an educational leader, terjemahan, (Surabaya:
ACSI, 2009), hlm. 4
[5] Glen
Schultz, Kingdom education, second
edition (Colorado Springs: Purposeful Design, 1998), hlm. 49
[6] James Bradley,
Layman Jack, White Ray editors, Foundations of Christian School Education, (Colorado Springs: Purposeful design, 1982.), p. 77
[7] Martha E. MacCullough, By Design, (Philadelphia, Langhorne: Cairn University Press, 2013),
hlm 73.
[8] John
Dewey, “My Pedagogic Creed,”
Kaleidoscope: readings in education, (Boston, NY: Houghton Mifflin Company,
1897), hlm. 282
[9] D.
Bruce Lockerbie, A Passion for Learning:
A History of Christian Thought on Education (Colorado Springs: Purposeful
Design,2007), hlm.297
[10] Kienel
Paul A, Gibbs Ollie E. and Berry Sharon E. editors, Philosophy of Christian School Education (Colorado: ACSI publisher,
1982), hlm.107
[11] Mastering
Teaching, (Nashville: Thomas Nelson, 2010) hlm. 15
[12] Ibid.,
hlm.185
[13] Harro Van Brummelen, Walking with God in the Classroom – Christian approaches to Learning
and Teaching, Second edition (Seattle, Washington: Alta Vista College
Press, 1998), hlm. 18.
[14] Ibid.
hlm. 33
[15]
Douglas Wilson, The case for Classical Christian Education (Wheaton, Illinois: Crossway Books, 2002), hlm. 68
[16]
George
R. Knight, Philosophy and education an
introduction in Christian Perspective, fourth edition (Berien Springs:
Andrews university Press, 2006), hlm. 256
[17]
Douglas
Wilson, The case for Classical Christian
Education (Wheaton, Illinois: Crossway Books, 2002}, hlm. 69
[18] Paul A Kienel, , Gibbs Ollie E. and Berry
Sharon E. editors (Philosophy of
Christian School Education, Colorado: ACSI publisher, 1982), hlm. 123
Baker Books, 1997.
[20] Richard Edlin, The Cause of
Christian Education, 3rd edition. (Colorado Springs, CO: Association of
Christian Schools International, 1999), hlm. 57
[21] Werner
C. Graendorf, Introduction to Biblical
Education (Chicago: Moody Press, 1981), hlm. 68
[23]
Douglas
Wilson, The case for Classical Christian
Education, (Wheaton, Illinois: Crossway Books, 2002), hlm. 68
[24] Hlm.17
[25] ibid.,
hlm. 136.
[26] Menurut
Stephen C Perks seperti yang dikutip oleh Douglas Wilson, The Case for Classical Christian Education
(Wheaton, Illinois: Crossway Books, 2002), hlm.68
Selamat malam pa Khoe...
BalasHapus